Oleh: Nur Rakhmat, S.Pd

Selasa, 31 Maret 2020

On 16.39 by Nur Rakhmat in    No comments


Alam Bebas


Alam bebas
Alam bebas
Alam bebas

Bebas itu terbatas
Bebas itu terbatas
Bebas itu terbatas

Terbatas tetap ada batas
Terbatas tetap ada batas
Terbatas tetap ada batas

Alam bebas
Bebas itu terbatas
Terbatas tetap ada batas
Batas selalu punya makna
Makna kekal dan fana
Fana bentuk maupun jiwa
Jiwa hidup gapai asa
Asa selaras hening kalbu
Kalbu menyatu hilangkan sendu
Sendu hilang datanglah sayang
Sayang dari Sang Maha Pengasih   dan Penyayang.

Alam Bebas
Bebas itu terbatas
Terbatas tetap ada batas

Asa Sang Guru


#KisahPencariAsa
#AsaSangGuru
#ArsipSangAsa
#SalingMemotivasiDanMenginspirasiDemiKebaikanNegeri
#EdisiSebelumCovid19
#LokasiAntaraPasadenaPrapaglor


Catatan.
Sudah tayang di FB dan Instagram

Sabtu, 28 Maret 2020

On 04.02 by Nur Rakhmat in    3 comments

Salam sukses selalu ...
Silahkan artikel pendidikan yang terkait dengan teknik menumbuhkan keberanian positif siswa. Alhamdulillah sudah terbit di tahun 2016, dan semoga masih relevan di era sekarang.
Selamat menikmati ...

Dafa dan Teladan Keberanian
Oleh : Nur Rakhmat
Dalam seminggu terakhir media digemparkan oleh seorang anak kelas IV Sekolah Dasar bernama Dafa yang dengan beraninya mencegat para pengendara sepeda motor nekat untuk melewati trotoar guna menghindari kemcetan di jalan sekitar area bundaran kalibanteng kota semarang.
Aksi heroik nan berani yang dilakukan oleh seorang anak berusia sekolah dasar memang jarang adanya. Sehingga aksi berani Dafa mencegat para pemotor yang nekat melewai trotoar tersebut jelas mendapat pujian dan tentunya reaksi positif dari masyarakat luas.
Selain itu, aksi Dafa tersebut tentunya juga tidak lepas dari proses pembelajaran yang ada pada diri Dafa dengan lingkungan sekitarnya, baik lingkungan tempat tinggal ataupun lingkungan pergaulannya di sekolah.
Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran! Itulah istilah yang paling tepat digunakan dalam sikap keteladanan dalam diri Dafa. Hal tersebut bisa kita lihat dari argumen Dafa bahwa dia melakukan aksinya karena melihat tayangan TV dan spanduk yang menyatakan bahwa trotoar adalah milik pejalan kaki bukan untuk dilalui kendaraan bermotor.
Bahkan dalam lain kesempatan, penulis mendapat informasi bahwa diantara hal lain yang mendorong Dafa melakukan aksi berani tersebut adalah saat Dafa mendapat pelajaran dari ibu gurunya di kelas I terkait dengan tertib berlalu lintas. Tentu tidak dengan contoh untuk mencegat pesepeda motor lewat trotoar, tetapi dengan edukasi lainnya.
Melihat pernyataan tersebut, sebagai guru kita patut bangga bahwa tidakan positif yang dilakukan Dafa ada peran guru di dalamnya. Untuk itu, sebagai seorang guru yang dibekali dengan empat kompetensi dasar pendidik, yaitu kompetensi kepribadian, pedagogik, sosial dan profesional seyogyanya selalu bisa memberikan pelayanan kepada peserta didik agar bisa menerapkan hasil pembelajaran positif dari sekolah di lingkungan tempat tinggalnya.
Benar memang, hasil dalam proses pembelajaran tidak bisa sepenuhnya diklaim bahwa gurulah yang berhasil, orang tualah yang berhasil. Tetapi tugas kita semuanyalah sebagai guru, sebagai orang tua dll yang sangat berkewajiban untuk selalu membina dan membentuk karakter positif dari peserta didik kita.
Tentunya sebagai guru kita harus bisa membentuk peserta didik kita menjadi peserta didik (baca: siswa) yang berkarakter dan berbudi mulia. Langkah tersebut bisa dimulai dari hal terkecil yang ada pada diri siswa. Misalnya dengan selalu membiasakan senyum salam sapa saat bertemu bapak ibu guru baik di sekolaha ataupun di rumah, dll.
Dibudayakan
Selain itu langkah yang dapat dilakukan guru untuk membentuk karakter positif pada diri siswa selain membentuk karakter positifnya, adalah dengan membasakan karakter positif yang ada pada diri siswa tersebut.
Seperti contohnya pada aksi Dafa tersebut, dia melakukan aksi tersebut karena sudah menjadi kebiasaannya untuk selalu bersikap positif, utamanya dalam menegakkan ketertiban di lingkungan pergaulannya. Misalnya, jika melihat temannya membuang sampah sembarangan dia pasti akan menegur dan juga melaporkan ke bapak ibu guru, manakala dia sudah merasa kesulitan menegur teman-temannya yang melanggar aturan.
Lalu langkah apa yang bisa dilakukan untuk membiasakan budaya positif tersebut? Hemat penulis, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan guru untuk membiasakan sikap dan karakter positif tersebut.
Pertama dengan cara membudayakan sikap positif. Membudayakan sikap positif tidaklah sama dengan membiasakan. Maksud membudayakan disini maknanya lebih dalam, bukan hanya suatu rutinitas untuk berbuat baik. Namun lebih condong kearah kesadaran diri untuk berbuat baik kepada sesama.
Misalnya saat interaksi guru dan siswa dalam pembelajaran. Siswa hendaknya dididik untuk berlaku sopan, menghormati, dan menghargai sesama teman dengan tidak ramai, dan lain sebagainya. Dan dalam proses pembelajaran, guru juga sebaiknya lebih mengayomi siswa, bukan justru membuat takut siswa.
Yang kedua dengan memberikan keteladan. Guru sebagai orang tua siswa di sekolah tentunya berkewajiban mendidik siswanya dengan keteladanan, bukan menghardik siswa dengan bentakan. Seyogyanya guru juga memuji, menghargai dan memberi apresiasi atas keberhasilan siswa bukan justru mencaci maki karya siswa, dll.
Oleh sebab itu, guru dalam proses pembelajaran terkait muatan sikap, akhlak, pengetahuan harus seimbang. Jangan sampai karena tuntutan prestasi, nilai sikap dan kepribadian siswa dikesampingkan hanya karena untuk mengejar nilai UN menjadi lebih baik.
            Dan langkah ketiga untuk membiasakan karakter positif adalah dengan konsisten dalam membudayakan kebiasaan positif tersebut. Konsisten atau istiqomah sangat penting perannya dalam membentuk karakter siswa. Sehingga dalam penerapannya, selain bapak/ibu guru harus terlibat langsung, guru juga harus mengawal kebiasaan positif tersebut  agar lebih membudaya.
Memang diperlukan waktu yang lama dan proses yang benar dalam pelaksanaanya, tetapi jika dibarengi dengan istiqomah, keteladanan dari semua pihak, dan sikap sungguh-sungguh dalam tindakannya, bukan tidak mungkin pendidikan karakter dan sikap positif lebih cepat membudaya dan bisa berperan dalam menopang tegaknya budaya bangsa.
Sehingga harapannya, Dafa - Dafa lain yang berkarakter pemberani dalam melawan ketidakteraturan bermunculan. Tidak hanya dalam bidang ketertiban lalu lintas, tetapi dalam keberanian melawan korupsi, melawan KKN, dll bisa muncul dan menunjukkan aksinya. Sehingga segala dekadensi moral bangsa, seperti budaya korupsi, dll bisa hilang dari Negeri tercinta kita ini. Dan Indonesia yang hebat, bermoral serta bermartabat masih tetap eksis di dunia internasional. Amin...





Alhamdulillah artikel ini pernah muat di harian Jawa Pos Radar Semarang 24 April 2016.

http://radarsemarang.com/v1/2016/04/24/dafa-dan-teladan-keberanian/

Monggo Selamat membaca ...

Selasa, 24 Maret 2020

On 20.43 by Nur Rakhmat in    No comments

Alhamdulillah ... 
Karya Ini sudah terbit di media massa Jateng yaitu Harian Tribun Jateng. 
Selamat membaca dan semoga kita selalu saling memotivasi demi kebaikan negeri


Sekolah Itu Bernama Rumah
Oleh : Nur Rakhmat
Belajar di rumah, itulah salah satu maklumat dari Presiden RI sebagai upaya melindungi rakyat Indonesia utamanya siswa generasi penerus bangsa dari paparan Covid 19. Akibatnya, guru sebagai pendidik di sekolah mempunyai kewajiban memberikan tugas ke siswa untuk menjaga pemahaman siswa agar tetap dalam kondisi prima.
Dan orang tua sebagai penanggungjawab utama siswa, mau tidak mau harus menyiapkan diri untuk membekali siswa selama proses belajar di rumah, utamanya dalam perannya menjadi “guru” bagi siswa di sekolah yang bernama rumah.
Rumah Sebagai Sekolah
Rumah sebagai sekolah sebenarnya bukanlah hal baru dalam pendidikan. Mengapa demikian? Karena sebelum pemerintah mengeluarkan himbauan agar sekolah mengalihkan pembelajarannya di rumah masing masing siswa, sudah ada terlebih dahulu home scholing dan bentuk teknik pendidikan lainnya.
Namun, yang menjadi perhatian saat ini adalah pendidikan yang seharusnya dilaksanakan di sekolah, dialihkan untuk dilaksanakan di rumah. Tentu hal ini menjadi tantangan bahkan bisa menjadi beban bagi orang tua siswa. Menjadi tantangan karena mungkin orang tua sudah tahu kondisi anak dan kurang puas dengan hasil pembelajaran di sekolah. Dan orang tua berusaha mampu merubah kondisi tersebut.
Menjadi beban bagi orang tua, karena tidak semua orang tua tidak siap menjadi guru bagi putra putrinya di rumah yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti tuntutan pekerjaan, kesibukan sosial, ataupun kurangnya kemampuan orang tua dalam memahami materi ajar siswa yang sudah berbeda jauh dengan masa saat orang tua sekolah.
Oleh sebab itu, jika perbedaan penerimaan konsep kebijakan tersebut dibiarkan berlarut larut, maka yang paling terkena dampaknya adalah siswa. Siswa akan berada dalam kondisi bingung dan tidak siap menerima kondisi yang dihadapi saat ini.
Nah, hemat kami ada beberapa trik jitu agar siswa tetap dalam kondisi prima dan tidak merasa bingung mengerjakan tugas serta tidak juga merasa keberatan karena tingkat beban tugas siswa semakin banyak. Yang pertama adalah selalu berkomunikasi dengan guru sekolah. Sebagai guru di rumah, komunikasi dengan guru di sekolah wajib dilakukan. Hal ini bertujuan, agar tujuan pendidikan dan pembelajaran bisa tercapai optimal.
Kemudian yang kedua adalah memiliki shadow teacher. Shadow teacher atau guru bayangan bagi orang tua di rumah adalah bisa kakak, nenek, kakek, paman dan lain sebagainya. Hal ini juga dimaksudkan agar siswa terpantau saat belajar dan orang tua sebagai guru di rumah juga lebih mudah mendidik “siswanya”.
Dan yang ketiga adalah berinovasi. Inovasi yang bisa dilakukan orang tua di rumah saat berperan sebagai guru adalah dengan menginovasi tugas guru yang dari sekolah ataupun bisa juga mengkreasi tugas baru untuk diberikan ke anak didiknya. Bahkan orang tua juga bisa juga menggunakan berbagai fitur layanan pendidikan di dunia maya seperti rumah belajar, ruang guru, edmodo, sekolahku, quizzez, dan lain sebagainya.
Hemat penulis, ketiga hal tersebut, selain menghilangkan kebosanan anak, bentuk inovasi, variasi, tugas yang diberikan orang tua akan bisa menumbuhkan sikap senang, rasa suka terhadap tugas sehingga memupuk bakat anak tumbuh dan berkembang sebagai bekal masa depan anak. Hal ini dikarenakan rasa suka adalah salah satu unsur utama keberhasilan dalam proses belajar mengajar.
Bahkan Munif Chatib dalam buku “Orangtuanya Manusia” mengatakan, rasa suka terhadap aktivitas haruslah selalu dipupuk. Ibarat tunas, rasa suka akan tumbuh banyak sekali. Itulah bakat anak, sayangnya banyak orang tua mencabut tunas itu dengan berbagai alasan.
Maka dari itu, mari jadikan rumah sebagai sekolah dan kita sebagai guru serta orang tua bagi anak, janganlah kita menjadi mesin penghancur bakat anak. Namun, mari di kondisi seperti ini, teruslah belajar, tumbuhkan bakat dan potensi anak, agar sekolah yang bernama rumah, benar benar bisa menjadi kolaborator bagi sekolah dan tetaplah tenang, jangan meremehkan, serta lakukanlah perlindungan diri untuk menjaga dan mengawal tunas tunas generasi muda masa depan bangsa menjadi generasi yang bermoral dan berkarakter.


Alhamdulillah ...
Karya ini terbit pada hari Selasa, 24 Maret 2020 di harian Tribun Jateng.
Selamat membaca