Oleh: Nur Rakhmat, S.Pd

Selasa, 10 Desember 2019

On 18.45 by Nur Rakhmat   No comments

Menanti Aksi Pemimpin Ramah Guru
Oleh : Nur Rakhmat
Pemilu 2014 telah melahirkan sosok pemimpin yang ditunggu janjinya saat kampanye oleh masyarakat, termasuk guru. Sebagai salah satu motor penggerak bangsa dan profesi, dinamis, luwes yang bisa masuk di segala sendi kehidupan masyarakat, guru juga menantikan gebrakan apa yang akan dilakukan pemerintah, khususnya bidang pendidikan.
Nah, bersama momentum hari guru dan hari lahir organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), tanggal 25 November 2014. Pemimpin ramah guru yang lebih peduli terhadap pendidikan khususnya guru, sangat didamba aksinya oleh seluruh guru di tanah air.
Guru menurut Undang-Undang No.14 tahun 2005 adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Permasalahan Kompleks
Dari definisi tersebut, seolah sangat mudah mewujudkan guru ideal. Tetapi sesungguhnya dibalik mulia dan berwibawanya profesi guru. Sebenarnya banyak masalah urgen yang harus segera diselesaikan.
Diantaranya, persebaran guru yang tidak merata, LPTK yang kurang kredibel, kurangnya kesejahteraan guru terutama guru honorer di sekolah negeri dan guru di sekolah swasta kategori bukan favorit, dana sertifikasi yang sering terlambat serta distribusi yang dipersulit.
Kemudian belum meratanya system pengembangan dan peningkatan profesionalitas guru, insfrastruktur pendidikan yang masih banyak ketimpangan, legalisasi kepastian organisasi guru, dan minimnya perlindungan hukum bagi guru, menjadikan kemuliaan guru tercederai serta potensi guru kurang bisa berkembang optimal.
Memang tidak bisa dipungkiri, ada guru yang belum professional. Namun, seringnya semua guru dianggap salah karena tidak bisa menjalankan tupoksi dengan baik. Tindakan tersebut jelas wujud “bullying” terhadap guru.
Seperti dalam penerapan kurikulum 2013 ini, guru seringkali dikambinghitamkan atas belum maksimalnya implementasi K13. Padahal aspek seperti, kurang fokusnya pemerintah terhadap progam yang diluncurkan, adanya ketimpangan infrastruktur secara nasional yang menghambat distribusi buku dan sarana penunjang pendidikan.
Lalu tidak optimalnya sosialisasi dan pendampingan guru, uji public atau progam piloting sekolah sasaran yang terkesan ambil kategori sekolah favorit saja. Menambah daftar vonis tuduhan kesalahan terhadap guru terlihat sangat besar.
Diluar hal tersebut, hemat penulis, factor penyebab guru sulit mencapai ideal dapat dikelompokkan menjadi dua, factor intern dan factor ekstern. Factor intern antara lain tingkat berbedanya profesionalitas guru, kualifikasi guru yang belum sesuai, kurangnya motivasi guru menambah pengetahuan, dan adanya guru yang belum siap menerima perubahan, dll.
Kemudian unsur ekstern diantaranya kebijakan pemerintah yang tidak ramah guru, kurang berimbangannya pemberitaan di media terkait guru, menurunnya kepercayaan sebagaian masyarakat, kurang daya dukung masyarakat untuk peduli pendidikan, ketimpangan infrastruktur, dan tingginya animo masyarakat menjadi guru sehingga memunculkan LPTK “abal-abal”, dll.
Namun, masyarakat tidak melihat factor tersebut. Mayoritas masyarakat yang “melek” pendidikan ataupun masyarakat awam, kompak memvonis, guru tidak professional!
Kebijakan Ramah Guru
            Guna memutus mata rantai vonis negative terhadap guru, kebijakan ramah guru bisa menjadi solusi efektif. Salah satu bentuknya, dalam menerapkan kebijakan, pemerintah hendaknya jangan terburu-buru. Namun, dengarkanlah dulu bagaimana aspirasi guru dari akar rumput.
Dan pemerintah seyogyanya juga paham jika guru satu berbeda dengan guru lain. Jangan hanya menuntut guru untuk menghargai perbedaan siswa, Namun pemerintah juga harus mengerti kalau tingkat pemahaman guru selayaknya murid yang mempunyai beraneka ragam kecerdasan.
Oleh karena itu, pemerintah seharusnya menjadi pendengar yang baik segala aspirasi guru. Pemerintah juga tidak boleh sepihak menerapkan kebijakan tanpa adanya konfirmasi dengan elemen guru. Pemerintah jangan hanya mendengar para pakar dan pemerhati pendidikan yang hanya tahu teori tapi belum tentu mengerti bagaimana kondisi riil di lapangan.
Belajar dari kurang optimalnya beberapa progam pemerintah sebelumnya. Pemerintah sekarang hendaknya mencari formula efektif guna memperbaiki system pendidikan yang belum ramah guru. Wacana pembentukan Dewan Guru Nasional yang dikemukakan beberapa tokoh, perlu direalisasikan sebagai koreksi dan proteksi terhadap system keguruan di Indonesia.
Selain itu, pemerintah juga perlu merekonstruksi system pembinaan guru. Memang pemerintah sudah menerapkan Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Namun, kebijakan tersebut belum sepenuhnya ramah guru. Selain memberatkan bagi sebagian guru, esensi makna profesi guru belum sepenuhnya tercover dalam aturan tersebut.
Dan bukan zamannya lagi pemerintah menggertak guru dengan pencabutan dana sertifikasi serta mempersulit hak guru. Namun, kepedulian pemerintah melibatkan guru, memotivasi, dan mendorong guru mencapai kondisi ideal sangat didamba para guru di tanah air.
Akhirnya adanya kesediaan pemerintah membentuk tim yang melibatkan elemen guru guna mengevaluasi kurikulum 2013, dikarenakan belum ada feedback nyata, perlu diapresiasi oleh guru di seluruh tanah air.(Koran Wawasan, 23/11/2014).
Dan bersama HUT guru serta PGRI yang ke 69, semoga langkah tersebut bisa menjadi kado termanis guru di era menteri Anies. Sehingga dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, guru bisa mencapai kondisi ideal. Demi majunya pendidikan di tanah air yang lebih mampu bersaing dalam dinamika masyarakat global. Amin…
Salam solidaritas!!





Nama   :  Nur Rakhmat, S.Pd.
   Anggota PGRI dan Guru  SDN Gisikdrono 2, Semarang Barat, Kota Semarang.
   Hp. 081542557038
                          
                          





0 komentar:

Posting Komentar