Sabtu, 31 Maret 2018
On 09.28 by Nur Rakhmat in Berita No comments
Alhamdulillah ... Semoga berkah
Silahkan .... bisa sebagai salah satu referensi penulisan di koran
Judul: Dakwah Bil Koran
Penulis: Nur Rakhmat
Genre: Kumpulan Essai / Artikel
Tebal: x+150 hlm; 14 x 20 cm
ISBN: 978-602-6611-85-7
Pemesanan bisa menghubungi 081542557038 (Nur Rakhmat)
Beberapa kegiatan bersama Dakwah bil Koran
Selamat Menginspirasi ... dan Salam Sukses Selalu
On 09.13 by Nur Rakhmat in Artikel Ilmiah Populer No comments
Alhamdulillah dimuat di Harian Tribun Jateng Selasa, 6 Maret 2018
Sukse Selalu ...
Pendidikan
(bukan) Hanya Sekolah
Oleh
: Nur Rakhmat
Sekolah
gagal menjalankan perannya dalam mendidik generasi penerus bangsa! Itulah yang umumnya
masyarakat sampaikan ketika melihat banyaknya kejadian kriminal, kurangnya
etika dan sopan santun yang dilakukan oleh oknum pelajar sebagai generasi
penerus bangsa tanah air tercinta ini.
Adanya
pembunuhan driver taksi online yang
dilakukan oleh oknum siswa di salah satu sekolah kejuruan negeri di Kota
Semarang serta kasus tewasnya Pak Guru Budi yang dilakukan oleh siswa di Madura
beberapa waktu lalu, seolah menambah bukti bahwa pendidikan dengan lembaganya
yang bernama sekolah gagal mendidik generasi bangsa menjadi generasi bermoral
dan berkarakter.
Namun,
apakah hanya sekolah dengan guru sebagai tokoh utama yang menjadi penyebab
gagalnya proses pendidikan?
Banyak Faktor Penyebab
Dikatakan
bahwa dalam proses belajar siswa ada faktor intern dan ekstern yang
mempengaruhinya. Faktor intern meliputi jasmani, psikologis, dan kelelahan
sedangkan faktor ekstern meliputi faktor kelurga, sekolah dan
masyarakat.(Slameto, 2010: 54).
Oleh
karena itu, sebagai insan berkarakter sudah semestinya bagi kita untuk tidak
mengkambing hitamkan sekolah dalam kasus tersebut. Orang tua, sekolah dan
masyarakat perlu mengkaji bersama kemudian mencarikan solusi apa sebenarnya
penyebab lunturnya budaya karakter siswa tersebut.
Misalnya
dari faktor sekolah, sekolah wajib mempelajari dan merefleksi diri apakah dalam
sistem pengajaran dan pendidikan yang diberikan sudah sesuai dengan kurikulum
dan tingkat perkembangan siswa? Apakah siswa sudah mendapatkan haknya dengan
baik dan benar selama belajar di sekolah tersebut, termasuk hak mendapat
pendidikan, bimbingan dan perlindungan?
Mengapa
hal tersebut penting disampaikan? Hemat kami dengan sekolah mau
berinstrospeksi, secara tidak langsung sekolah sudah memberikan keteladanan
dalam pendidikan karakter yang dilaksanakan. Sekolah secara tidak langsung juga
mendidik siswanya untuk selalu berhati-hati dalam bersikap dan bertindak. Dan
yang utama sekolah sudah berusaha memberikan pelayanan prima kepada siswa
khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Kemudian
dari faktor keluarga, keluarga hendaknya juga bersikap terbuka kepada sekolah
dan masyarakat. Keluarga hendaknya juga merefleksi diri apakah sudah benar
dalam mendidik anak? Apakah keluarga juga sudah memberikan kasih sayang sepenuh
hati kepada anak anaknya ataupun belum.
Mengapa
demikian? Hemat kami, selain karena keluarga adalah pihak yang pertama kali
mendidik anak, keluarga juga merupakan pondasi awal pendidikan bagi anak dalam
bentuk pendidikan informal melalui sosok ibu. Keluarga juga memberikan dampak
besar dalam sikap dan perilaku anak.
Baharrudin
dalam bukunya mengatakan bahwa ada beberapa hal yang berpengaruh dari
lingkungan keluarga ke anak, diantaranya adalah kesediaan orang tua menerima
anak dengan sepenuhnya, pertengkaran dan perselisihan antara kedua orang tua,
sikap otoriter dan demokratis anggota keluarga, keadaan ekonomi keluarga dan
hubungan keluarga dengan masyarakat sekitar. ( Baharrudin, 2009 : 2011).
Faktor
yang terakhir adalah faktor lingkungan siswa. Faktor lingkungan ini bisa
lingkungan sepermainan anak ataupun lingkungan masyarakat. Keduanya memberikan
dampak besar dalam perkembangan siswa. Oleh karena itu, pergaulan anak juga
perlu mendapat perhatian lebih dari orang tua dan guru. Selain itu, kepedulian
masyarakat dalam memantau sikap dan perilaku anak juga sangat besar dampaknya
bagi perkembangan dan karakter anak, baik bagi dirinya maupun untuk
bersosialisasi dengan masyarakat.
Lalu
bagaimana langkah yang dimabil agar semua faktor tersebut bisa membentuk proses
dan bentuk pendidikan yang ideal dan diharapkan oleh semua pihak?
Kolaborasi
Ya,
kolaborasi adalah kunci utama dalam membentuk karakter, moral dan sikap siswa
menjadi ideal sesuai yang kita harapkan. Kolaborasi juga adalah salah satu
faktor penting dalam pembelajaran abad 21 yang meliputi 4C yaitu,
communication, collaboration, Critical Thingking and problem solving serta
Creativity and Innovatioan .
Oleh
karena itu, dalam kaitannya dengan proses mencapai tujuan nasional pendidikan,
kolaborasi positif antar elemen pendidikan sangatlah dibutuhkan, mulai dari
elemen sekolah, keluarga dan masyarakat. Terlebih dalam UU Sisdiknas dikatakan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Oleh
karena itu pendidikan dikatakan sebagai sistem dan sebagai sistem, agar
pendidikan bisa berjalan dengan optimal, sudah seharusnya dilaksanakan dengan
menyeluruh dan dengan mengaitkan berbagai komponen pendidikan yang saling mengait untuk mencapai tujuan nasional
pendidikan. Bukan zamannya lagi pendidikan hanya mutlak milik sekolah yang
berjalan sendiri tanpa adanya kerjasama dengan orang tua dan masyarakat.
Lalu
hal apa saja bentuk kolaborasi antar elemen untuk mencapai tujuan nasional
pendidikan secara efektif tersebut? Yang pertama adalah mengoptimalkan peran
orang tua. Orang tua sebagai mitra terdekat sekolah dan sekaligus sebagai
pelaku utama pendidikan informal sudah seharusnya lebih berperan dalam mendidik
siswa sebagai generasi penerus bangsa.
Bentuk
kolaborasi dengan orang tua diantaranya adanya paguyuban orang tua yang
mendukung penuh proses belajar anak di sekolah misalnya dengan mendatangkan
tokoh sebagai sumber inspirasi siswa dalam kelas inspirasi, dan lain lain.
Selain
itu, mengadakan diklat bagi orang tua agar menambah wawasan orang tua terkait
psikologi perkembangan siswa juga sangat dibutuhkan agar siswa menjadi generasi
yang bermoral dan bertanggung jawab.
Bentuk
kolaborasi selanjutnya adalah dengan lingkungan masyarakat dalam bentuk pendidikan
berbasis masyarakat dan masyarakat berbasis pendidikan. Untuk pendidikan
berbasis masyarakat bisa berupa adanya PKBM dan kursus yang diselenggarakan
masyarakat. Sedangkan masyarakat
berbasis pendidikan adalah adanya kegiatan masyarakat yang diselenggarakan oleh
kolaborasi antara masyarakat, keluarga dan sekolah. Sehingga dampak yang
ditimbulkan juga semakin besar dan terasa manfaatnya.
Namun,
kolaborasi tersebut hendaklah dilaksanakan dengan penuh komitmen dan disiplin semata
mata untuk kemajuan pendidikan. Sehingga pendidikan tidak hanya tanggungjawab
sekolah saja, tetapi tanggungjawab kita bersama agar tercapai tujuan nasional
bangsa Indonesia dan untuk Indonesia yang lebih berkarakter. Amin ...
Nur
Rakhmat, S.Pd.
Guru
SDN Kalibanteng Kidul 01 UPTD Pendidikan Kecamatan Semarang Barat Kota
Semarang.
HP.
081542557038
Alamat
: Jalan Candi Intan V/1129 Rt.7/9 Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan Kota
Semarang
On 09.09 by Nur Rakhmat in Esai 2 comments
Pendidikan
Keluarga dan Hasil Belajar Anak
Oleh
: Nur Rakhmat
“Jika
anak hidup dengan kecaman, mereka belajar mengutuk”
“Jika
anak hidup dengan permusuhan, mereka belaajr untuk melawan”
“Jika
anak hidup dengan ketakutan, mereka belajar untuk menjadi memprihatinkan”
“Jika
anak hidup dengan belas kasihan, mereka belajar untuk mengasihani diri sendiri”
“Jika
anak hidup dengan ejekan, mereka belajar untuk merasa malu”
“Jika
anak hidup dengan kecemburuan, mereka belajar untuk merasa iri”
“Jika
anak hidup dengan rasa malu, mereka belajar untuk merasa bersalah”
“Jika
anak hidup dengan dorongan , mereka belajar percaya diri”
“Jika
anak hidup dengan toleransi, mereka belajar kesabaran”
“Jika
anak hidup dengan pujian, mereka belajar apresiasi”
“Jika
anak hidup dengan penerimaan, mereka akan belajar mencintai”
“Jika
anak hidup dengan persetujuan, mereka belajar untuk menyukai mereka sendiri”
‘Jika
anak hidup dengan pengakuan, mereka belajar untuk memiliki tujuan”
“Jika
anak hidup dengan berbagi, mereka belajar kemurahan hati”
“Jika
anak hidup dengan kejujuran, mereka belajar kejujuran”
Itulah
beberapa kutipan tentang pendidikan anak yang dikemukakan oleh Dorothly Law
Nolte, sebagai gambaran bagi kita orang tua dalam mendidik anak. Anak adalah
harta yang paling utama, anak adalah karunia yang besar dari Tuhan. Sebagaimana
dikatakan dalam pasal 1 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
anak, bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan.
Oleh
karena itu, wajib bagi setiap orang tua untuk memberikan perlindungan yang baik
bagi anaknya dengan cara memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya.
Ingat! Anak adalah generasi penerus kita, anak adalah generasi penerus bangsa
yang wajib dididik dengan cara yang baik untuk menjadi terbaik.
Jangan
sampai anak mendapat pendidikan yang ala kadarnya. Jangan sampai anak dididik
tidak maksimal atau setengah-setengah. Banyaknya tindak kriminalitas dengan
pelaku anak menandakan masih belum maksimalnya hasil pendidikan terhadap anak.
Adanya kritik sosial melalui iklan layanan masyarakat di televisi dan media
cetak juga menandakan masih minimnya peran dan dampak positif dari pendidikan terhadap
anak.
Seperti
kita ketahui, kritik sosial dalam iklan layanan masyarakat di televisi dimana
digambarkan seorang anak yang merasa diabaikan dengan sibuknya orang tua
bermain gadget saat anak sedang membutuhkan mereka, juga menandakan masih belum
maksimalnya pendidikan keluarga bagi hasil belajar anak, baik dalam sikap,
perilaku dan intelektualnya.
Revitalisasi Pendidikan Keluarga
Sebagaimana dikatakan dalam Undang-undang No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Oleh karena itu, sudah menjadi
kewajiban kita semua untuk selalu memaksimalkan proses pendidikan terhadap
anak. Ingat, pendidikan kepada anak bukan hanya tugas sekolah saja. Justru
peran pendidikan kelurga juga sangat penting perannya dalam proses pendidikan
terhadap anak. Sehingga sudah wajib bagi kelurga untuk meningkatkan perannya
kembali dalam proses pendidikan anak.
Dengan cara apa? Tentu sebagai
lembaga informal dalam proses pendidikan anak, keluarga juga perlu merencanakan
bagaimana bentuk ideal pendidikan bagi anaknya. Keluarga juga perlu
merencanakan tujuan pembelajaran yang diberikan kepada anaknya agar anaknya
bisa menjadi generasi yang unggul dan cerdas.
Hemat kami, ada beberapa hal yang
perlu disiapkan untuk merevitalisasi pendidikan keluarga. Yang pertama adalah orang
tua sebagai pendidik utama dalam pembinaan pendidikan keluarga harus tahu ilmu
perkembangan anak. Sehingga diklat atau pelatihan bagi orang tua terkait teori
perkembangan anak serta perilaku anak juga penting dilakukan.
Ini penting agar dalam proses pendidikan,
anak tidak medapat pola pendidikan yang salah. Selain itu, dengan diklat
pendidikan keluarga kepada orang tua, orang tua bisa belajar tentang bakat dan
potensi anak, dan lain sebagainya.
Yang kedua, agar proses revitalisasi
perndidikan keluarga berjalan lancar orang tua perlu memahami bahwa setiap anak
itu unik. Setiap anak cerdas, setiap anak mempunyai dunianya sendiri. Jadi
setiap anak yang satu berbeda dengan anak yang lainnya. Jangan sampai orang tua
menyamaratakan serta membandingkan antara anak yang satu dengan anak yang
lainnya.
Seperti yang dikatakan Howard
Gardner dalam teori multiple intelegiences atau teori kecerdasan ganda,
dikatakan bahwa kecerdasan anak meliputi kecerdasan matematis-logis, linguitik,
visual-spasial, musikal, kinestesis, interpersonal, intrapersonal, naturalis,
dan kecerdasan eksistensial (Munif Chatib, 2014:88).
Sehingga jika orang tua sudah
memahami kondisi anak, sudah menyadari bahwa masing-masing anak mempunyai
karakter dan potensi yang berbeda, harapannya orang tua bisa memberikan
pelayanan yang terbaik bagi anak-anaknya. Dan pendidikan keluarga bisa
dilaksanakan dengan maksimal untuk mencapai hasil yang optimal.
Selanjutnya, setelah orang tua mampu
mengetahui kondisi anak, motivasi juga penting diberikan orang tua terhadap
anak. Sehingga dengan motivasi, diharapkan potensi dan karakter positif yang
ada pada diri anak bisa meningkat dengan baik. Dengan cara apa, gunakan waktu
berkualitas dengan anak sebagai salah satu sarana memotivasi anak.
Hal ketiga yang harus dipersiapkan
agar revitalisasi pendidikan keluarga bisa berjalan dengan baik adalah konsistensi
dari semua pihak. Bisa termasuk konsistensi orang tua, sekolah, masyarakat, dan
pemerintah. Orang tua sebagai pendidik utama dalam pendidikan keluarga harus mempunyai
sikap tahan banting, harus bersikap pantang menyerah dan selalu menunjukkan
sikap dan karakter positif kepada anak.
Mengapa
demikian? Karena sebagai pendidik utama dalam pendidikan keluarga, semua
tingkah laku, perkataan dan sikap orang tua akan pasti ditiru oleh anak.
Sehingga wajib bagi orang tua menjadi model yang baik bagi anak. Wajib bagi
orang tua menjadi teladan yang baik bagi anak.
Jangan
sampai sebagai pendidik yang utama, orang tua justru bersikap tidak konsisten
dalam mendidik anak-anaknya. Misalnya, saat waktu efektif atau waktu
berkualitas antara anak dan orang tua, orang tua sibuk mainan HP dan lain
sebagainya. Jelas jika hal tersebut terjadi, proses pendidikan kepada anak
dipastikan bisa gagal dan tidak berhasil.
Kemudian
konsistensi dari sekolah bisa kita lihat dari adanya simbiosis mutualisme antara
sekolah dan keluarga. Sehingga penting bagi keluarga untuk selalu menjalin
komunikasi yang baik dengan pihak sekolah. Karena, selain lembaga formal,
sekolah juga bisa dijadikan model dalam proses pendidikan keluarga, utamannya
dalam penerapan kurikulumnya. Oleh sebab itu, wajib bagi sekolah untuk selalu
memberikan pelayanan prima kepada siswa sebagai bagian juga dari pendidikan
keluarga.
Sikap
konsistensi selanjutnya adalah dari unsur masyarakat. Sikap konsisten dari masyarakat
bisa kita lihat dari segi kontrol kepada anak sebagai bagian keluarga dan
bagian masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat wajib aktif berperan serta dalam
pengawasan terhadap anak. Misalnya, jika ada anak yang dimungkinkan hendak
tawuran, masyarakat tidak hanya diam atau pasif. Namun, masyarakat hendaknya
segera membubarkan anak yang hendak tawuran tersebut.
Selain
itu, masyarakat khususnya masyarakat media hendaknya gencar memberikan
informasi atau iklan layanan masyarakat agar kontrol sosial tersebut bisa
berjalan lancar dan menyeluruh.
Sikap
konsistensi selanjutnya adalah dari pemerintah. Pemerintah hendaknya konsekuen
terhadap progam yang telah dikeluarkan, khususnya yang berkait dengan
pendidikan keluarga. Jangan sampai progam yang dicanangkan pemerintah hanya
sebagai pencitraan atau sebagai pemanis saja. Penguatan kembali progam sahabat
keluarga melalui pembinaan pendidikan keluarga (Bindikel) hendaknya secara
masif terus digalakkan. Sehingga harapannya pendidikan keluarga bisa berjalan
dengan baik dan optimal.
Terakhir,
hal yang harus dipersiapkan agar pendidikan kelurga bisa berjalan dengan lancar
adalah pembiasaan positif dalam keluarga. Artinya memunculkan, menumbuhkan, dan
membiasakan sikap karakter positif dalam keluarga. Tentu keteladanan dari
seluruh anggota keluarga sangat dibutuhkan agar pembiasaan tersebut bisa
berjalan baik dan lancar. Sehingga anak bisa tumbuh dan berkembang dalam
lingkungan keluarga yang bernuansa serta berselimutkan budaya positif untuk
membentuk budaya positif dalam keluarga.
Memang,
diperlukan ketekunan dan kesungguhan niat masing-masing pihak untuk
merevitalisasi pendidikan keluarga tersebut. Terlepas dari kendala yang ada,
jika pendidikan keluarga bisa berjalan dengan baik, maka diharapkan hasil
belajar anak juga bisa mendapat hasil yang baik. Artinya ada hubungan positif
antara pendidikan keluarga dengan hasil belajar anak. Sehingga wajib bagi kita
menyukseskan gerakan revitalisasi pendidikan keluarga guna menuju hasil belajar
anak yang lebih baik.
Harapannya,
bukan hanya hasil belajar dalam segi intelektualitas saja yang bisa mendapat
hasil baik. Namun, hasil belajar dari segi sikap, perilaku,dan moral juga bisa
meningkat dengan baik. Sehingga anak sebagai generasi penerus bangsa bisa
benar-benar menjadi generasi yang baik, berkarakter dan mampu menjadi agen
perubahan bangsa di masa mendatang. Sehingga keluarga hebat mampu menjadi model pendidikan keluarga yang bersahabat dengan anak Tentunya demi Indonesia yang lebih baik.
Amin
#Sahabatkeluarga
https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/uploads/Audio/5412_2017-12-04/02_Hymne_Pendidikan_Keluarga.mp3
https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/index&ikat=2
#Sahabatkeluarga
https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/uploads/Audio/5412_2017-12-04/02_Hymne_Pendidikan_Keluarga.mp3
https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/index&ikat=2
Kamis, 15 Maret 2018
On 16.20 by Nur Rakhmat in Berita No comments
Alhamdulillah karya media "BAGAS CAPER" ini berhasil menjadi juara dua Lomba Krenova Kota Semarang 2017
Abstrak "BAGAS CAPER"
“BAGAS
CAPER” dan Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas VA SDN Kalibanteng
Kidul 01 Semarang”
Nur Rakhmat
Abstrak: Belajar adalah
proses perubahan menjadi lebih baik. Jika proses belajar baik, maka hasil
belajar bisa berjalan dengan baik pula, termasuk dalam belajar IPS. Seperti
yang ditemukan di kelas VA SDN Kalibanteng Kidul 01 Semarang. Saat pembelajaran
di kelas dengan cara konvensional atau ceramah saja, rata-rata ketuntasan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran IPS adalah 61% atau sebanyak 25 siswa dari 41
siswa. Ini artinya, ketuntasan belajar yang dicapai siswa belum maksimal.
Selain itu, proses pembelajaran tidak efektif dan kurang komunikatif. Lalu
bagaimana langkah yang digunakan untuk mendapat hasil sesuai KKM pada mata
pelajaran IPS? Setelah melalui berbagai proses, kami kemudian menggunakan “BAGAS
CAPER” dalam pembelajaran IPS. Sebuah metode dalam model pembelajaran
kooperatif dengan memadukan antara diskusi kelompok dengan bermain dalam
pembelajaran. Lalu, apakah setelah menggunakan “BAGAS CAPER” hasil belajar IPS
rata-rata bisa naik? Sesuai dengan tujuan penggunaan “BAGAS CAPER”, yaitu untuk
meningkatkan hasil belajar, setelah diterapkan dalam pembelajaran, hasil
belajar yang didapat siswa kelas VA SDN Kalibanteng Kidul 01 Semarang
meningkat. Yaitu, dari 25 siswa yang mencapai KKM, menjadi 39 siswa atau dari
61% menjadi 95% atau meningkat 34 % dari sebelumnya. Artinya penggunaan “BAGAS
CAPER” dalam pembelajaran bisa meningkatkan hasil belajar siswa serta
meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajarasn.
Kata Kunci : BAGAS CAPER, Hasil Belajar, IPS
Keunggulannya ;
1. Bisa digunakan untuk semua mapel
2. Mudah diproduksi dan murah serta mudah digunakan
3. Melatih kelestarian lingkungan karena bahan berasal dari barang bekas
Jumat, 09 Maret 2018
On 16.07 by Nur Rakhmat in Cerita Anak No comments
Brownis
Dari Nesha
Oleh
: Nur Rakhmat
Bel pulang sekolah berbunyi, namun Citra
dan Kayla masih asyik membicarakan sesuatu di halaman sekolah.
“Cit,
ayo pulang” ajak Kayla.
Citra terdiam sejenak, dia bingung
mau bilang apa pada Kayla, teman akrabya tersebut.
“Gimana
ya Kay ... aku bosen sama Nesha. tiap hari bicara kue. Heh .. kamu kan tahu aku
tidak suka kue?” jawab Citra gemas.
Seperti itulah Citra, teman-temannya
sudah tahu Citra tidak suka kue. Setiap hari yang Citra bawa hanya mie goreng.
Padahal Kayla sudah sering memperingatkan Citra kalau kebanyakan makan mie itu
tidak baik.
“Hai Citra ... Kayla ... sedang apa
kalian?” tanya Nesha.
Citra dan Kayla diam. Mereka berdua
tidak tahu, kalau di dekat mereka ternyata sudah ada Nesha dan Ama yang lewat
hendak pulang.
“Cit, Kay! Ditanyain Nesha kok diam?”
tanya Ama.
“He he he ... maaf, tadi masih asyik
ngobrol jadi tidak dengar” jawab Kayla.
“Huuu ... modus kamu Kay” seloroh
Ama.
“Bener Am ... kalau nggak percaya
coba tanya Nesha” kata Citra.
“Lo kok tanya Nesha. kan Nesha yang
tanya ... “ kata Ama sambil melihat ke arah Nesha.
“Lain kali, kalau diajak bicara
dijawab dong, lalu perhatikan pula orang yang mengajak bicara” lanjut Ama
sambil berlagak menasehati.
Nesha hanya tersenyum melihat
tingkah ketiga temannya. Dia juga tidak ambil pusing atas sikap Citra dan Kayla
yang berpura-pura tidak mendengar sapaannya.
“Kamu bawa bekal apa Nes?” tanya
Ama.
“Aku bawa kue Am ... tadi pagi aku
sama mama membuat kue ini. Mau nyicipin Am?” kata Nesha menawarkan separo kuenya
pada Ama.
“Kue lagi, kue lagi!” kata Citra
sambil mengejek Nesha.
“Iya, kue lagi. Apa kamu tidak bosan
Nes?” timpal Kayla.
“Tidak Kay, lagian kue ini kan
buatanku. Masa aku bosan?” jawab Nesha dengan tersenyum tetap semangat.
“Hei Cit ... pasti kamu belum pernah
makan kue buatan Nesha. Enak lo!” kata Ama sambil memamerkan kue buatan Nesha
yang tadi ditawarkan kepadanya.
“Hih ... jangan sampai ya. Pokoknya,
mie instanku yang paling enak! Iya kan Kay?” kata Citra.
“Pasti dong. Lagian mie instan lebih
praktis juga buatnya!” sambung Kayla.
“Oke, nggak papa! Aku pulang dulu
ya!” kata Ama sambil berlari ke arah mobil jemputan yang sudah menunggunya.
“Kay, Cit ... aku juga pulang duluan
ya” sambung Nesha sambil berlari ke arah Mamanya yang sudah menjemput.
Tidak menunggu lama, akhirnya
jemputan Citra dan Kayla datang juga, merekapun kemudian pulang ke rumah bersama
jemputan masing-masing.
***
“Kok sendirian Kay? Citra kemana?”
tanya Nesha.
“Kata Bu Guru Citra sakit perut Nes,
ini aku mau nengok ke rumahnya!” jawab Kayla.
“Aku ikut ya!” kata Nesha.
“Boleh, yuk kita berangkat!” jawab
Kayla sambil menganggukkan kepala tanda setuju.
Merekapun berangkat ke rumah Citra, di
sana ternyata sudah ada Ama yang sedang mengetuk pintu rumah Citra. Setelah
dipersilahkan masuk oleh Mama Citra, Nesha, Ama dan Kayla langsung ke kamar
Citra. Citra malu, terlebih saat dia melihat Nesha ikut menjenguk bersama Kayla
dan Ama.
“Kamu sakit apa Cit?” tanya Ama.
“Perutku ... sakit Am ...” kata
Citra sambil meringis menahan sakit di perutnya.
“Kok bisa? Memangnya kamu kemarin makan
apa?” lanjut Kayla bertanya.
Citra tidak menjawab pertanyaan
Kayla, dia malu menjawab kalau sakit diperutnya karena kebanyakan makan mie
instan.
“Pasti ... pasti kamu makan mi ya!”
kata Ama sambil seolah-olah menebak.
Citra terdiam dia hanya
menganggukkan kepala tanda tebakan Ama benar.
“Tu ... kan aku sudah bilang,
kebanyakan makan mie itu tidak baik” tambah Kayla.
“Iya ... Kay, terima kasih sudah
mengingatkanku. Nes ... maafin aku ya” kata Citra menyesal.
“Tidak apa-apa Cit ... nih, aku
bawakan kue” lanjut Nesha.
“Ayo cobain .... ! Jangan malu-malu!”
kata Ama.
Citrapun mencoba kue dari Nesha, dia
ingin merasakan bagaimana rasanya kue buatan Nesha.
“Nes ... ternyata kue buatanmu enak
sekali! Manis dan coklatnya pas!” kata Citra penuh semangat.
“Nah ... gitu dong, jangan makan mie
terus. Sakit deh perutnya. He he he” kata Kayla sambil tertawa.
“Iya kay ... makasih ya. Nes, besok
buat kue lagi ya! Pasti aku habisin!” kata Citra sambil tersenyum.
“Oke Cit! Pasti aku buatin!” jawab
Nesha semangat.
Setelah tahu nikmatnya kue buatan
Nesha, Citra, Nesha, Kayla dan Ama menjadi akrab kembali. Setiap ada
kesempatan, mereka berempat selalu bertukar resep makanan untuk bekal makan
siang mereka.
Sekian
dan selamat membaca.
Langganan:
Postingan (Atom)
Search
Video
Kurtilas
Kategori
Artikel Ilmiah Populer
(23)
Bank Soal
(20)
Artikel Populer
(15)
Puisi
(12)
Berita
(11)
Kisah Sang Guru
(10)
Cerita Anak
(6)
Pidato
(4)
Buku
(3)
Dongeng
(2)
Esai
(2)
Geguritan
(2)
info lomba
(2)
Cerpen
(1)
Galeri Foto
(1)
Media Pembelajaran
(1)
Pantun
(1)
TUGAS SISWA
(1)
TUGAS SISWA 2
(1)
Tugas 4
(1)
Tugas Siswa 3
(1)
Diberdayakan oleh Blogger.