Oleh: Nur Rakhmat, S.Pd

Senin, 18 Desember 2017

On 22.35 by Nur Rakhmat in    No comments
Alhamdulillah dimuat di Harian Tribun Jateng, 19/12/2017 ...

Semoga bisa memotivasi diri dan pembaca untuk selalu istiqomah dalam kebaikan mendidik siswa.  Amin y rabbal alamin ..
Sukses Selalu ...

Guru dan Keteladanan Nabi Muhammad SAW

Oleh : Nur Rakhmat
Presiden Joko Widodo berharap peringatan Hari Guru nasional dan HUT Ke-72 PGRI menjadi momentum berbenah untuk menyiapkan generasi yang tangguh. Namun, untuk membentuk generasi tangguh diperlukan juga guru yang berjiwa tangguh. Artinya guru yang mau menempa diri, mau meningkatkan kompetensi diri, dan mau belajar untuk kemudian mau menularkan dan membaktikan dirinya untuk kepentingan perserta didik khususunya dan pendidikan pada umumnya.
Selain itu, dibutuhkan pula guru tangguh yang mempunyai jiwa keteladanan pada diri guru tersebut. Lalu, jiwa keteladanan bagaimana yang dibutuhkan guru agar bisa membentuk generasi tangguh di masa mendatang?
Keteladanan Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW, sebagai nabi dan rosul yang diutus oleh Allah SWT di jazirah arab, tentu sudah dibekali dengan ilmu dan pengetahuan akan kondisi masyarakat arab dan sebagainya yang manfaatnya untuk memudahkan Nabi Muhammad SAW dalam mendidik kaumnya dari zaman jahiliah atau zaman kebodohan ke zaman yang lebih beradab.
Sebagaimana kita ketahui bersama, Nabi Muhammad SAW memiliki empat sifat utama, di mana sifat tersebut sudah terbukti kebenarannya membentuk generasi tangguh yang mampu menjadi penerus Nabi Muhammad SAW dalam mendidik kaum arab jahiliah setelah beliau wafat.
Adanya generasi khulafaur rasyidin, dengan sahabat Abu Bakar Ash shidiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abu Thalib sebagai penerus nabi, adalah salah satu bukti generasi tangguh hasil didikan Nabi Muhammad SAW yang mampu menjadi penerus nabi dalam dakwah memerangi segala bentuk kejahiliyahan atau kebodohan masyarakat arab waktu tersebut.
Guru, sebagai pendidik yang berperan penting dalam membangun jiwa generasi penerus bangsa hendaknya juga bisa meneladani nilai-nilai positif sifat keteladanan Nabi Muhammad SAW tersebut.
Apalagi dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikatakan, bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Oleh karena itu, sudah menjadi ketentuan wajib bagi guru untuk menjadi guru profesional yang kompeten dan tangguh serta memiliki jiwa keteladanan sifat-sifat utama nabi Muhammad SAW, yang meliputi sifat shidiq, amanah, tabligh, dan fatonah.
Sifat yang pertama adalah Shidiq atau benar. Seorang guru, jika menginginkan peserta didiknya menjadi generasi yang tangguh dan tahan banting terhadap segala bentuk paparan karakter negatif, guru hendaknya juga memiliki sifat dan karakter shidiq di dalamnya.
Artinya, apa yang diajarkan oleh guru hendaknya hal yang sifatnya benar atau bukan salah atau bahkan hoaks di dalamnya. Sehingga dengan guru memiliki sifat Shidiq secara langsung maupun tidak langsung, guru juga berkarakter benar dan jujur, yang oleh Mahatma Gandhi dikatakan bahwa inti dari moralitas adalah kejujuran.
Sifat keteladanan Nabi Muhammad SAW selanjutnya yang patut diteladani guru adalah sifat amanah atau sifat dapat dipercaya. Mengapa sifat amanah sangat penting bagi guru? Sesuai dengan tupoksi guru dalam undang-undang, yaitu mendidik dan mengajar siswa, tidak mungkin seorang guru dalam mendidik siswanya asal didik, atau melakukan malpraktik dalam pendidikan. Tidak mungkin pula, seorang guru dalam mendidik siswanya hanya asal masuk (asma) ataupun bentuk kelalaian lainnya.
Oleh sebab itu, sikap amanah penting bagi guru. Karena dengan guru memiliki amanah yang baik, guru dalam mendidik siswa pasti akan mengeluarkan kemampuan terbaiknya, guru juga akan memberikan pelayanan prima kepada siswa. Selain itu, guru juga sadar bahwa siswa adalah mendidik siswa adalah salah satu jalan untuk menggapai ridho Allah SWT sebagai bentuk menjalankan amanah dari orang tua untuk mendidik siswa menjadi generasi yang unggul dan bermoral.
Sifat selanjutnya adalah tabligh atau menyampaikan. Sebagaimana Nabi Muhammad dalam mendidik kaumnya menjadi generasi bermoral, guru hendaknya juga menyampaikan atau mendidik kebaikan terhadap anak didiknya. Guru hendaknya juga menjadi teladan bagi siswanya.
Apalagi tidak semua siswa mempunyai latar belakang sama antara satu dengan yang lainnya. Sehingga sudah menjadi kewajiban bagi guru untuk menjadi teladan keberagaman siswa. mulai dari kecerdasan yang beragam, sampai latar belakang keluarga yang beragam pula. Di sinilah peran guru dalam membentuk jiwa tangguh siswa dengan cara menyampaikan kebenaran dan menunjukkan keteladanan kepada siswa. Dengan harapan, di masa mendatang siswa bisa lebih percaya diri dan yakin akan manfaatnya terhadap sesama.
Sifat keteladanan Nabi Muhammad SAW selanjutnya yang wajib diteladani guru adalah fatonah atau cerdas. Ya, guru harus cerdas! Artinya seorang guru harus cerdas dalam mengenali karakter siswa. Dengan sikap cerdas, guru juga akan lebih bijak, dan hati-hati dalam mendidik siswanya. Dengan cerdas pula, guru juga akan mampu meningkatkan kompetensi yang dimilikinya untuk kemudian disampaikan kepada siswanya.
Selain itu, dengan sikap cerdas, guru juga bisa menjadi penyelam yang baik bagi siswa. Guru juga sadar, bahwa kecerdasan siswa juga beragam atau siswa tidak hanya cerdas intelektual saja. Tetapi guru sadar bahwa siswa juga memiliki kecerdasan majemuk, mulai dari kecerdasan matematic logic, linguistik, spacial, intrapersonal, interpersonal sampai kecerdasan naturalis.
Banyak manfaat positif yang diperoleh guru jika guru bisa meneladani sifat wajib Nabi Muhammad SAW tersebut. Diantaranya adalah guru lebih mudah dalam membentuk siswa menjadi generasi tangguh karena guru sudah memiliki model yang tepat dalam mendidik siswa.
Manfaat kedua, guru mampu menginspirasi siswa untuk selalu menjadi teladan bagi diri, keluarga dan temannya lingkungannya. Sehingga, dengan adanya dampak saling teladan berketaladanan ini harapannya karakter tangguh siswa  terbentuk dan siswa mampu menjadi inspirasi bagi siswa lainnya.
Manfaat yang ketiga adalah tujuan nasional bangsa Indonesia akan tercapai. Mengapa demikian? Ini dikarenakan dengan adanya dampak langsung yang ditimbulkan dari sikap keteladanan guru dan siswa, budaya positif bangsa terbentuk. Sehingga suasana kondusif dalam bernegara dan bermasyarakat juga tercapai.
Dibutuhkan keseriusan dan komitmen dari guru dan stake holder terkait agar keteladanan positif tersebut agar bisa menjadi budaya luhur tiap elemen masyarakat. Dan sesuai dengan tema HGN “Membangun Pendidikan Karakter Melalui Keteladanan Guru”  tahun ini, guru benar-benar bisa menjadi teladan bagi sesama dengan pemodelan dan praktik yang baik dalam kesehariannya.
Dan dengan momentum Maulid Nabi Muhammad SAW dan Hari Guru Nasional yang hampir bersamaan. Mari kita tingkatkan karakter saling memberi ketedalanan dalam bersikap, bertutur kata dan berperilaku, sehingga antara satu komponen dengan komponen lain saling menguatkan dan saling menginspirasi untuk menjadi generasi tangguh dan bermoral. Tentu demi Indonesia yang semakin beradab.

Nur Rakhmat, S.Pd.
Guru SDN Kalibanteng Kidul 01  Kota Semarang. HP. 081542557038
Alamat : Jalan Candi Intan V/1129 Rt.7/9 Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang





Senin, 13 November 2017

On 17.56 by Nur Rakhmat in    2 comments
Alhamdulillah ...

Setelah kurang lebih tiga minggu kirim dan belum dimuat, alhamdulillah, Jawa Pos Radar Semarang, 12/11/17...

Semoga berkenan ...


http://radarsemarang.com/2017/11/12/mendidik-siswa-zaman-now/



Mendidik Siswa Zaman Now
Oleh : Nur Rakhmat
“Murid sekarang berbeda dengan waktu sekolah saya dulu ya pak”, itulah kalimat yang diucapkan salah seorang Staf Kementerian Keuangan yang melaksanakan Gerakan Kemenkeu mengajar di Sekolah kami, SDN Kalibanteng Kidul 01 Kota Semarang minggu lalu. Lebih lanjut staf tersebut mengatakan, kalau siswa SD pada zamannya anaknya manut-manut dan cenderung lebih pendiam. Berbeda dengan yang apa yang ditemukannya saat mengajar siswa SD saat ini, mereka siswa SD saat ini cenderung aktif dan atraktif.
Sebagai guru, kami kemudian memberikan gambaran dan penjelasan mengapa siswa zaman dulu berbeda dengan zaman sekarang. diantaranya adalah bahwa, siswa zaman sekarang lahir dan tumbuh di era digital, era yang serba cepat, serba instan dan lain sebagainya. Sedangkan siswa zaman dahulu, mereka cenderung tumbuh dalam lingkungan yang menerima kondisi dengan apa adanya dan selalu bekerja keras untuk mendapat sesuatu.
Maka dari itu, dengan lingkungan yang berbeda tersebut, pasti karakter dan sikap yang tumbuh dan berkembang pada diri siswa juga berbeda pula. Sehingga cara mengekspresikan diri, dan mengaktualisasikan diri siswa dahulu dengan siswa sekarangpun juga berbeda pula.
Fenomena Kids Zaman Now  
            Para pakar bersepakat, bahwa adanya perubahan sikap dan karakter antara siswa zaman dahulu dengan siswa zaman sekarang salah satu penyebab utamanya adalah adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju pesat. Oleh karena itu, adanya keakraban interaksi antara siswa dengan piranti teknologi yang ada saat ini, kita semua tidak bisa memungkiri bahwa siswa saat ini adalah termasuk golongan kids zaman now.
Ya, kids zaman now! Istilah itu akhir-akhir ini menjadi viral di dunia kekinian. Istilah unik yang memadukan dua bahasa menjadi satu istilah ini seolah menggambarkan bahwa kondisi siswa saat ini merupakan salah satu contoh sikap dan perilaku kids zaman now juga.
            Adanya perilaku yang tidak wajar dilakukan siswa, atau perilaku yang seharusnya tidak dilakukan siswa, adalah contoh perilaku kids zaman now yang semakin jauh dari nilai – nilai kesopanan, dan nilai luhur budaya bangsa. Selain itu, siswa yang berani dengan orang tua dan guru, dan suka melakukan hal iseng yang mereka sendiri tidak tahu untuk apa dan apa akibatnya juga adalah beberapa contoh perilaku negative anak zaman now yang dilakukan siswa di sekolah.
            Yang menjadi pertanyaan, mengapa siswa sampai ikut fenomena kids zaman now yang negative tersebut? Sigmun Freud mengatakan bahwa dalam diri manusia terdapat yang namanya “insting kematian” atau kecenderungan-kecenderungan yang bersifat destruktif atau merusak, baik ditujukan bagi orang lain ataupun bagi diri sendiri.(Sugiyarto, 2010: 47)
Oleh karena itu, guru sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap perkembangan siswa di sekolah hendaknya juga bisa lebih menginstrospeksi diri ke arah lebih baik dan menjadi penyelam yang baik bagi siswa. Agar apa? Tentu agar segala polutan atau ancaman  degradasi moral yang semakin besar menyerang siswa tersebut bisa teratasi dengan baik dan benar.
Selain itu, orang tua juga diharapkan bisa menginstrospeksi diri untuk semakin menjadi lebih baik, bisa mendidik anaknya dengan baik, serta menjalin komunikasi yang baik dengan anaknya di rumah. Salah satunya dengan cara mengefektifkan quality time antara anak dengan keluarga di rumah anak merasa lebih diperhatikan dan lebih bisa merasakan kenyamanan bersama dengan keluarga.
Lalu bagaimana langkah efektif mendidik siswa zaman now yang serba kekinian tersebut?
Menjadi Guru Zaman Now
Untuk mendidik siswa zaman now, guru juga hendaknya menjadi guru zaman now. Namun, jangan salah, guru zaman now di sini bukanlah guru yang sukanya berdandan-dandan saja, mengikuti trend mode, ataupun guru yang hanya asal masuk kelas saja dan lain sebagainya.
Namun, guru zaman now di sini adalah guru yang mampu menginspirasi siswanya, guru yang mengenali siswanya tidak hanya nama, namun tahu karakter siswanya masing-masing, dan guru yang memiliki kemampuan dan keterampilan yang bisa diajarkan ke siswa dan bisa digunakan di masyarakat, dan banyak contoh positif lainnya.
Lalu bagaiman menjadi guru zaman now yang baik? Pertama kenali potensi siswa. Hal ini sangatlah penting, karena dengan guru mengenali potensi siswa kesenjangan antara guru dengan siswa bisa diminimalisir. Sehingga, guru dalam mendidik siswa zaman now bisa lebih efektif dan lancar.
Kedua, guru harus selalu mengupdate ilmu pengetahuan. Artinya, guru harus selalu belajar untuk lebih baik lagi, guru harus belajar ilmu pengetahuan baru. Selain memberi teladan siswa untuk selalu belajar, guru yang mau belajar mengupdate ilmu pengetahuan, pasti bisa menginspirasi guru lainnya untuk menjad lebih baik.
Yang ketiga, guru hendaknya memahami bahwa kecerdasan siswa tidaklah sama. Ada yang cerdas matematis, linguistic, logika, intrapersonal, naturalis dan lain sebagainya. Seperti yang disampaikan DR. Howard Gardner, tokoh Multiple Intellegience, bahwa kecerdasan  manusia itu adalah lingusitik, mathematic logic, visual spasial, musical, kinestetis, intrapersonal, interpersonal, dan naturalis. (Munif Chatib, 2013:56).
Sehingga dengan guru mengetahui beragamnya kecerdasan siswa, guru tentu bisa lebih efektif dalam mendidik siswa zaman now, tidak ada lagi berat sebelah dalam pembelajaran, siswa merasa terpenuhi kebutuhan akan kasihsayang seorang guru karena guru tahu apa yang siswa mau.
Keempat adalah bisa berkomunikasi dengan siswa. Artinya, guru bisa berkomunikasi tidak hanya dengan komunikasi verbal saja, tetapi bisa dengan hati, isyarat, dll. Sehingga dengan demikian, jika komunikasi tersebut lancar, siswa pasti bisa menangkap makna atau intisari atau rangkuman diinginkan gurunya.
Yang terakhir untuk menjadi guru zaman now adalah mendidik siswa dengan hati nurani. Artinya, guru haruslah menjadi guru kalbu, guru yang berkarakter dan guru yang mau mendampingi anak-anak menjadi lebih baik lagi.
Akhirnya, perlu keteladanan dan contoh yang baik dari guru, masyarakat dan stake holder lainnya untuk membentuk siswa zaman now menjadi siswa yang positif, berpikiran maju dan kreatif dan mampu diberi tanggungjawab untuk bisa berperan dalam pembangunan nasional.
 Tidak hanya itu, dengan praktik yang baik tersebut, harapannya karakter kids zaman now bisa selalu mengarah ke hal positif dan bisa membudayakan progam penguatan pendidikan karakter di sekolah masing-masing. Tentu demi Indonesia yang lebih hebat dan lebih berkarakter.
Nama   :  Nur Rakhmat,S.Pd. 
Guru  SDN Kalibanteng Kidul 01. UPTD Pendidikan Kecamatan Semarang Barat. Kota Semarang. Hp. 081542557038.
Email : nurrakhmatcahayakasihsayang@yahoo.com
Alamat: Jln. Candi Intan V No.1129 Rt.07 Rw.09 Pasadena Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang


Jumat, 10 November 2017

On 08.39 by Nur Rakhmat in    No comments
“TEBAR PESONA”, Langkah Cerdas Tumpas Hoaks
Oleh : Nur Rakhmat
            Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini semakin maju pesat, termasuk teknologi informasi di dalamnya. Tidak adanya sekat jarak ruang dan waktu serta Informasi yang semakin mudah didapat adalah beberapa contoh semakin majunya teknologi informasi dan komunikasi di era modern ini.
Namun sangat disayangkan, ada oknum yang tidak bertanggungjawab menyalahgunakan dampak positif globalisasi tersebut, tepatnya menyalahgunakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi dengan menyebarkan informasi palsu yang tidak sesuai dengan aslinya, atau disebut juga hoaks.
Hoaks sebagaimana dikutip dari kbbi.kemdikbud.go.id dalam versi daring adalah berita bohong. ( https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Hoaks, diakses 09 November 2017, pukul 04.30 WIB ). Oleh karena itu, berdasarkan makna tersebut, sudah seharusnya kita tidak termakan berita hoaks apalagi menyebarkan hoaks dengan tujuan menyesatkan informasi yang sudah ada.
Namun kenyataan saat ini, informasi yang benar dan informasi yang sifatnya hoaks, sangatlah sulit untuk kita bedakan. Sehingga, banyak dari kita yang termakan berita hoaks tersebut, dan ikut membagikan informasi tersebut melalui media sosial yang kita miliki.
Diantara contoh berita hoaks yang beberapa waktu lalu menjadi viral diantaranya adalah adanya kandungan berbahaya dalam minuman serbuk yang bisa menyebabkan batuk dan pengerasan otak, kandungan berbahaya pada nasi yang berubah warna menjadi biru setelah ditetesi obat antiseptik tertentu adalah contoh berita hoaks yang sangat meresahkan dan menyesatkan kita semua.
Dan jika tidak segera diantisipasi dengan melakukan kajian mendalam, dan pelurusan informasi, bukan tidak mungkin hoaks tersebut menjadi benar dan tidak menjadi berita hoaks. Selain itu, jika hoaks dibiarkan merajalela, bukan tidak mungkin kerusakan moral akibat malinformasi dan perpecahan bangsa atau disintegrasi bangsa terjadi, mengingat peredaran berita hoaks sangat masif dan masuk ke semua lini kehidupan masyarakat.
Pendidikan sebagai pilar utama mencerdaskan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat berperan penting dalam mencegah beredarnya berita hoaks. Terlebih dikatakan dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke empat bahwa salah satu tujuan nasional Bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Oleh karena itu, agar masyarakat bisa mencapai titik puncak kecerdasan dan bangsa ini bisa dikatakan cerdas, pendidikan haruslah bisa menjadi protektor atau pelindung masyarakat dan generasi bangsa ini dari seluruh ancaman yang mengancam eksistensi dan kredibilitas bangsa, termasuk mencegah tersebarnya hoaks di seluruh elemen masyarakat.
Mengapa pendidikan penting menjadi protektor? Hal ini dikarenakan pendidikan bersifat terus menerus, pendidikan juga bersifat membentuk daya nalar dan pendidikan juga menjadi modal utama dalam pembentukan karakter masyarakat utamanya generasi mudanya.
Bahkan dalam Bab II pasal 3 Undang Undang Nomor 20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, dikatakan, bahwa tujuan nasional pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengenmbangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Selain itu, dalam pendapat lain dikatakan, bahwa adulthood ( kedewasaan ) adalah tujuan umum pendidikan, tujuan esensial dari pendidikan, tujuan lengkap, dan tujuan akhir pendidikan. ( Waini R, 2104 : 99 ).
Oleh karena itu, guna menangkal berita hoaks, pendidikan dengan kecerdasan yang ada di dalamnya menjadi syarat utama dalam memberantas hoaks sampai ke akar-akarnya. Sehingga, mutlak bagi seluruh elemen masyarakat bersikap dewasa dan cerdas dalam berkomunikasi, cerdas dalam bersosialisasi, dan cerdas dalam memberantas hoaks di dalamnya.
Lalu langkah cerdas apa yang bisa dilakukan generasi yang hidup di era modern ini dan generasi zaman now dalam memberantas hoaks? “TEBAR PESONA”. Ya, “TEBAR PESONA” hemat kami adalah langkah cerdas guna menangkal maraknya berita hoaks yang ada di masyarakat.
Kemudian, apa yang dimaksud “TEBAR PESONA” tersebut? “TEBAR PESONA” merupakan sebuah akronim dari kata terima, baca, resapi, pelajari, sosialisasikan dan nyatakan. Artinya, jika ada berita hoaks langkah langkah yang hendaknya kita ambil sebagai bentuk identifikasi dan antisipasi adalah dengan sikap “TEBAR PESONA”.
Dan langkah “TEBAR PESONA” yang pertama adalah terima. Artinya jika ada informasi atau berita, baik itu berita hoaks atau bukan, langkah kita pertama kali adalah menerima berita tersebut dengan baik. Dengan tujuan, setelah kita menerima kita bisa menelaah dan menindaklanjuti, kemudian mengambil langkah apa yang seharusnya dilakukan.
Yang kedua adalah baca. Setelah kita menerima, otomatis kita juga membaca berita tersebut. Bentuk membaca berita atau informasi tersebut bukan hanya membaca dalam arti harfiah saja. Tetapi baca di sini mempunyai arti kedewasaan diri dalam menyikapi informasi yang kita terima. Dengan harapan, bilamana informasi tersebut benar, bisa dimanfaatkan dan bilamana informasi tersebut salah atau kurang tepat bisa diluruskan dengan mengkaji dan menggali informasi tersebut lebih jauh.
Kemudian yang ketiga adalah resapi. Setelah kita menerima informasi, kemudian membaca, langkah selanjutnya adalah meresapi. Artinya, setelah kita membaca dengan seksama diikuti dengan pertimbangan yang matang, hendaknya kita juga meresapi dan menghayati apakah informasi tersebut baik atau tidak? Apakah informasi tersebut benar atau tidak?
Lalu jika informasi sudah benar, informasi tersebut mau diapakan? Dan jikalau informasi tersebut juga belum benar mau diapakan? Apakah diabaikan? Atau ditelaah lebih lanjut? Nah, di sinilah peran penting penghayatan sebagai bagian kepribadian tiap individu dalam menerima setiap informasi yang diterima oleh masing-masing individu tersebut.
Langkah cerdas berikutnya adalah pelajari. Langkah ini merupakan langkah nyata dalam menerima setiap informasi yang diterima. Baik itu hoaks ataupun info yang benar. namun, dalam kaitannya dengan hoaks, langkah pelajari ini merupakan langkah utama dalam menerima informasi.
Mengapa demikian? Dengan mempelajari berita yang ada, secara tidak langsung kita juga belajar memecahkan masalah berbasis CTL (Contextual Teaching and Learning). Atau belajar dengan sistem yang menyeluruh dan terjalin jaringan antara bagian satu dengan bagian yang lain. Bahkan Elaine B Johnson, PH.D. dalam bukunya Contextual Teaching & Learning, menyatakan bahwa dengan CTL pendidikan akan lebih bermakna dan mampu memberikan pengalaman baru yang meransang otak menemukan makna baru dalam pembelajaran.(Elaine B. Johnson, 2006: 65).
Langkah cerdas selanjutnya setelah kita pelajari adalah sosialisasikan. Artinya, setelah semua fase sudah dilalui, sosialisasi atau penyampaian informasi hasil mempelajari informasi benar tidaknya informasi sangatlah ditunggu oleh semua elemen masyarakat. Agar apa? tentu agar masyarakat mengetahui benar tidaknya informasi yang mereka dapatkan.
Dan setelah masyarakat tahu benar tidaknya informasi yang diterima, langkah cerdas yang pamungkas atau terakhir adalah NyAtakan. Ya, menyatakan berita tersebut benar atau tidak. Fase manyatakan kebenaran informasi ini sangatlah penting, agar apa? Tentu agar semua elemen masyarakat sadar dan tahu akan benar tidaknya informasi yang mereka terima.
Sehingga, dengan semua elemen masyarakat sadar dan tahu benar tidaknya informasi yang diterima. Masyarakat akan lebih cerdas dan lebih tajam sikap kritis dan kreatifitasnya, utamanya dalam menangkal informasi yang sifatnya hoaks.
Selain itu, langkah “TEBAR PESONA” dalam menangkal hoaks tersebut tidak hanya semata-mata menangkal hoaks saja. Tetapi sekaligus sebagai respon bahwa tidak selamanya berita hoaks mengakibatkan dampak negatif bagi yang menerimanya. Artinya, dalam berita hoaks, kalau kita mau menelaah lebih dalam, ada nilai karakter di dalamnya. Seperti, karakter pembelajar dalam wujud mencari kebenaran informasi dan karakter nasionalis dalam usaha mencegah perpecahan bangsa yang diakibatkan oleh hoaks.
Bahkan karakter positif sebagai wujud pendidikan karakter dalam menerima informasi hoaks seperti sikap pantang menyerah, religius, sabar, cermat, nasionalisme, menyikapi hoaks dengan bijak, dewasa, bersikap kreatif dan karakter positif lainnya juga ada dalam usaha kita mencari kebenaran informasi apakah hoaks atau bukan hoaks.( Nur Rakhmat. Jawa Pos Radar Semarang. Hoax dan Pendidikan Karakter Bangsa, 16/04/17)
Kemudian, untuk menindaklanjuti adanya nilai karakter dalam berita atau informasi hoaks itu benar adanya adalah kami buktikan dengan melakukan percobaan bersama siswa saat pembelajaran. Saat itu, kami sedang mempelajari materi pengayaan pelajaran IPA tentang kandungan vitamin dan zat berguna dalam makanan. Materi tersebut kami sampaikan saat pembahasan kisi-kisi Ujian Sekolah.
Saat mempelajari materi tersebut, di media sosial marak berita ibu ibu khawatir dengan kandungan bahan kimia berbahaya dalam beras. Jika nasi berwarna biru apabila ditetesi cairan antiseptik itu berarti mengandung pengawet, jika berubah warna menjadi hitam, maka nasi tersebut mengandung pemutih. Dan anak-anak banyak juga yang terpengaruh dengan berita tersebut. Sehingga membuat kami merasa terpanggil mengajak anak-anak untuk bersama-sama mencari benar tidaknya informasi tersebut.
Yang pertama kami lakukan adalah, mengelompokkan anak menjadi beberapa kelompok, kemudian setelah itu anak-anak kami beri nasi putih dan satu buah larutan antiseptik. Banyak anak yang bertanya, untuk apa nasinya dan untuk apa obat antiseptiknya.
Setelah kami jelaskan, anak-anak kemudian paham, bahwa nasi dan cairan antiseptik yang dibawa tersebut digunakan untuk percobaan mengetes kebenaran informasi tentang nasi yang berwarna biru mengandung pengawet tersebut benar apa tidak.
Satu persatu anak-anak mencoba dan meneteskan cairan antiseptik ke nasi lalu mengamati perubahan yang terjadi. Di sini, anak bertanya lagi, “pak nasinya kok berubah warna menjadi ungu? Apakah ini mengandung pengawet pak?”
Setelah dirasa cukup melakukan percobaan, kami kemudian mengajak anak-anak menyimpulkan bersama hasil percobaannya, ada anak yang menjawab tidak berbahaya jika nasi berubah warna dan ada anak yang menjawab berbahaya jika nasi berubah warna. Dan agar anak tahu kebenarannya, kemudian kami menjelaskan ke anak, bahwa nasi yang berwarna biru setelah ditetesi obat anti septik tersebut tidaklah berbahaya.
Dan warna biru yang ditimbulkannya adalah sebagai bentuk akibat dari zat amilum yang terkandung dalam nasi sebagai salah satu sumber karbohidrat manusia. Dan jika antara amilum dan zat yang terkandung dalam obat antiseptik yaitu iodin bertemu, maka terjadilah perubahan warna, dan itu tidak berbahaya. Setelah mendengar penjelasan guru dan melakukan percobaan sendiri, anak-anak akhirnya tahu dan paham bahwa warna biru pada beras atau nasi jika ditetesi obat anti septik tidaklah berbahaya. Dan bisa ditebak, berarti informasi yang diterima sebelumnya adalah berita hoaks.
Dari kejadian tersebut kami melihat, ternyata anak-anak sangat tertarik jika mempelajari sesuatu yang baru, apalagi belajarnya menggunakan media dan langsung kontekstual sesuai dengan kondisi nyata yang ada. Sehingga kami menyimpulkan, dalam berita hoaks, jika kita mau berusaha untuk menemukan kebenarannya, banyak nilai karakter yang terkandung sebagai bentuk pendidikan karakter terhadap anak-anak dan kita semua.
Selain itu, dengan anak-anak mempelajari berita apakah hoaks atau bukan, kami berharap mereka bisa menjadi agen perubahan, menjadi agen cerdas anti hoaks yang selalu belajar, selalu pantang menyerah melawan hoaks dan menumpas hoaks dengan penuh kesadaran dan keikhlasan, demi Indonesia bebas hoaks di masa mendatang.
Maka dari itu, mari kita tumpas hoaks saat ini juga, tentu dengan penuh “TEBAR PESONA” sebagai bentuk sikap kedewasaan kita terhadap maraknya informasi hoaks yang ada di masyarakat. Dengan penuh kesadaran, dengan penuh kesabaran dan penuh keikhlasan pada diri kita.
Selain itu, marilah kita bentengi diri kita, keluarga kita, dan saudara-saudara kita dengan kecerdasan yang kita miliki agar tidak terjebak informasi hoaks. Tidak hanya kecerdasan intelektual yang kita gunakan, tetapi kecerdasan spiritual sebagai mahluk Tuhan adalah pondasi utama dalam menangkal berita hoaks. Dengan harapan, tercapainya Indonesia cerdas dan bebas hoaks. Amin ...
Tumpas hoaks dengan “TEBAR PESONA” ? Mengapa tidak?

Daftar Pusataka
B. Johnson, Elaini. 2006. Contextual Teaching & Learning : Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung : Mizan Media Utama.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Hoaks, diakses 09 November 2017, pukul 04.30 WIB.
Rakhmat, Nur. Jawa Pos Radar Semarang. Hoax dan Pendidikan Karakter Bangsa, 16 April 2017.
Rasyidin, Waini. 2014. Pedagogik Teoritis dan Praktis. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Tim Redaksi Nuansa Aullia.2006. Himpunan Perundang-Undangan RI. Bandung : CV. Nuansa Aullia

Biodata Penulis
Nama                           : Nur Rakhmat
Nama Sekolah             : SDN Kalibanteng Kidul 01 Kota Semarang
Alamat Sekolah           : Jln. WR Supratman 22-23 Kota Semarang

Link URL posting       : https://www.facebook.com/nur.rakhmat.167/posts/741142252750383















Senin, 06 November 2017

On 20.26 by Nur Rakhmat in    No comments
Sebuah renungan saat ini ...

Alhamdulillah sudah terbit di Harian Jawa Pos Radar Semarang pada Minggu, 16 April 2017

Hoax dan Pendidikan Karakter Bangsa
(Sebuah Refleksi)

Saat bangsa ini sedang belajar berdemokrasi yang benar, ada saja oknum yang tidak bertanggung jawab mengacaukan tatanan ideal bangsa ini dengan menyebar hoax sebagai wahana untuk memperkeruh suasana dan membenturkan berbagai opini agar kondisi yang sebelumnya kondusif menjadi keruh dengan munculnya rasa ketidakpercayaan terhadap satu sama lain dalam berbagai bidang kehidupan.
Kejadian tersebut jika dibiarkan terus menerus tentu bisa menjadi semakin besar, tidak terkontrol dan tidak terarah serta tidak menutup kemungkinan bisa menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap bangsa yang bisa menimbulkan konflik horizontal dengan puncak akibat terjadinya disintegrasi bangsa di negara tercinta Indonesia ini.
Ketidakpercayaan publik, benturan horizontal dengan mengangkat isu sara dan disintegrasi bangsa itulah yang diinginkan oknum penyebar berita hoax di bumi pertiwi punuh damai ini. Lebih parah lagi, adanya hoax, berita palsu tersebu apabila sudah menjangkiti dan tumbuh berkembang di masyarakat bisa mengakibatkan munculnya budaya baru yang sifatnya penuh kemunafikan dan kepalsuan.
Namun, hemat penulis jika kita sadar dan mau berpikir lebih jauh, adanya berita hoax dengan segala ancamannya tersebut bisa menjadi salah satu bentuk pelajaran, bentuk pendidikan bagi kita sebagai bagian dari Bangsa Indonesia yang majemuk ini.
Wujud Pendidikan Karakter
Hoax sebagai salah satu wujud pendidikan karakter? Mengapa tidak. Tentu kita sering mendengar pepatah “Pengalaman adalah guru yang terbaik”. Seperti itulah yang tengah terjadi di negara tercinta ini. Berbagai pengalaman yang terjadi akhir-akhir ini bisa kita jadikan sebagai pendidikan bagi kita semua.
Berbagai pengalaman yang menimpa bangsa ini bisa kita jadikan sebagai sarana belajar bagi kita semua, mulai dari elemen siswa sampai masyarakat. Tentu proses belajar tersebut sesuai dengan tingkat usia mereka. Proses belajar tersebut juga sesuai dengan tingkat kedewasaan mereka. Tidak mungkin seorang siswa sekolah dasar menanggapi hoax akan sama dengan siswa sekolah menengah, tidak mungkin pula siswa sekolah menengah menanggapinya sama dengan mahasiswa, begitu juga mahasiswa tidak mungkin sama dengan cara menanggapi yang dilakukan oleh masyarakat.
Oleh karena itu, walaupun masing-masing tingkatan usia berbeda cara menanggapi dan berbeda pula proses pendidikan yang dialaminya, namun kedewasaan berpikir tetap menjadi ukuran utama dalam keberhasilan proses pendidikan yang melibatkan pemecahan masalah terkait hoax ini.
Selain itu kemampuan sosial atau kemampuan individu untuk berinteraksi terhadap lingkungan juga sangat diperlukan dalam proses belajar menanggapi dan menyelesaikan masalah yang terkait dengan hoax tersebut. Selain agar tidak terjadi malpraktik dalam pergaulan sosial, sesungguhnya segala perilaku yang dilakukan antara tingkat usia yang satu dengan yang lain dan antar tingkat lingkungan sosial saling mempengaruhi satu sama lain.
Seperti yang disampaikan Wirosardjono bahwa bentuk-bentuk perilaku sosial itu merupakan hasil tiruan dan bentuk adaptasi dari pengaruh kenyataan sosial yang ada.(Mohammad Asrori,2009:117). Sehingga dari pendapat tersebut, bisa kita ambil kesimpulan bahwa bentuk tanggapan yang dilakukan oleh lingkungan masyarakat bisa mempengaruhi bentuk tanggapan yang dilakukan oleh lingkungan masyarakat di pendidikan menengah, begitu pula tindakan yang dilakukan masyarakat di lingkungan pendidikan menengah juga akan mempengaruhi tindakan yang diambil masyarakat pendidikan dasar.
Sehingga jika kita tidak sadar dan mengabaikan cara positif dalam menyikapi hoax, bukan tidak mungkin sikap tersebut bisa menimbulkan budaya baru yang di dalamnya nihil kedewasaan pikir dan sikap serta mengabaikan unsur kepribadian dan keluhuran dalam hidup berbangsa dan bernegara. Dan akibatnya pasti banyak generasi penerus bangsa yang gagap dan timpang serta minim pengalaman dalam berinteraksi dan melewat proses pendidikan pemecahan masalah di semua lini kehidupan dalam bermasyarakat.
Maka dari itu, keteladanan masyarakat dalam menyikapi hoax sangat diperlukan oleh kita semua, selain sebagai salah satu bentuk proses pendidikan, keteladanan yang positif juga merupakan bentuk interaksi positif yang bisa membentuk budaya positif bangsa guna menangkal hoax di segala lini kehidupan.
Kita semua sudah tahu, Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan kaya akan nilai-nilai budaya dan karakter positif bangsa. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban  bagi kita semua untuk menjaga nilai-nilai budaya tersebut. Jangan sampai budaya positif yang sudah membudaya tersebut hancur gara-gara hoax. Dan jangan sampai pula persatuan dan kesatuan bangsa ini mudah dipecah dibelah dengan berita hoax yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab tersebut.
Sehingga sudah menjadi kewajiban kita semua untuk belajar dan meningkatkan kepekaan kita terhadap fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar kita, agar kita mampu bersikap selektif dalam memperoleh berita serta agar kita juga mampu bersikap dewasa dalam menanggapi  dan menyikapi adanya hoax yang ada di sekeliling kita.
            Kemudian, sebagai lingkungan masyarakat pembelajar yang berkarakter positif, marilah kita selalu belajar agar mampu menangkal berita hoax dan mampu menyikapi dengan bijak segala berita yang berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan agar kita mampu menginspirasi generasi penerus bangsa menjadi generasi yang cerdas, bermoral serta unggul dalam karya yang peka terhadap majemuknya bangsa ini.
            Oleh karena itu, berdasar uraian di atas, sudah sangat jelas jika kita mampu menyikapi hoax dengan baik. Hoax yang sedang menjadi “tokoh utama” berbagai bidang di tanah air bisa dijadikan sebagai sumber belajar. Bisa kita jadikan sarana pembelajaran untuk semakin dewasa, untuk semakin memperbanyak dan meningkatkan karakter positif kita.
            Karakter positif seperti sabar, cermat, menghargai orang lain, kemudian nasionalime, pantang menyerah, religius dan karakter positif lainnya jelas sekali muncul saat kita mampu menyikapi berita hoax dengan bijak dan dewasa.
            Sehingga Indonesia yang beradab dan bermoral dengan segala kemajemukanya tetap terjaga serta kebhinekaan yang ada di negara kita mampu menjadi potensi bangsa yang menguntungkan dan mampu menjadi aset bangsa dalam menangkal disintegrasi bangsa untuk lebih membentuk bangsa ini menjadi bangsa yang lebih bersatu dan lebih baik. Amin... semoga.

Nur Rakhmat, S.Pd.
Guru SDN Kalibanteng Kidul 01 UPTD Pendidikan Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang.



Jumat, 03 November 2017

On 10.10 by Nur Rakhmat in    No comments
Alhamdulillah dimuat di Harian Jawa Pos Radar Semarang, 22 Januari 2017

Edisi motivasi untuk selalu berkarya ...


Siswa Kepo, Mengapa Tidak?

Oleh : Nur Rakhmat

“Pak sedang membaca apa?”, tanya Sinta ketika saya sedang membaca buku pada waktu jeda istirahat di perpustakaan.
Sebuah pertanyaan sederhana dari seorang siswa kepada guru yang mungkin sudah jarang kita temui saat ini. Terlebih pertanyaan tersebut muncul bukan saat proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Tentu menjadikan sekilas peristiwa tersebut menjadi sesuatu yang manarik untuk dikaji lebih mendalam.
Apalagi di zaman yang serba dikelilingi oleh kemajuan teknologi saat ini di mana tingkat ketertarikan siswa untuk lebih memiliki rasa ingin tahu semakin menipis dan memudar, membuat kita sebagai guru juga memiliki rasa ingin tahu, bagaimana cara menumbuhkan rasa ingin tahu siswa seiring dengan semakin mudahnya siswa mengakses berbagai informasi dari kemajuan teknologi informasi yang semakin pesat.
Kemudian bagaimana cara untuk menumbuhkan rasa ingin tahu siswa atau menumbuhkan kekepoan siswa di era yang semakin digital dan modern ini?  
Menjadi Teladan Siswa
Ya! Keteladanan guru adalah langkah pertama dan utama yang harus dilakukan seorang guru agar siswa lebih mempunyai rasa ingin tahu atau kepo. Tentu teladan disini adalah keteladanan guru yang terkait dengan perilaku positif dan pembiasaan positif yang mendukung siswa agar semakin tahu terhadap materi pelajaran atau ilmu pengetahuan lainnya dalam proses belajar yang dijalaninya.
Apalagi tugas guru dalam proses belajar mengajar tidak hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran saja. Tetapi dalam lingkup yang lebih luas guru juga mempunyai kewajiban untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan baik secara langsung maupun tidak langsung. (Slameto,2010:97).
Selanjutnya apa saja keteladan guru yang dapat dilakukan sebagai bentuk pendorong siswa agar lebih kepo akan ilmu pengetahuan guna mencapai tujuan pembelajaran dalam proses pendidikan yang dilaluinya. Hemat kami ada tiga bentuk keteladanan guru yang dapat dijadikan patokan agar rasa ingin tahu atau kekepoan siswa tumbuh dan semakin tumbuh.
Yang pertama adalah guru harus banyak membaca. Dengan banyak membaca secara otomatis tingkat pengetahuan guru juga semakin meningkat. Dan pengetahuan yang dimiliki guru juga semakin up date. Tentu hal ini akan menjadikan siswa lebih tertarik mengikuti pembelajaran kepada guru yang lebih banyak membaca daripada seorang guru yang hanya banyak bicara tetapi sedikit membaca.
Selain karena pengetahuan yang dimiliki guru semakin baru dan semakin kekinian, guru yang lebih banyak membaca juga akan lebih mudah dan menarik dalam menjawab pertanyaan dari siswa. Jawaban yang diberikan ke siswa juga semakin kaya dan variatif serta tidak monoton saja. Sehingga dalam proses pembelajaran siswa tidak merasa bosan dan semakin senang karena pengetahuan yang dimiliki guru juga semakin banyak.
Selain itu, guru yang semakin banyak membaca juga lebih besar pengaruhnya dalam mendorong karakter kognitif atau pengetahuan siswa. Mengapa demikian? Ini dikarenakan, guru yang semakin luas pengetahuannya, dalam proses pembelajaran juga akan lebih fleksibel dan bijak serta tidak kaku dalam merespon setiap tindakan siswa. Tentu hal ini akan merangsang daya kreatifitas siswa dalam menyikapi setiap permasalahan yang diberikan guru. Dan tentunya hal ini akan lebih mempermudah guru untuk mencapai tujuan pembelajaran karena dalam segi kognitif atau pengetahuannya siswa sudah meningkat lebih baik.
Kemudian bentuk keteladan kedua yang bisa dilakukan guru agar dapat menumbuhkan sikap rasa ingin tahu siswa atau kekepoan siswa adalah guru harus mempunyai semangat yang tinggi dalam proses belajar dan mengajar. Mengapa seorang guru harus mempunyai semangat tinggi dalam proses belajar dengan siswa? Karena baik langsung maupun tidak langsung, saat seorang guru semangat dalam mengajar dan mendidik siswanya, ada pengaruh yang sangat besar juga bagi siswa.
Dan sudah pasti, pengaruh yang utama tersebut bagi siswa adalah siswa juga semangat dalam belajar! Dan jika siswa sudah semangat dalam belajar, tentu dalam proses belajar mengajar dengan guru baik di kelas maupun di luar kelas, siswa juga akan semakin mudah dan lancar serta tentu proses ataupun hasil pembelajaran yang dirasakan oleh guru maupun siswa akan lebih bermakna pula.
Namun tentunya, proses ataupun hasil pembelajaran yang bermakna ini tidak lepas dari semangat tinggi guru dan siswa yang bisa berjalan seiya dan sekata. Dalam istilah kerennya, antara semangat guru dan siswa sudah ada chemistry yang baik untuk mencapai tujuan bersama saat proses belajar mengajar
Nah, di sinilah peran guru sebagai motivator ulung bagi siswa dibutuhkan. Apalagi dalam proses belajar antara siswa yang satu dengan yang lain mempunyai motif atau tujuan yang juga berbeda satu sama lain. Tentunya guru juga dituntut untuk lebih mendalami apa motif dan tujuan dari masing masing siswa tersebut.
Seorang guru juga dituntut untuk lebih mendalami karakteristik masing-masing siswa untuk lebih menumbuhkan semangat siswa yang berbeda pula. Dan tentunya guru juga dituntut untuk lebih jeli dalam melihat potensi yang ada pada masing-masing siswa. Di sinilah seorang guru berperan menjadi motivator ulung bagi diri dan siswanya. Dengan harapan agar dengan semangat yang dimiliki guru, siswa juga semakin lebih semangat dan rasa ingin tahunya juga meningkat pula dalam mencapai tujuan proses belajar mengajar.
Lalu langkah apa saja yang bisa dilakukan guru untuk menjaga semangat siswa? Diantaranya guru bisa menggunakan media pembelajaran yang tepat saat proses belajar mengajar berlangsung. Dan guna mencapai hasil optimal, media pembelajaran yang digunakan pun alangkah baiknya bukan hanya satu media. Tetapi seorang guru harus mampu menggunakan banyak media agar pembelajaran semakin variatif dan menarik serta tentunya semangat siswa dan guru juga semakin meningkat.
Selain itu guru juga bisa memberikan stimulasi yang menarik guna menantang daya pikir siswa agar lebih meningkat. Guru juga bisa memberikan kebebasan yang bertanggung jawab serta dukungan dan bantuan kepada siswa saat menghadapi kesulitan dengan harapan, semangat siswa semakin baik dan kreatifitas serta daya nalar siswa juga semakin baik pula.
Kemudian agar semangat siswa selalu ideal guru juga harus pandai mengatur strategi dalam pembelajaran. Mengapa demikian? Karena jika guru bisa mengatur ritme pembelajaran dan dalam pembelajaran guru bisa memvariasikan teknik dan metode pembelajaran yang baik, sikap kritis siswapun akan tumbuh. Terlebih saat ini kita menggunakan kurikulum nasional dimana pendekatan pembelajaran yang digunakan harus saintifik dengan sikap 5 M sangat dikedepankan. Apa itu 5 M, mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan.  
Lalu bentuk keteladan ketiga yang bisa dilakukan guru agar dapat menumbuhkan sikap rasa ingin tahu siswa atau kekepoan siswa adalah guru juga harus kepo. Ya, guru harus kepo jika siswanya ingin kepo juga. Dan kepo atau rasa ingin tahu bagi guru adalah hukumnya wajib.
Mengapa seorang guru wajib memiliki rasa ingin tahu tinggi atau kepo banget? Hal ini dikarenakan guru adalah pendidik yang profesional, tentunya dengan predikat profesional tersebut, guru juga harus selalu belajar, belajar, dan belajar. Selain agar pengetahuan yang dimiliki semakin meningkat, dengan selalu belajar, hal yang belum dikuasai atau belum dimengerti oleh guru akan bisa terpenuhi.
Sehingga tidak ada lagi guru yang ketinggalan zaman, tidak ada lagi guru yang kurang pengetahuan dan tidak ada lagi guru yang gaptek (Gagap teknologi) di era yang semakin meningkat pesat perkembangan ipteknya ini.
Selain itu, dengan guru selalu belajar dan selalu mempunyai rasa ingin tahu dalam ranah yang dimilikinya atau di luar ranah yang dimilikinya, tingkat standar pendidik yang dimiliki guru juga semakin baik. Sehingga salah satu standar pendidikan dari delapan standar pendidikan yang ada sudah terpenuhi.
Selanjutnya, dengan guru yang mempunyai rasa ingin tahu, siswa juga termotivasi untuk lebih tahu pula. Siswa terinspirasi untuk mengikuti gurunya yang mempunyai rasa ingin tahu. Sehingga dampaknya siswa juga turut serta terdorong untuk belajar, belajar, dan belajar. Sehingga peran guru sebagai inspirator bagi siswanya dari sudut pandang ini terpenuhi.
Namun, sebagai guru kita juga harus mampu melindungi siswa dari ancaman yang sifatnya mengancam rasa ingin tahu siswa akan hal positif. Karena bukan tidak mungkin, muncul kepo yang sifatnya negatif pada siswa. Sehingga di sinilah komunikasi yang efektif dan terbuka antara guru dan siswa diperlukan. Dengan harapan antara guru dan siswa mampu bekerja sama dan mampu belajar bersama guna kemajuan dalam menuju proses maupun hasil belajar dan mengajar yang lebih bermakna.
Akhirnya, sebagai pendidik profesional, mari sebagai guru wajib mempunyai rasa ingin tahu yang positif agar siswa juga terinspirasi untuk selalu meningkatkan karakter positifnya dan kita sebagai guru juga mampu meningkatkan kompetensi yang kita miliki sebagai bekal menjaga tingkat keprofesionalitasan kita serta sebagai sarana dalam meningkatkan kecerdasan bangsa guna mencapai Indonesia yang lebih baik dan lebih bermartabat. Amin...semoga.

Nama   :  Nur Rakhmat,S.Pd.
Guru  SDN Kalibanteng Kidul 01. Semarang Barat. Kota Semarang.

Kamis, 02 November 2017

On 14.58 by Nur Rakhmat in    No comments
Pendidikan Yang Menentramkan 

Alhamdulillah terbit di Harian Pagi Wawasan, 01/11/2017
Sebuah harapan tentang kondisi pendidikan yang didambakan ...


Pendidikan yang Menentramkan
 Oleh : Nur Rakhmat
Dewasa ini, pendidikan di Indonesia sedang belajar menuju ideal. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menuju bentuk ideal pendidikan tersebut. Mulai dari penataan dan peningkatan mutu guru, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, sampai perubahan kurikulum, seolah menjadi solusi wajib bagi pemerintah untuk menuju bentuk ideal pendidikan tersebut.
Namun ternyata, semua usaha pemerintah tersebut saat ini dampaknya masih belum bisa dirasakan optimal, baik oleh guru, masyarakat, maupun oleh orang tua. Masih adanya guru yang belum bersertifikasi, masih adanya guru yang tidak linear sesuai bidang yang diampunya, masih adanya pungutan di sekolah, masih adanya kekerasan atau bulying yang menimpa peserta didik, masih adanya masyarakat yang kesulitan untuk mengakses pendidikan dan masih belum konsistennya pemangku kepentingan dalam mewujudkan pendidikan ideal adalah semua bukti bahwa masih ada hal yang perlu dibenahi untuk mewujudkan bentuk ideal pendidikan di Indonesia.
Akan tetapi, sebelum kita mencari solusi apa yang dapat digunakan untuk membentuk bentuk ideal pendidikan, kita harus tahu terlebih dahulu apa sebenarnya kebutuhan mendasar yang diperlukan masyarakat setelah mengenal pendidikan? Apakah ingin menjadi seorang ilmuwan? Apakah ingin menjadi dermawan? Ataukah hanya sebagai prestise kebanggaan semata?
Lalu untuk apa kebutuhan mendasar tersebut diperlukan? Apakah ada kaitannya dengan pendidikan di tanah air? Untuk menjawab semua pertanyaan tersebut, kita lihat sekeliling kita, masih banyak warga yang kurang sejahtera, masih banyak pula warga yang sejahtera namun belum bisa hidup damai, tenang dan tentram, dan masih banyak permasalahan sosiap lainnya. Lalu apakah kebutuhan mendasar yang sangat diperlukan oleh masyarakat tersebut?
Ketentraman
Ya, kehidupan tentram! Jadi hemat penulis, masyarakat sangatlah membutuhkan pendidikan yang menentramkan. Masyarakat sangatlah membutuhkan kehidupan yang tentram, kehidupan yang menenangkan. Bukan kehidupan yang sejahtera ataupun kehidupan yang penuh gejolak, baik jiwa ataupun jasmani masyarakat.
Berpijak dari itu, sebenarnya pemerintahpun sudah memprogamkan pendidikan yang menyejahterakan. Namun untuk saat ini, bentuk pendidikan yang menyejahterakan masih kurang cukup. Karena belum tentu, masyarakat yang dikatakan hidup sejahtera bisa menjalani kehidupan yang tentram dan damai. Maka, masyarakat butuh konsep dan bentuk yang jelas sebagai imbas dari pendidikan, yaitu bentuk pendidikan yang menentramkan.
Mengapa pendidikan yang menentramkan sangat diperlukan oleh masyarakat daripada hanya pada hanya pendidikan yang menyejahterakan atau lainnya? Sesuai amanat Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Jadi, dari amanat undang-undang ini sudah sangat jelas,bahwa ke depannya peserta didik diharapkan untuk bisa menjadi manusia yang sebenarnya, yaitu manusia yang cerdas dan manusia yang berkarakter, tidak hanya menjadi manusia yang cerdas saja atau berkarakter saja.
Karena dengan hanya menjadi manusia cerdas, manusia tersebut belumlah bisa dikatakan manusia sesungguhnya. Sebaliknya manusia yang berkarakter saja, hemat kami juga belum bsia dikatakan sebagai manusia yang sesungguhnya. Oleh karena itu, kedua faktor tersebut, yakni cerdas dan berkarakter haruslah ada pada diri peserta didik, guru, masyarakat, bahkan pada diri pemangku kepentingan pendidikan di tanah air.
Mengapa cerdas dan berkarakter penting? Karena kedua faktor tersebut adalah cikal bakal pendidikan yang menentramkan. Mengapa demikian? Pendidikan sebagaimana yang disampaikan oleh semua ahli adalah jalan yang bisa digunakan sebagai sarana untuk menjadi manusia. Artinya pendidikan sangatlah penting. Namun demikian, pentingnya pendidikan berbanding lurus dengan usaha yang dilakukan oleh pihak yang terlibat langsung di dalamnya, mulai dari pemerintah, guru, dan masyarakat.
Jika usaha yang dilakukan pemerintah lakukan optimal, pasti hasilnyapun akan optimal. Tetapi jika usaha yang dilakukan setengah hati, pasti hasil yang didapat juga setengah hati atau justru bisa menimbulkan sakit hati.
Selain itu, mengapa cerdas dan berkarakter bisa sangat penting dalam menuju pendidikan yang menentramkan, ini dikarenakan dengan cerdas dan berkarakter, manusia bisa menempatkan bentuk penerimaan diri dengan baik, manusia bisa menempatkan sikap syukur dengan baik. Artinya manusia bisa merasakan kehidupan tentram dan damai, apapun kondisi hidup yang dialaminya.
Lalu, langkah apa yang dapat digunakan untuk mewujudkan pendidikan  yang menentramkan? Hemat penulis yang pertama adalah perubahan mindset bahwa pendidikan selalu berkelanjutan dan berkesinambungan. Artinya jika dalam proses awal atau kebijakan awal salah. Maka seluruhnya konsep dan aplikasi yang dilakukan oleh generasi selanjutnya juga salah.
Karena pendidikan tidak seperti orang melakukan jual beli dengan sistem putus kontrak. Dimana setelah kerjasama selesai, maka selesai pulalah semua kesepakatan yang ada di dalamnya. Namun, pendidikan akan selalu berproses, akan selalu mengalir dan mengalir dari jiwa satu ke jiwa lainnya. Oleh karena itu, akan fatal akibatnya jika pendidikan tidak dilaksanakan sesuai dengan tujuan awalnya atau tidak sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri.
Yang kedua adalah semua pelaku pendidikan atau semua stake holder pendidikan haruslah tentram terlebih dahulu. Baik pemerintahnya, gurunya, orang tua, maupun peserta didiknya. Semuanya harus tentram dan tenang terlebih dahulu. Kita ambil contoh, jika pemerintah sebagai pengambil kebijakan saja tidak tentram atau tidak tenang saat menempatkan keputusan, tentu semua kebijakan pemerintah akan membuat masyarakat tidak tentram, gaduh dan sebagainya. Sebaliknya, jika pemerintah tenang dalam mengambil dan menetapkan kebijakan, pasti kondisi masyarakat akan tentram dan damai jauh dari gejolak.
Dan yang terakhir adalah semua harus berkomitmen dan konsisten. Mulai dari pemerintah, masyarakat, orang tua sampai siswa, semuanya harus mempunyai komitmen bahwa pendidikan adalah sarana untuk memperbaiki masa depan. Oleh karena itu, agar pendidikan yang menetramkan terwujud, semua komitmen tersebut harus selalu diugemi, harus selalu dipatuhi, baik oleh pemerintah, masyarakat, maupun pihak orang tua dan sekolah.
Namun, untuk membentuk pendidikan yang menentramkan tidak seperti kita membalikkan telapak tangan. Namun dibutuhkan semangat juang pantang menyerah yang tinggi dan mempunyai visi misi yang baik untuk masa depan peserta didik. Selain itu, sikap berani juga dibutuhkan untuk mewujudkan pendidikan yang menentramkan tersebut. Karena dengan sikap berani, kita sudah menunjukkan bahwa semua membutuhkan proses, kerja keras, dan upaya yang tidak pernah berhenti sampai titik darah penghabisan, termasuk pendidikan yang menentramkan tersebut.
Akhirnya, mari kita bergerak bersama, maju bersama untuk mewujudkan bentuk pendidikan yang menentramkan, mewujudkan pendidikan yang mampu membawa perubahan positif di masa depan, pendidikan yang tidak hanya menjadikan peseerta didik untuk tahu apa, namun juga pendidikan yang mampu membuat peserta didik mampu menginspirasi, serta mampu menyejahterakan dan menentramkan pendidikan di masa depan. Tentunya untuk Indonesia yang lebih cerdas, bermoral, sejahtera, berkarakter dan tentunya Indonesia yang lebih tentram.

.Nur Rakhmat, S.Pd.
Guru SDN Kalibanteng Kidul 01  Kota Semarang.
HP. 081542557038
Alamat : Jalan Candi Intan V/1129 Rt.7/9 Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang