Oleh: Nur Rakhmat, S.Pd

Jumat, 10 November 2017

On 08.39 by Nur Rakhmat in    No comments
“TEBAR PESONA”, Langkah Cerdas Tumpas Hoaks
Oleh : Nur Rakhmat
            Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini semakin maju pesat, termasuk teknologi informasi di dalamnya. Tidak adanya sekat jarak ruang dan waktu serta Informasi yang semakin mudah didapat adalah beberapa contoh semakin majunya teknologi informasi dan komunikasi di era modern ini.
Namun sangat disayangkan, ada oknum yang tidak bertanggungjawab menyalahgunakan dampak positif globalisasi tersebut, tepatnya menyalahgunakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi dengan menyebarkan informasi palsu yang tidak sesuai dengan aslinya, atau disebut juga hoaks.
Hoaks sebagaimana dikutip dari kbbi.kemdikbud.go.id dalam versi daring adalah berita bohong. ( https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Hoaks, diakses 09 November 2017, pukul 04.30 WIB ). Oleh karena itu, berdasarkan makna tersebut, sudah seharusnya kita tidak termakan berita hoaks apalagi menyebarkan hoaks dengan tujuan menyesatkan informasi yang sudah ada.
Namun kenyataan saat ini, informasi yang benar dan informasi yang sifatnya hoaks, sangatlah sulit untuk kita bedakan. Sehingga, banyak dari kita yang termakan berita hoaks tersebut, dan ikut membagikan informasi tersebut melalui media sosial yang kita miliki.
Diantara contoh berita hoaks yang beberapa waktu lalu menjadi viral diantaranya adalah adanya kandungan berbahaya dalam minuman serbuk yang bisa menyebabkan batuk dan pengerasan otak, kandungan berbahaya pada nasi yang berubah warna menjadi biru setelah ditetesi obat antiseptik tertentu adalah contoh berita hoaks yang sangat meresahkan dan menyesatkan kita semua.
Dan jika tidak segera diantisipasi dengan melakukan kajian mendalam, dan pelurusan informasi, bukan tidak mungkin hoaks tersebut menjadi benar dan tidak menjadi berita hoaks. Selain itu, jika hoaks dibiarkan merajalela, bukan tidak mungkin kerusakan moral akibat malinformasi dan perpecahan bangsa atau disintegrasi bangsa terjadi, mengingat peredaran berita hoaks sangat masif dan masuk ke semua lini kehidupan masyarakat.
Pendidikan sebagai pilar utama mencerdaskan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat berperan penting dalam mencegah beredarnya berita hoaks. Terlebih dikatakan dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke empat bahwa salah satu tujuan nasional Bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Oleh karena itu, agar masyarakat bisa mencapai titik puncak kecerdasan dan bangsa ini bisa dikatakan cerdas, pendidikan haruslah bisa menjadi protektor atau pelindung masyarakat dan generasi bangsa ini dari seluruh ancaman yang mengancam eksistensi dan kredibilitas bangsa, termasuk mencegah tersebarnya hoaks di seluruh elemen masyarakat.
Mengapa pendidikan penting menjadi protektor? Hal ini dikarenakan pendidikan bersifat terus menerus, pendidikan juga bersifat membentuk daya nalar dan pendidikan juga menjadi modal utama dalam pembentukan karakter masyarakat utamanya generasi mudanya.
Bahkan dalam Bab II pasal 3 Undang Undang Nomor 20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, dikatakan, bahwa tujuan nasional pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengenmbangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Selain itu, dalam pendapat lain dikatakan, bahwa adulthood ( kedewasaan ) adalah tujuan umum pendidikan, tujuan esensial dari pendidikan, tujuan lengkap, dan tujuan akhir pendidikan. ( Waini R, 2104 : 99 ).
Oleh karena itu, guna menangkal berita hoaks, pendidikan dengan kecerdasan yang ada di dalamnya menjadi syarat utama dalam memberantas hoaks sampai ke akar-akarnya. Sehingga, mutlak bagi seluruh elemen masyarakat bersikap dewasa dan cerdas dalam berkomunikasi, cerdas dalam bersosialisasi, dan cerdas dalam memberantas hoaks di dalamnya.
Lalu langkah cerdas apa yang bisa dilakukan generasi yang hidup di era modern ini dan generasi zaman now dalam memberantas hoaks? “TEBAR PESONA”. Ya, “TEBAR PESONA” hemat kami adalah langkah cerdas guna menangkal maraknya berita hoaks yang ada di masyarakat.
Kemudian, apa yang dimaksud “TEBAR PESONA” tersebut? “TEBAR PESONA” merupakan sebuah akronim dari kata terima, baca, resapi, pelajari, sosialisasikan dan nyatakan. Artinya, jika ada berita hoaks langkah langkah yang hendaknya kita ambil sebagai bentuk identifikasi dan antisipasi adalah dengan sikap “TEBAR PESONA”.
Dan langkah “TEBAR PESONA” yang pertama adalah terima. Artinya jika ada informasi atau berita, baik itu berita hoaks atau bukan, langkah kita pertama kali adalah menerima berita tersebut dengan baik. Dengan tujuan, setelah kita menerima kita bisa menelaah dan menindaklanjuti, kemudian mengambil langkah apa yang seharusnya dilakukan.
Yang kedua adalah baca. Setelah kita menerima, otomatis kita juga membaca berita tersebut. Bentuk membaca berita atau informasi tersebut bukan hanya membaca dalam arti harfiah saja. Tetapi baca di sini mempunyai arti kedewasaan diri dalam menyikapi informasi yang kita terima. Dengan harapan, bilamana informasi tersebut benar, bisa dimanfaatkan dan bilamana informasi tersebut salah atau kurang tepat bisa diluruskan dengan mengkaji dan menggali informasi tersebut lebih jauh.
Kemudian yang ketiga adalah resapi. Setelah kita menerima informasi, kemudian membaca, langkah selanjutnya adalah meresapi. Artinya, setelah kita membaca dengan seksama diikuti dengan pertimbangan yang matang, hendaknya kita juga meresapi dan menghayati apakah informasi tersebut baik atau tidak? Apakah informasi tersebut benar atau tidak?
Lalu jika informasi sudah benar, informasi tersebut mau diapakan? Dan jikalau informasi tersebut juga belum benar mau diapakan? Apakah diabaikan? Atau ditelaah lebih lanjut? Nah, di sinilah peran penting penghayatan sebagai bagian kepribadian tiap individu dalam menerima setiap informasi yang diterima oleh masing-masing individu tersebut.
Langkah cerdas berikutnya adalah pelajari. Langkah ini merupakan langkah nyata dalam menerima setiap informasi yang diterima. Baik itu hoaks ataupun info yang benar. namun, dalam kaitannya dengan hoaks, langkah pelajari ini merupakan langkah utama dalam menerima informasi.
Mengapa demikian? Dengan mempelajari berita yang ada, secara tidak langsung kita juga belajar memecahkan masalah berbasis CTL (Contextual Teaching and Learning). Atau belajar dengan sistem yang menyeluruh dan terjalin jaringan antara bagian satu dengan bagian yang lain. Bahkan Elaine B Johnson, PH.D. dalam bukunya Contextual Teaching & Learning, menyatakan bahwa dengan CTL pendidikan akan lebih bermakna dan mampu memberikan pengalaman baru yang meransang otak menemukan makna baru dalam pembelajaran.(Elaine B. Johnson, 2006: 65).
Langkah cerdas selanjutnya setelah kita pelajari adalah sosialisasikan. Artinya, setelah semua fase sudah dilalui, sosialisasi atau penyampaian informasi hasil mempelajari informasi benar tidaknya informasi sangatlah ditunggu oleh semua elemen masyarakat. Agar apa? tentu agar masyarakat mengetahui benar tidaknya informasi yang mereka dapatkan.
Dan setelah masyarakat tahu benar tidaknya informasi yang diterima, langkah cerdas yang pamungkas atau terakhir adalah NyAtakan. Ya, menyatakan berita tersebut benar atau tidak. Fase manyatakan kebenaran informasi ini sangatlah penting, agar apa? Tentu agar semua elemen masyarakat sadar dan tahu akan benar tidaknya informasi yang mereka terima.
Sehingga, dengan semua elemen masyarakat sadar dan tahu benar tidaknya informasi yang diterima. Masyarakat akan lebih cerdas dan lebih tajam sikap kritis dan kreatifitasnya, utamanya dalam menangkal informasi yang sifatnya hoaks.
Selain itu, langkah “TEBAR PESONA” dalam menangkal hoaks tersebut tidak hanya semata-mata menangkal hoaks saja. Tetapi sekaligus sebagai respon bahwa tidak selamanya berita hoaks mengakibatkan dampak negatif bagi yang menerimanya. Artinya, dalam berita hoaks, kalau kita mau menelaah lebih dalam, ada nilai karakter di dalamnya. Seperti, karakter pembelajar dalam wujud mencari kebenaran informasi dan karakter nasionalis dalam usaha mencegah perpecahan bangsa yang diakibatkan oleh hoaks.
Bahkan karakter positif sebagai wujud pendidikan karakter dalam menerima informasi hoaks seperti sikap pantang menyerah, religius, sabar, cermat, nasionalisme, menyikapi hoaks dengan bijak, dewasa, bersikap kreatif dan karakter positif lainnya juga ada dalam usaha kita mencari kebenaran informasi apakah hoaks atau bukan hoaks.( Nur Rakhmat. Jawa Pos Radar Semarang. Hoax dan Pendidikan Karakter Bangsa, 16/04/17)
Kemudian, untuk menindaklanjuti adanya nilai karakter dalam berita atau informasi hoaks itu benar adanya adalah kami buktikan dengan melakukan percobaan bersama siswa saat pembelajaran. Saat itu, kami sedang mempelajari materi pengayaan pelajaran IPA tentang kandungan vitamin dan zat berguna dalam makanan. Materi tersebut kami sampaikan saat pembahasan kisi-kisi Ujian Sekolah.
Saat mempelajari materi tersebut, di media sosial marak berita ibu ibu khawatir dengan kandungan bahan kimia berbahaya dalam beras. Jika nasi berwarna biru apabila ditetesi cairan antiseptik itu berarti mengandung pengawet, jika berubah warna menjadi hitam, maka nasi tersebut mengandung pemutih. Dan anak-anak banyak juga yang terpengaruh dengan berita tersebut. Sehingga membuat kami merasa terpanggil mengajak anak-anak untuk bersama-sama mencari benar tidaknya informasi tersebut.
Yang pertama kami lakukan adalah, mengelompokkan anak menjadi beberapa kelompok, kemudian setelah itu anak-anak kami beri nasi putih dan satu buah larutan antiseptik. Banyak anak yang bertanya, untuk apa nasinya dan untuk apa obat antiseptiknya.
Setelah kami jelaskan, anak-anak kemudian paham, bahwa nasi dan cairan antiseptik yang dibawa tersebut digunakan untuk percobaan mengetes kebenaran informasi tentang nasi yang berwarna biru mengandung pengawet tersebut benar apa tidak.
Satu persatu anak-anak mencoba dan meneteskan cairan antiseptik ke nasi lalu mengamati perubahan yang terjadi. Di sini, anak bertanya lagi, “pak nasinya kok berubah warna menjadi ungu? Apakah ini mengandung pengawet pak?”
Setelah dirasa cukup melakukan percobaan, kami kemudian mengajak anak-anak menyimpulkan bersama hasil percobaannya, ada anak yang menjawab tidak berbahaya jika nasi berubah warna dan ada anak yang menjawab berbahaya jika nasi berubah warna. Dan agar anak tahu kebenarannya, kemudian kami menjelaskan ke anak, bahwa nasi yang berwarna biru setelah ditetesi obat anti septik tersebut tidaklah berbahaya.
Dan warna biru yang ditimbulkannya adalah sebagai bentuk akibat dari zat amilum yang terkandung dalam nasi sebagai salah satu sumber karbohidrat manusia. Dan jika antara amilum dan zat yang terkandung dalam obat antiseptik yaitu iodin bertemu, maka terjadilah perubahan warna, dan itu tidak berbahaya. Setelah mendengar penjelasan guru dan melakukan percobaan sendiri, anak-anak akhirnya tahu dan paham bahwa warna biru pada beras atau nasi jika ditetesi obat anti septik tidaklah berbahaya. Dan bisa ditebak, berarti informasi yang diterima sebelumnya adalah berita hoaks.
Dari kejadian tersebut kami melihat, ternyata anak-anak sangat tertarik jika mempelajari sesuatu yang baru, apalagi belajarnya menggunakan media dan langsung kontekstual sesuai dengan kondisi nyata yang ada. Sehingga kami menyimpulkan, dalam berita hoaks, jika kita mau berusaha untuk menemukan kebenarannya, banyak nilai karakter yang terkandung sebagai bentuk pendidikan karakter terhadap anak-anak dan kita semua.
Selain itu, dengan anak-anak mempelajari berita apakah hoaks atau bukan, kami berharap mereka bisa menjadi agen perubahan, menjadi agen cerdas anti hoaks yang selalu belajar, selalu pantang menyerah melawan hoaks dan menumpas hoaks dengan penuh kesadaran dan keikhlasan, demi Indonesia bebas hoaks di masa mendatang.
Maka dari itu, mari kita tumpas hoaks saat ini juga, tentu dengan penuh “TEBAR PESONA” sebagai bentuk sikap kedewasaan kita terhadap maraknya informasi hoaks yang ada di masyarakat. Dengan penuh kesadaran, dengan penuh kesabaran dan penuh keikhlasan pada diri kita.
Selain itu, marilah kita bentengi diri kita, keluarga kita, dan saudara-saudara kita dengan kecerdasan yang kita miliki agar tidak terjebak informasi hoaks. Tidak hanya kecerdasan intelektual yang kita gunakan, tetapi kecerdasan spiritual sebagai mahluk Tuhan adalah pondasi utama dalam menangkal berita hoaks. Dengan harapan, tercapainya Indonesia cerdas dan bebas hoaks. Amin ...
Tumpas hoaks dengan “TEBAR PESONA” ? Mengapa tidak?

Daftar Pusataka
B. Johnson, Elaini. 2006. Contextual Teaching & Learning : Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung : Mizan Media Utama.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Hoaks, diakses 09 November 2017, pukul 04.30 WIB.
Rakhmat, Nur. Jawa Pos Radar Semarang. Hoax dan Pendidikan Karakter Bangsa, 16 April 2017.
Rasyidin, Waini. 2014. Pedagogik Teoritis dan Praktis. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Tim Redaksi Nuansa Aullia.2006. Himpunan Perundang-Undangan RI. Bandung : CV. Nuansa Aullia

Biodata Penulis
Nama                           : Nur Rakhmat
Nama Sekolah             : SDN Kalibanteng Kidul 01 Kota Semarang
Alamat Sekolah           : Jln. WR Supratman 22-23 Kota Semarang

Link URL posting       : https://www.facebook.com/nur.rakhmat.167/posts/741142252750383















0 komentar:

Posting Komentar