Selasa, 10 Desember 2019
On 18.41 by Nur Rakhmat in Artikel Ilmiah Populer 2 comments
Alhamdulillah artikel ini pernah dimuat di Suara Merdeka pada tahun 2014. Ternyata setelah kurang lebih 6 tahun tindak laku kekeran di sekolah masih hampir sama dengan tahun tersebut. Artikel ini ditulis terkait kejadian data pertahun 2014. Semoga menambah hasanah literasi kita semua untuk sadar meninggalkan laku bullying dan peduli untuk menghilangkan bullying.
Ingat jangan ada bullying di antara kita !
Ingat jangan ada bullying di antara kita !
Sekolah
Ramah Anak,Antara Harapan dan Kenyataan
Oleh
: Nur Rakhmat
Semakin banyaknya tindak perilaku kejahatan seksual terhadap anak di
bawah umur yang terjadi di masyarakat, khususnya lingkungan sekolah seolah menandakan keamanan siswa-siswa kita semakin
terancam. Akibatnya, respek masyarakat untuk memercayakan pendidikan
putra-putrinya di sekolah cenderung berkurang. Padahal sejatinya, tidak semua sekolah
melakukan tindak kekerasan terhadap anak didiknya.
Saat ini nyaris tidak ada tempat aman bagi anak. Hampir semua lini, baik rumah, sekolah, maupun
lingkungan masyarakat, semuanya berbahaya bagi anak. Kekerasan terhadap anak, hampir
setiap tahun mengalami peningkatan. Data tahun 2010 kasus kekerasan dan pelecehan
seksual terhadap anak mencapai 3.339 kasus, dan tahun 2013 meningkat signifikan
menjadi 4.643 kasus. Temuan ini diikuti dengan kecenderungan masyarakat untuk bersikap
abai, dan tidak peduli serta ditengarai karena buruknya sistem pendidikan yang
ada.(Kompas,12/05/14).
Sungguh tragis dan memilukan bukan? Ibarat bola liar, terkuaknya tindak pelecehan
seksual anak yang dilakukan oleh petugas kebersihan JIS, menjadi pembuka
banyaknya temuan kekerasan terhadap anak. Seperti terbongkarnya kasus kejahatan
seksual terhadap siswi salah satu swasta SMP mahal di surabaya yang dilakukan oleh
oknum guru madrasahnya. Dan tewasnya Dimas Dikita Handoko taruna Sekolah Tinggi
Ilmu Pelayaran yang dianiaya dan dipukuli oleh seniornya.
Lalu kasus tewasnya Renggo Khadafi siswa kelas V SDN 09, Kampung
Makassar, Jaktim ,yang dipukuli kakak kelasnya gara-gara menyenggol botol
minuman. Padahal menurut keterangan sudah diganti, tetapi kakak kelasnya tersebut
masih memukulinya juga. Akibatnya, hari berikut Renggo demam tinggi dan tidak
masuk sekolah sebelum akhirnya meninggal dalam perjalanan ke Rumah Sakit.(SM,05/05/14).
Kemudian kasus penganiayaan yang menimpa Rexi Mainaqi siswa salah satu SD
swasta di kecamatan Banyuurip, Kab. Purworejo. Yang dilakukan oleh temannya sendiri
pada saat jam kosong, sehingga menyebabkan Rexi terluka parah dan mendapat
perawatan di Rumah Sakit, juga menambah makin masifnya kekerasan terhadap anak.(SM,12/05/14).
Semua kejadian tersebut seolah menjadi cambuk dan kado pahit bagi pemerintah
untuk lebih peduli lagi terhadap pendidikan Indonesia.Yang saat ini sedang
mencari arah menuju pendidikan ideal, bermakna, bermoral dan bermartabat.
Menurut UU No.23 Tahun 2002 tentang pelindungan anak. Anak adalah seseorang
yang belum berusia 18 tahun termasuk pula anak yang masih dalam kandungan. Jadi
anak adalah manusia yang masih sangat membutuhkan kasih sayang dari siapapun dan
di manapun, untuk mencapai tumbuh kembang optimal. Baik itu dari lingkungan
keluarga, sekolah maupun masyarakat. Sehingga perkembangan otak, mental dan
psikologi anak bisa maksimal. Apalagi bagi anak yang masih dalam kategori golden
age atau usia emas, antara 0-6 tahun tentu membutuhkan perhatian lebih dari
lingkungannya terutama, orang tua dan guru.
Terkait meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak, khususunya di sekolah. Ada
beberapa hal spesifik yang dapat menjadi tanda, anak dalam kondisi darurat bahaya
kekerasan. Seperti, kurang semangat belajar/sekolah, tidak bisa mengendalikan
diri, selalu melihat dirinya sebagai korban, depresi, suka mencari perhatian, menarik diri dari keluarga atau teman, pemalu, terlihat putus asa, dll.
Parameter tersebut sudah terbukti dalam kasus pelecehan seksual pada
siswa JIS yang dilakukan oleh petugas cleaning service. Korban selalu berontak
jika sedang dipakaikan celana oleh orang tua. Lalu pada kasus Renggo, kondisi demam
tinggi bisa jadi merupakan bentuk depresi yang menyebabkan dirinya dilarikan ke
rumah sakit, sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. Lalu bagaimana
supaya tindak kekerasan atau bullying terhadap anak dapat dihindari?
Demokratis
Untuk mengurangi tren meningkatnya
kekerasan terhadap anak, pemerintah sebenarnya sudah berupaya maksimal dengan menerbitkan
Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan membentuk KOMNAS
perlindungan anak. Namun semua usaha pemerintah tidak akan berhasil optimal jika
tidak didukung oleh unsur terkait. Mulai dari guru, tenaga pendukung
sekolah, siswa, komite sekolah, lingkungan sekolah, sampai instansi terkait, dll.
Zainal Aqib (2013) menuturkan untuk
mewujudkan sekolah ramah anak perlu sistem pembelajaran yang ramah guru dan
ramah anak. Artinya saat pembelajaran berlangsung, guru sebisa mungkin harus
menggunakan pendekatan yang fleksibel atau lebih menekankan aspek perasaan baik
(khusnudzan) pada siswa. Dimana semua tingkah laku siswa dianggap mempunyai
tujuan baik. Bukan berarti lepas kendali, namun guru perlu melakukan pendekatan sikap
yang penuh makna dan tidak melakukan berbagai bentuk kekerasan, baik fisik
ataupun psikis ke anak.
Jadi dalam pembelajaran, guru harus
bisa bersikap demokratis ke semua siswa. Jangan sampai guru tidak adil atau membedakan
perlakuan antara siswa satu dengan lainnya. Karena ini dapat memicu kecemburuan atau
ketegangan antar siswa, yang muaranya bisa terjadi tindak kekerasan horisontal
antar anak.
Guru juga harus mampu memahami
karakter dan keunikan anak. Serta mampu mengubah mindset bahwa kecerdasan tiap anak
berbeda. Bisa jadi anak lemah di matematika, tetapi dalam bermusik anak handal
ataupun sebaliknya. Ini menunjukkan bahwa kecerdasan anak tidak hanya kognitif, namun
adapula musik, personal, intrapersonal, linguistik, dll. Hal ini sesuai dengan apa
yang dikemukakan pakar pendidikan, Howard Gardner dengan teori dahsyatnya,
Multiple Intelligences.
Dapat Dicegah
Mengingat bahayanya dampak kekerasan
terhadap anak, baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Dalam jangka
pendek seperti kematian, minder, luka fisik permanen, ataupun meningkatnya
perilaku negatif anak. Dan dampak jangka panjang seperti dendam,k urang bisa
bersosialisasi, penyimpangan perilaku dan kemungkinan menjadi pelaku kajahatan
di kemudian hari, benar-benar darurat untuk dicari penyelesainnya.
Dalam kasus korban cenderung menjadi
pelaku di kemudian hari, ini tampak pada kasus pelecehan seksual terhadap siswa
JIS. Dimana salah satu pelakunya pernah mengalami pelecehan seksual di masa
kecil, yang diduga dilakukan oleh penjahat pedofilia internasional yang menyaru
mejadi guru di sekolah tersebut.
Melihat besarnya akibat negatif yang ditimbulkan dari kekerasan anak di
sekolah. Baik kekerasan seksual, fisik, verbal, psikis dan emosi. Ada beberapa usaha
yang dapat sekolah lakukan guna mencapai predikat sekolah ramah anak. Pertama, menekankan
pentingnya pendidikan seks sejak dini. Progam ini bukanlah hal yang tabu untuk
dibicarakan. Jangan sampai anak justru tahu tentang seks dari lingkungan yang
salah. Selain dapat berakibat siswa dalam pusaran pornoaksi dan pornografi, pendidikan seks yang salah juga
dapat menjerumuskan siswa dalam pergaulan bebas. Apalagi saat ini, teknologi
informasi semakin murah dan mudah diakses.
Kedua, tingkatkan komunikasi antara
sekolah dengan orang tua. Ini sangat urgen dilakukan, karena mayoritas orang tua, jika
anaknya sudah masuk sekolah, mereka cenderung abai akan perkembangan anak. Padahal
mendidik anak bukan hanya tugas guru di sekolah, namun orang tuapun sangat
berperan penting dalam perkembangan anak mencapai kematangan jiwa dan pikirnya.
Ketiga, perbaiki budaya keseharian sekolah. Artinya
perlu adanya hubungan yang baik antara kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan
dan siswa. Sehingga bila suasana religius, kekeluargaan, kasih sayang, peduli dan
saling menghargai, dan tahu antara hak, tugas
serta kewajiban masing-masing di sekolah terbentuk. Nantinya diharapkan terwujud
suasana yang kondusif serta ramah, dan aman bagi semua warga sekolah utamanya
siswa.
Keempat, pertegas aturan. Untuk
membuat efek jera pelaku kekerasan terhadap anak, sangat diperlukan aturan yang
tegas dan kuat. Misalnya jika pelakunya oknum guru, bisa dipenjarakan atau
dimutasi, dan bentuk hukuman lainnya. Lalu bila pelakunya temannya di
sekolah, karena masih anak-anak, pertama segera tegur, namun jika masih mengulangi
bahkan semakin beringas dan brutal. Opsi pengembalian anak ke orang tua dan menyerahkan
anak ke lembaga hukum berwenang bisa dipilih. Karena hal ini sudah bukan
kekerasan lagi, tetapi sudah menjurus kasus kriminalitas.
Kelima, perketat pengawasan
anak, khususnya di sekolah. Seperti kasus Rexi, disinyalir guru lalai mengawasi
anak. Dikarenakan guru melakukan takziah, sehingga kontrol terhadap anak kurang. Sebagai
bahan pertimbangan, takziyah hendaknya diwakili sebagian guru ,ataupun bergantian. Sehingga
tidak meninggalkan jam efektif dan siswa tetap dalam pengawasan guru.
Meski berbagai usaha sudah
ditempuh untuk mewujudkan sekolah ramah anak. Namun jika tidak didukung oleh loyalitas, komitmen
dan kesadaran untuk konsisten mewujudkannya. Usaha ini akan sia-sia, dan justru bisa
jadi memperburuk keadaan. Mental positif dan tingkat spiritualitas warga sekolah
sangat diperlukan untuk mengawal terbentuknya sekolah ramah anak ini.
Oleh sebab itu mari kita dukung
upaya semua pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, dan sekolah untuk mewujudkan
sekolah ramah anak. Demi terciptanya suasana sekolah yang kondusif, aman, mampu
mewujudkan pelayanan optimal dan mampu dipercaya masyarakat serta dapat
menghasilkan proses, hasil pembelajaran berkualitas demi pendidikan Indonesia
yang lebih baik.
Sehingga sekolah ramah anak bukan
hanya harapan dan impian saja. Namun mampu diwujudkan, sebagai embrio terwujudnya
pembangunan nasional Indonesia. Guna membentuk generasi muda yang unggul, cerdas, dan
bermoral. Demi terwujudnya Indonesia yang kuat dan bermartabat dalam percaturan
internasional. Semoga!
Biodata
Nama : Nur Rakhmat,S.Pd.
Pecinta
pendidikan,Guru SDN Gisikdrono 2
Semarang, Kota Semarang
Hp.
081542557038.
NB.
Tulisan ini adalah versi tahun 2014 saat awal latihan nulis. Tulisan yang ada adalah tulisan versi asli, dan versi cetak tentu kalimat dan susunannya lebih baik, karena dibantu edit oleh editor. Jadi selamat membaca dan jangan ada bullying di antara kita.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Search
Video
Kurtilas
Kategori
Artikel Ilmiah Populer
(23)
Bank Soal
(20)
Artikel Populer
(15)
Puisi
(12)
Berita
(11)
Kisah Sang Guru
(10)
Cerita Anak
(6)
Pidato
(4)
Buku
(3)
Dongeng
(2)
Esai
(2)
Geguritan
(2)
info lomba
(2)
Cerpen
(1)
Galeri Foto
(1)
Media Pembelajaran
(1)
Pantun
(1)
TUGAS SISWA
(1)
TUGAS SISWA 2
(1)
Tugas 4
(1)
Tugas Siswa 3
(1)
Diberdayakan oleh Blogger.
Artikelnya mantab, Bang. Terima kasih
BalasHapussiap bang. bisa dishare monggo mtr nuwun..
BalasHapus