Minggu, 11 Oktober 2020
“Sepeda Lipat” dan Adaptasi Kebiasaan Baru Pendidikan di
Era New Normal
Karya :
Nur Rakhmat
Guru
SDN Kalibanteng Kidul 01 Kota Semarang
Pendidikan
adalah usaha sadar yang berjalan terus menerus. Dalam Undang Undang No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suatu suasana belajar dan suatu
proses pembelajaran agar peserta didik bisa secara aktif mengembangkan segala
potensi dirinya guna memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Sehingga
dari keterangan di atas dapat dikatakan bahwa pendidikan tersebut harus direncanakan,
proses sesuai rencana, dan hasil pendidikan juga harus sesuai rencana. Selain itu,
berdasarkan UU Sisdiknas tersebut juga bisa dikatakan bahwa pendidikan hendaknya
bisa menumbuhkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang baik.
Selain
itu, ditemukan pula dalam UU Sisdiknas tersebut pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan potensi siswa agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalaian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan yang
dibutuhkan siswa untuk bertahan hidup dan berdaya guna demi kepentingan diri,
masyarakat, bangsa dan negara.
Namun,
saat ini di tengan pandemi korona, di tengah wabah yang semakin merambah semua
lini kehidupan termasuk pendidikan, proses pendidikan mulai dari perencanaan,
proses, dan hasil ikut berubah pelaksanaanya seiring dengan mulainya kebiasaan baru
sebagai salah satu dampak adanya wabah.
Kita bisa
melihat dengan jelas, dalam skala makro kehidupan ekonomi dunia dilanda resesi,
selain itu dalam kehidupan sosial budaya juga mulai tumbuh kesadaran selalu menjaga
kebersihan, ada pula physical distancing, dan perubahan bentuk budaya lainnya.
Dalam skala
ranah pendidikan di tanah air, tentu adanya lonjakan perubahan pola pendidikan,
yang tadinya ada tatap muka di kelas, seiring dengan adanya korona, pola proses
pendidikan di sekolah berubah menjadi berlangsung daring atau dalam jaringan.
Semua perubahan
tersebut tentu memberikan dampak yang signifikan dalam berbagai bidang,
khususnya pendidikan. Kita tidak bisa memungkiri, akibat wabah korona ini guru
dipaksa bisa menjalankan piranti atau perangkat pembelajaran berbasis teknologi
informasi dari yang sebelum adanya korona masih hanya sebatas wacana.
Kita juga
tidak bisa memungkiri, bahwa pendidikan tanpa kertas juga bisa terwujud dengan
adanya wabah korona ini. Namun, kita juga tidak bisa menafikan pula, dengan adanya
korona ini, ada salah satu tahapan pendidikan yang hilang dan tereduksi secara massif,
yaitu keteladanan langsung atau pendidikan langsung khususnya dari bapak ibu
guru di sekolah dan jika tidak segera diambil tindakan preventif yang tepat,
justru bisa menjadi bumerang bagi pendidikan Indonesia di masa mendatang.
Dan yang
lebih berbahaya lagi, jika tidak segera ditemukan formula yang tepat, hal
tersebut bisa memberikan dampak negative atau memunculkan sikap negative bagi
kehidupan berbangsa mulai dari degradasi moral, lunturnya cinta tanah air,
serta tereduksinya berbagai karakter dan moral positif generasi mendatang.
Maka di
sinilah peran stake holder pendidikan bergotong royong, bahu membahu dan bersatu
padu untuk tetap menjunjung nilai nilai karakter bangsa yang terangkum dalam
nilai moral karakter Pancasila agar lebih bisa menjadi benteng kokoh bagi bangsa
Indoneseia, khususnya bagi generasi penerus bangsa.
Sebagaimana
kita ketahuai bersama bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural, bangsa
Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Maka Pancasila sebagai landasan idiil
bangsa memiliki peran penting dalam tatanan kehidupan bangsa Indonesia guna
menyatukan kebhinekaan itu dalam tatanan kehidupan yang berjiwa dan berpijak
pada Pancasila.
Bahkan
tokoh nasional Prof. DR. Siti Musdah Mulia, MA dalam bukunya yang ditulis
bersama Ira D Aini mengatakan Pancasila adalah suatu falsafah bangsa yang harus
diketahui segenap warga negara Indonesia sehingga semua warga negara Indonesia
mampu menghargai, menghormati, menjaga semua nilai dan karakter dalam Pancasila
yang sudah diperjuangkan oleh para pahlawan bangsa. Sehingga baik golongan muda
alias golongan milenial dan golongan old atau orang tua bisa
tetap menjaga dan menjalankan kehidupan Pancasila tanpa ada keraguan dan tanpa ada
kebimbangan. ( Siti Musdah Mulia, Ira D A, 2013 : 75).
Lalu bagaimana
langkah yang bisa dilakukan agar seluruh komponen bangsa, utamanya siswa bisa
menjadi generasi Pancasila dan tetap menjunjung profil siswa Pancasila yang
berkarakter utuh dalam proses pendidikan dan pembelajaran serta kehidupan?
“SePeDa
LiPaT”
Ya, “Sepeda
Lipat” hemat kami adalah salah satu usaha yang dapat dilakukan dan dibiasakan
serta diterapkan dalam proses pembelajaran baik di sekolah maupun di rumah. Tentunya
pelaksanaannya di sini harus tetap mengedepankan penanaman nilai nilai pencasila
dalam kehidupan keseharian.
Kemudian,
apa yang dimaksud dengan “Sepeda Lipat”? Sepeda Lipat adalah bentuk akronim
dari kata Sebarkan Pesan Damai Literasi
Pancasila Terpadu. Akronim ini mengandung pengertian
bahwa dalam menerapkan dan kemudian menumbuhkan nilai nilai Pancasila di
keseharian pada era new normal atau kebiasaan baru pada era pandemic ini adalah
dengan cara menyebarkan pesan damai menggunakan model pendekatan literasi Pancasila
terpadu.
Pesan damai
yang dimaksud di sini bisa berupa kalimat ajakan atau kalimat himbauan, bisa
berupa kalimat yang berupa contoh pengamalan 5 sila dalam keseharian serta kata
mutiara atau bentuk kalimat lainnya yang dikemas menggunakan media poster, status
pada media sosial, atau pesan broadcast melalui media sosial lainnya.
Selanjutnya
adalah literasi Pancasila. Mengapa literasi? Hemat kami literasi sangat efektif
untuk menanamkan, menumbuhkan nilai nilai Pancasila dalam keseharian baik di
sekolah, maupun dalam keseharian siswa dalam dunia permainan mereka di lingkungan
sekitar. Karena dengan literasi, siswa tidak hanya membaca atau tahu saja,
tetapi dengan literasi siswa juga belajar untuk menerapkan apa yang sudah dipelajarinya
sebagai bentuk pemahaman lanjut proses belajar.
Seperti
yang disampaikan oleh Najeela Shihab bahwa literasi membutuhkan yang namanya aplikasi
sebagai wujud dari proses belajar yang diramu dengan kreatifias dan berkreasi
untuk menghasilkan karya, dengan tetap dibutuhkan guru atau orang tua yang mau
mengupgrade kemampuan literasinya agar lebih mampu menumbuhkan siswa dalam
berliterasi dan berkreasi. ( Najeela Shihab, 2019: 16).
Adapun
bentuk literasi Pancasila yang yang dapat ditumbuhkan dan dibudayakan oleh siswa
dan dari serta kepada siswa melalui sistem Sepeda Lipat ini adalah nilai nilai
yang berkaitan dengan erat dengan pengamalan Pancasila sesuai dengan sila sila dalam
Pancasila, mulai dari Ketuhanan yang Maha Esa Sampai Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia.
Selain
itu, hendaknya siswa juga lebih sering menerima pesan keseharian terkait profil
pelajar pancasila seperti yang disampaikan Mas Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Nadiem Makarim dalam https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/view&id=249900852,
bahwa profil pelajar Pancasila adalah pelajar yang memiliki indikator pertama
beriman, bertakwa kepada Tuhan YME serta berakhlak mulia, kedua berkebhinekaan
global, ketiga gotong royong, keempat mandiri, kelima bernalar kritis, dan
keenam kreatif.
Kembali
kepada butir utama indikator Pancasila, nilai nilai Pancasila yang sebaiknya
dibiasakan dengan penanaman butir Pancasila dalam keseharian mereka,guna menumbuhkan
dan menegaskan pentingnya sikap pancasilais di era new normal ini adalah
berbentuk pesan yang berisikan nilai pesan teladan atau ajakan dan kata Mutiara
atau semboyan yang mencerminkan sila dalam Pancasila.
Contoh
sila pertama bentuk pengamalan atau nilai nilai yang dibuat pesan dan bisa dibiasakan
oleh siswa adalah beribadah tepat waktu, yuk beribadah, dan hormati orang yang
sedang beribadah. Kemudian dalam sila ke dua bentuk kalimat bijak yang bisa
dibuat pesan ke siswa antara lain ayo kita peduli lingkungan sekitar, mari kita
hormati orang lain, mari kita tumbuhkan sikap tenggang rasa dan tolong
menolong.
Kemudian
pengamalan dalam sila ketiga adalah ayo beli produk dalam negeri, Cinta tanah
air adalah sebagian dari iman, gunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar,
dan lain sebagainya. Kemudian dalam sila keempat adalah jangan paksakan pendapatmu,
yuk kita musyawarah, musyawarah membawa berkah, dan musyawarah harus bis akita pertanggungjawabkan.
Selanjutnya
untuk bentuk pesan dalam sila kelima Pancasila yang dapat digunakan adalah tujuan
rakyat Indonesia adalah adil dan makmur, hormati hak orang lain, ayo dukung
pembangunan bangsa, dan kalimat bijaksana lainnya. Harapannya, dengan adanya
kalimat ajakan, kata kata Mutiara siswa semakin paham dan tahu, serta bisa
membiasakan bentuk penerapan dari nilai nilai positif tersebut.
Prinsip
berikutnya adalah terpadu, artinya literasi Pancasila butuh keterpaduan, butuh
chemistry, butuh adanya ikatan batin, kolaborasi dan gotong royong utamanya
oleh stake holder dalam skala makro pendidikan mulai sekolah, guru dan
pemerintah. Ataupun dalam skala sekolah, guru, dan orang tua serta siswa. Sehingga
dengan adanya sifat terpadu ini, semua bisa mengakses dan bisa memantau satu sama
lain untuk saling membangun dan saling membimbing demi kebaikan bangsa,
khususnya generasi pnerus bangsa, serta terpenuhinya tujuan nasional bangsa
Indonesia yang salah satunya mencakup pada mencerdaskan kehidupan bangsa.
Cerdas
dalam artian mampu dan bisa serta cerdas dalam berbagai bidang. Seperti yang
Munif Chatib sampaikan dalam buku yang berjudul Sekolahnya Manusia, dikatakan cerdas
itu ada beberapa kelompok yaitu cerdas linguistic, cerdas matematik logic,
cerdas visual-spasia, cerdas musical, cerdas kinestetik, cerdas intrapersonal,
cerdas interpersonal, dan cerdas naturalis ( Munif Chatib, 2013 ; 56 ).
Sehingga
dengan adanya keterpaduan yang didukung oleh sumber daya mumpuni dari sistem sepeda
lipat ini, penanaman dan usaha membumikan nilai Pancasila dalam kehidupan
keseharian siswa khususnya bisa berjalan baik sesuai dengan tujuan dan proses
perencanaannya. Dan alasan berikutnya prinsip terpadu adalah ada kolaborasi
atau Kerjasama bahkan gotong royong oleh semua unsur pendidikan. Mulai dari
sekolah, masyarakat dan pemerintah. Mulai dari siswa, guru dan orang tua. Artinya
ada keterikatan batin dari semua unsur untuk saling menebar pesan kebaikan, ada
ikatan batin untuk saling mengingatkan dalam kebaikan dan tentunya ada kemauan
bersama untuk berbuat baik, khususnya demi masa depan generasi penerus bangsa.
Adapun alasan kami menggunakan konsep “Sepeda lipat”
ini diantaranya adalah belum maksimalnya ajakan terus menerus dalam penerapan
penanaman nilai Pancasila di keseharian. Memang benar, sudah banyak usaha dilakukan,
namun ternyata masih dibutuhkan inovasi lebih guna mengoptimalkan penanaman
nilai Pancasila, khususnya di era adaptasi new normal ini.
Selain
itu alasan berikutnya adalah konsep sepeda lipat ini mudah dilakukan oleh semua
orang. Artinya, penanaman nilai Pancasila di era adaptasi new normal dengan
menggunakan sepeda lipat ini sangat mudah diterapkan dan dilakukan oleh siswa,
guru, orang tua, dan semua elemen masyarakat. Mengapa sangat mudah, karena
prinsip awal, semua orang bisa mengirim pesan, baik menggunakan media maupun
secara langsung, tetap pada prinsip semua bisa saling mengirim pesan.
Adapun
teknis pelaksanaan “Sepeda Lipat” pertama adalah memetakan masalah. Misalnya
dalam lingkup kecil ada siswa yang masih belum beribadah tepat waktu. Nah, di
sinilah peran guru untuk saling berkordinasi dengan orang tua khususnya kemudian
menindaklanjuti dengan tindakan prinsip “sepeda lipat” ini bersama orang tua
dan lingkungan atau pemerintah.
Tindak
lanjut tersebut bisa berupa pengiriman pesan secara terus menerus dan frontal
kepada siswa ataupun guru. Sehingga dengan adanya sikap istiqomah atau
konsekwen dari guru, orang tua dan siswa serta sekolah. sikap positif siswa
akan terbentuk dan tumbuh menjadi sikap positif yang mumpuni termasuk di era pandemi
ini.
Kemudian
lamgkah ke dua adalah sebarkan dari contoh kasus di atas, maka seorang guru segera
bertindak dengan menyebarkan pesan damai, pesan positif yang berkaitan dengan
pemasalah siswa tersebut. Pesannya sekali lagi, bukan kalimat yang menunjukkan vonis
atau pelabelan kepada siswa, namun berupa kalimat ajakan atau himbauan atau
pernyataan dalam bentuk poster, pesan singkat ataupun lainnya.
Sehingga
dengan adanya pesan positif tersebut, asupan rohani yang diterima oleh siswa adalah
pesan bermoral, pesan dengan nilai nilai kebaikan Pancasila dan nilai nilai
yang sesuai dengan budaya etika bangsa yang berbudi luhur.
Langkah
yang ketiga adalah dengan refleksi artinya setelah pesan dan kalimat bijak disampaikan
ke siswa oleh guru dan orang tua sesuai dengan peran dan tugasnya masing masing,
orang tua, guru, siswa bahkan pemangku kepentingan juga hendaknya melakukan refleksi
diri. Mengapa demikian? Karena dengan refleksi diri maka akan terbentuk pula
sikap keteladanan dari pendamping siswa tersebut.
Artinya
siswa juga mendapat contoh teladan langsung yang didapatkan dari guru, orang
tua, lingkungan bahkan pemangku kepentingan. Sehingga proses pendidikan yang
ada bisa berjalan dari hati ke hati atau istilahnya ada chemistry antara semua
pihak. Karena proses pendidikan walaupun masih dalam pandemi tetap memegang
teguh nilai asah, asih, asuh dari Ki Hajar Dewantara serta selalu berpegang teguh
pada totalitas tanpa batas dengan menggerakkan hati, kepala dan tangan alias totalitas
dengan mencurahkan pikiran, jiwa, raga bagi keberhasilan proses pendidikan
karakter Pancasila siswa.
Dan juga,
dengan adanya uswatun khasanah atau teladan baik dari praktik baik dari
guru, orang tua, dan lingkungan sekitar yang sudah tumbuh dan membudaya dengan
baik ini, fase yang hilang dari siswa selama masa korona, bisa tergantikan dan justru
bisa kembangkan dengan teladan langsung dari pendamping siswa khususnya di
rumah, dan lingkungan sekitar serta berbagai sumber daya yang ada yang berdaya
guna untuk tetap membumikan nilai nilai Pancasila dalam keseharian.
Kemudian
langkah terakhir dari teknik penerapan konsep “Sepeda Lipat” dalam penerapan nilai
nilai Pancasila di era adaptasi normal baru adalah dengan melakukan tindak
lanjut tahap terpadu. Artinya setelah semua melakukan refleksi maka siswa
secara otomatis sudah mendapat ilmu, sudah belajar dan diharapkan siswa juga
menerapkan konsep sepeda lipat ini kepada teman teman di lingkungannya. Sehingga
jika ini berlangsung terus menerus dan berkelanjutan, siswa sebagai agen
perubahan arah posisitf bangsa benar benar bisa terbentuk dan terwujud serta
Indonesia yang berperadaban serta bermoral karakter positif selalu terjaga
sesuai dengan terjaganya siswa dengan pijakan nilai nilai Pancasila dalam
keseharian mereka.
Tentunya
untuk bisa mewujudkan kondisi ideal di era normal baru ini dibutuhkan kompetensi
adaptasi yang baik dari semua pihak, termasuk guru dengan kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial dan profesionalnya diharapkan mampu beradaptasi menyesuaikan
perkembangan zaman agar bisa bersama sama dengan siswa membangun bangsa
berdasarkan Pancasila sehingga siswa bisa mengamalkan indikator pelajar Pancasila
dan guru bisa menjadi teladan dan model bagi siswa dalam pendidikan dan
keseharian.
Dan sistem
konsep “Sepeda Lipat” sebagai salah satu usaha membumikan nilai nilai Pancasila
di era adaptasi normal baru ini benar benar bisa mejadi salah satu terobosan
sederhana tetapi efektif dalam aplikasi keseharian, baik dalam pembelajaran
ataupun di luar pembelajaran. Sehingga Pancasila di era normal baru ini benar
benar bisa menjadi pegangan pokok, menjadi dasar pokok setiap siswa dan individu
lainnya untuk berpijak dan bersikap positif dalam perannya sebagai warga negara
dengan tetap berpegang teguh pada nilai nilai Pancasila sebagai landasan idiil
bangsa Indonesia.
Berikut salah satu contoh Pesan damainya ...
Rabu, 07 Oktober 2020
Awali
Pagi dengan Syukur Diri
“Wah, pagi
ini sangat cerah!”
Tidak terasa
kalimat itu terucap dalam hati, pagi yang cerah diringi senyum ramah tetangga
yang hendak berangkat kerja hari ini. Seperti biasa, perjalanan ke sekolah kali
ini melalui jalan utama yaitu jalur utama pantura via jalan Gatot Subroto. Hiruk
pikuk pekerja berangkat menjelma bak air bah yang deras menerjang pantai di
pantai selatan. Ada yang bersepeda, bermobil dan bersepeda motor sert naik
angkutan umum dan angkutan perusahaan.
Tak terasa
saat roda honda beat ini sampai di daerah Krapyak terlihat ada beberapa tukang ojek
pengkolan sedang mangkal di tempat, menunggu penumpang agar bisa membawa uang sehingga
anak istri dan keluarga bisa merasakan kenyang.
Lampu merah
sudah menyala menjadi hijau dan aku tidak tahu bagaimana lanjutan kisah abang
ojek pengkolan saat menunggu penumpang tadi, apakah langsung dapat orderan atau
masih menunggu petang nanti, entah siapa yang tahu tentang rizki dan keberuntungan
manusia, hanya Allah lah yang mengetahui rencana tersebut.
Tak terasa
roda cinta honda beat ini sudah sampai lampu merah Hanoman, kulihat pekerja
sedang merampungkan pembangunan jalan dan semua kelengkapannya. Terlihat sosok pekerja
bangunan tersebut sedang bekerja jauh dari keluarga dan jauh dari berita dunia
yang sarat akan kisah berirama.
Tegar,
kokoh dan kuat genggaman tangan pekerja itu saat kulihat dia sedang mengayunkan
alatnya ke aspal dekat wilayah yang rawan kecelakaan itu. Dalam hati aku berpikir,
seandainya aku menjadi mereka, belum tentu kuat raga ini menanggung segala beban
yang ada, jauh dari keluarga dan sanak saudara demi mencari asa agar bisa
menafkahi keluarga menjadi sejahtera.
Hanyalah
syukur yang bisa kita lakukan, hanyalah menerima dan mensyukuri apa yang kita
milikilah, kita bisa menjadi bahagia dan tiada kepura puraan dunia. Syukur,
ikhlas menerima adalah jalan yang bisa kita lakukan agar bisa menjadi pribadi kuat,
luhur budi dan memiliki kebermanfaatan bagi sesama dalam setiap tingkah dan
laku diri. Tentu, dengan ditambah usaha kita yang tiada lelah, semua berkah dari Allah SWT bisa menjadi aset kita dalam jalan dakwah sebagai penunjuk arah generasi bangsa.
Sepanjang
jalan pagi ini, aku melihat semua umat mencari berkat, semua manusia mencari
asa, semua orang mencari pertolongan, dan semuanya mencari ketenangan. Jalani,
syukuri yang kita punya, niscaya Allah pasti memberikan kita kenikmatan yang
tiada sangka, tentu dengan usaha dan ikhtiar serta doa yang tiada henti.
Awali
pagi dengan syukur diri dan mendoakan setiap insan yang kita temui, agar yang
sudah berada semakin menjadi ada dan merasa bahwa adanya mereka karena doa sesama
dan keluarga serta merupakan anugerah Allah yang Maha Esa. Serta doakan pula
orang yang kita temui, apapun kondisi mereka agar mereka selalu mendapat
kenikmatan dan keberkahan serta keselamatan dan insya allah, dengan kita mendoakan
siapa saja, pasti siapa saja akan membawa kebaikan untuk siapa saja berikutnya,
tentu dengan kita ikhlas dan syukur atas karunia Allah yang Maha Esa.
'Wah, pagi ini sangat cerah!"
Awali
pagi dengan syukur diri.
“Sepanjang
Jalan Kehidupan, antara Pasadena dan Hanoman Raya”
Smg.08102020.08.19.12
KLG Jawa Tengah kerjasama dengan FPBS UNIV PGRI Semarang dan JATENG POS, akan kembali memfasilitasi pelatihan penulisan artikel ilmiah populer tahap 19 bagi pengawas, kepsek, guru, mahasiswa dan umum.
Pelaksanaan 7,8, 10, 11 Nopember 2020, pendatftaran paling lambat tgl 5 Nopember pukul 00.00 WIB. Hak terbit 2 kali, surat keterangan, softfile materi, pembimbingan/konsultasi, e -sertifikat 32 JP. Buruan daftar di sini https://qrgo.page.link/TMnY8 More informasi pendaftaran ke :085828540161, 081542557038, 085725540477 dan 081325232681.
Silahkan bisa diikuti ...
Salam Literasi
Selasa, 06 Oktober 2020
Alhamdulillah ...
Sudah terbit sebuah buku yang berisikan desiran kalbu Sang Guru saat menyikapi pandemi ini. Air Mata Sang Guru merupakan buku antologi puisi dengan sajak yang menggugah kita bahwa air mata tidak sepenuhnya air mata kesedihan. Namun air mata Sang Guru adalah salah satu bentuk kasih guru akan kondisi siswanya di era merdeka belajar ini.
Selamat Membaca dan Salam Literasi.
Bila berminat memiliki bisa menghubungi WA. 081542557038