Senin, 06 November 2017
On 20.26 by Nur Rakhmat in Artikel Populer No comments
Sebuah renungan saat ini ...
Alhamdulillah sudah terbit di Harian Jawa Pos Radar Semarang pada Minggu, 16 April 2017
Alhamdulillah sudah terbit di Harian Jawa Pos Radar Semarang pada Minggu, 16 April 2017
Hoax
dan Pendidikan Karakter Bangsa
(Sebuah
Refleksi)
Saat
bangsa ini sedang belajar berdemokrasi yang benar, ada saja oknum yang tidak
bertanggung jawab mengacaukan tatanan ideal bangsa ini dengan menyebar hoax
sebagai wahana untuk memperkeruh suasana dan membenturkan berbagai opini agar
kondisi yang sebelumnya kondusif menjadi keruh dengan munculnya rasa ketidakpercayaan
terhadap satu sama lain dalam berbagai bidang kehidupan.
Kejadian
tersebut jika dibiarkan terus menerus tentu bisa menjadi semakin besar, tidak
terkontrol dan tidak terarah serta tidak menutup kemungkinan bisa menimbulkan
ketidakpercayaan masyarakat terhadap bangsa yang bisa menimbulkan konflik
horizontal dengan puncak akibat terjadinya disintegrasi bangsa di negara
tercinta Indonesia ini.
Ketidakpercayaan
publik, benturan horizontal dengan mengangkat isu sara dan disintegrasi bangsa
itulah yang diinginkan oknum penyebar berita hoax di bumi pertiwi punuh damai
ini. Lebih parah lagi, adanya hoax, berita palsu tersebu apabila sudah
menjangkiti dan tumbuh berkembang di masyarakat bisa mengakibatkan munculnya
budaya baru yang sifatnya penuh kemunafikan dan kepalsuan.
Namun,
hemat penulis jika kita sadar dan mau berpikir lebih jauh, adanya berita hoax
dengan segala ancamannya tersebut bisa menjadi salah satu bentuk pelajaran,
bentuk pendidikan bagi kita sebagai bagian dari Bangsa Indonesia yang majemuk
ini.
Wujud Pendidikan Karakter
Hoax
sebagai salah satu wujud pendidikan karakter? Mengapa tidak. Tentu kita sering
mendengar pepatah “Pengalaman adalah guru yang terbaik”. Seperti itulah yang
tengah terjadi di negara tercinta ini. Berbagai pengalaman yang terjadi
akhir-akhir ini bisa kita jadikan sebagai pendidikan bagi kita semua.
Berbagai
pengalaman yang menimpa bangsa ini bisa kita jadikan sebagai sarana belajar
bagi kita semua, mulai dari elemen siswa sampai masyarakat. Tentu proses
belajar tersebut sesuai dengan tingkat usia mereka. Proses belajar tersebut
juga sesuai dengan tingkat kedewasaan mereka. Tidak mungkin seorang siswa sekolah
dasar menanggapi hoax akan sama dengan siswa sekolah menengah, tidak mungkin
pula siswa sekolah menengah menanggapinya sama dengan mahasiswa, begitu juga
mahasiswa tidak mungkin sama dengan cara menanggapi yang dilakukan oleh masyarakat.
Oleh
karena itu, walaupun masing-masing tingkatan usia berbeda cara menanggapi dan
berbeda pula proses pendidikan yang dialaminya, namun kedewasaan berpikir tetap
menjadi ukuran utama dalam keberhasilan proses pendidikan yang melibatkan
pemecahan masalah terkait hoax ini.
Selain
itu kemampuan sosial atau kemampuan individu untuk berinteraksi terhadap
lingkungan juga sangat diperlukan dalam proses belajar menanggapi dan
menyelesaikan masalah yang terkait dengan hoax tersebut. Selain agar tidak
terjadi malpraktik dalam pergaulan sosial, sesungguhnya segala perilaku yang
dilakukan antara tingkat usia yang satu dengan yang lain dan antar tingkat
lingkungan sosial saling mempengaruhi satu sama lain.
Seperti
yang disampaikan Wirosardjono bahwa bentuk-bentuk perilaku sosial itu merupakan
hasil tiruan dan bentuk adaptasi dari pengaruh kenyataan sosial yang ada.(Mohammad
Asrori,2009:117). Sehingga dari pendapat tersebut, bisa kita ambil kesimpulan
bahwa bentuk tanggapan yang dilakukan oleh lingkungan masyarakat bisa mempengaruhi
bentuk tanggapan yang dilakukan oleh lingkungan masyarakat di pendidikan
menengah, begitu pula tindakan yang dilakukan masyarakat di lingkungan
pendidikan menengah juga akan mempengaruhi tindakan yang diambil masyarakat
pendidikan dasar.
Sehingga
jika kita tidak sadar dan mengabaikan cara positif dalam menyikapi hoax, bukan
tidak mungkin sikap tersebut bisa menimbulkan budaya baru yang di dalamnya
nihil kedewasaan pikir dan sikap serta mengabaikan unsur kepribadian dan
keluhuran dalam hidup berbangsa dan bernegara. Dan akibatnya pasti banyak
generasi penerus bangsa yang gagap dan timpang serta minim pengalaman dalam
berinteraksi dan melewat proses pendidikan pemecahan masalah di semua lini
kehidupan dalam bermasyarakat.
Maka
dari itu, keteladanan masyarakat dalam menyikapi hoax sangat diperlukan oleh
kita semua, selain sebagai salah satu bentuk proses pendidikan, keteladanan
yang positif juga merupakan bentuk interaksi positif yang bisa membentuk budaya
positif bangsa guna menangkal hoax di segala lini kehidupan.
Kita
semua sudah tahu, Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan kaya akan
nilai-nilai budaya dan karakter positif bangsa. Oleh karena itu, sudah menjadi
kewajiban bagi kita semua untuk menjaga
nilai-nilai budaya tersebut. Jangan sampai budaya positif yang sudah membudaya
tersebut hancur gara-gara hoax. Dan jangan sampai pula persatuan dan kesatuan
bangsa ini mudah dipecah dibelah dengan berita hoax yang dilakukan oleh oknum
yang tidak bertanggungjawab tersebut.
Sehingga
sudah menjadi kewajiban kita semua untuk belajar dan meningkatkan kepekaan kita
terhadap fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar kita, agar kita mampu
bersikap selektif dalam memperoleh berita serta agar kita juga mampu bersikap
dewasa dalam menanggapi dan menyikapi
adanya hoax yang ada di sekeliling kita.
Kemudian, sebagai lingkungan
masyarakat pembelajar yang berkarakter positif, marilah kita selalu belajar
agar mampu menangkal berita hoax dan mampu menyikapi dengan bijak segala berita
yang berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan agar kita mampu
menginspirasi generasi penerus bangsa menjadi generasi yang cerdas, bermoral
serta unggul dalam karya yang peka terhadap majemuknya bangsa ini.
Oleh karena itu, berdasar uraian di
atas, sudah sangat jelas jika kita mampu menyikapi hoax dengan baik. Hoax yang
sedang menjadi “tokoh utama” berbagai bidang di tanah air bisa dijadikan
sebagai sumber belajar. Bisa kita jadikan sarana pembelajaran untuk semakin
dewasa, untuk semakin memperbanyak dan meningkatkan karakter positif kita.
Karakter positif seperti sabar, cermat,
menghargai orang lain, kemudian nasionalime, pantang menyerah, religius dan
karakter positif lainnya jelas sekali muncul saat kita mampu menyikapi berita
hoax dengan bijak dan dewasa.
Sehingga Indonesia yang beradab dan
bermoral dengan segala kemajemukanya tetap terjaga serta kebhinekaan yang ada
di negara kita mampu menjadi potensi bangsa yang menguntungkan dan mampu
menjadi aset bangsa dalam menangkal disintegrasi bangsa untuk lebih membentuk
bangsa ini menjadi bangsa yang lebih bersatu dan lebih baik. Amin... semoga.
Nur
Rakhmat, S.Pd.
Guru
SDN Kalibanteng Kidul 01 UPTD Pendidikan Kecamatan Semarang Barat Kota
Semarang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Search
Video
Kurtilas
Kategori
Artikel Ilmiah Populer
(23)
Bank Soal
(20)
Artikel Populer
(15)
Puisi
(12)
Berita
(11)
Kisah Sang Guru
(10)
Cerita Anak
(6)
Pidato
(4)
Buku
(3)
Dongeng
(2)
Esai
(2)
Geguritan
(2)
info lomba
(2)
Cerpen
(1)
Galeri Foto
(1)
Media Pembelajaran
(1)
Pantun
(1)
TUGAS SISWA
(1)
TUGAS SISWA 2
(1)
Tugas 4
(1)
Tugas Siswa 3
(1)
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar