Minggu, 11 Oktober 2020
“Sepeda Lipat” dan Adaptasi Kebiasaan Baru Pendidikan di
Era New Normal
Karya :
Nur Rakhmat
Guru
SDN Kalibanteng Kidul 01 Kota Semarang
Pendidikan
adalah usaha sadar yang berjalan terus menerus. Dalam Undang Undang No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suatu suasana belajar dan suatu
proses pembelajaran agar peserta didik bisa secara aktif mengembangkan segala
potensi dirinya guna memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Sehingga
dari keterangan di atas dapat dikatakan bahwa pendidikan tersebut harus direncanakan,
proses sesuai rencana, dan hasil pendidikan juga harus sesuai rencana. Selain itu,
berdasarkan UU Sisdiknas tersebut juga bisa dikatakan bahwa pendidikan hendaknya
bisa menumbuhkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang baik.
Selain
itu, ditemukan pula dalam UU Sisdiknas tersebut pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan potensi siswa agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalaian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan yang
dibutuhkan siswa untuk bertahan hidup dan berdaya guna demi kepentingan diri,
masyarakat, bangsa dan negara.
Namun,
saat ini di tengan pandemi korona, di tengah wabah yang semakin merambah semua
lini kehidupan termasuk pendidikan, proses pendidikan mulai dari perencanaan,
proses, dan hasil ikut berubah pelaksanaanya seiring dengan mulainya kebiasaan baru
sebagai salah satu dampak adanya wabah.
Kita bisa
melihat dengan jelas, dalam skala makro kehidupan ekonomi dunia dilanda resesi,
selain itu dalam kehidupan sosial budaya juga mulai tumbuh kesadaran selalu menjaga
kebersihan, ada pula physical distancing, dan perubahan bentuk budaya lainnya.
Dalam skala
ranah pendidikan di tanah air, tentu adanya lonjakan perubahan pola pendidikan,
yang tadinya ada tatap muka di kelas, seiring dengan adanya korona, pola proses
pendidikan di sekolah berubah menjadi berlangsung daring atau dalam jaringan.
Semua perubahan
tersebut tentu memberikan dampak yang signifikan dalam berbagai bidang,
khususnya pendidikan. Kita tidak bisa memungkiri, akibat wabah korona ini guru
dipaksa bisa menjalankan piranti atau perangkat pembelajaran berbasis teknologi
informasi dari yang sebelum adanya korona masih hanya sebatas wacana.
Kita juga
tidak bisa memungkiri, bahwa pendidikan tanpa kertas juga bisa terwujud dengan
adanya wabah korona ini. Namun, kita juga tidak bisa menafikan pula, dengan adanya
korona ini, ada salah satu tahapan pendidikan yang hilang dan tereduksi secara massif,
yaitu keteladanan langsung atau pendidikan langsung khususnya dari bapak ibu
guru di sekolah dan jika tidak segera diambil tindakan preventif yang tepat,
justru bisa menjadi bumerang bagi pendidikan Indonesia di masa mendatang.
Dan yang
lebih berbahaya lagi, jika tidak segera ditemukan formula yang tepat, hal
tersebut bisa memberikan dampak negative atau memunculkan sikap negative bagi
kehidupan berbangsa mulai dari degradasi moral, lunturnya cinta tanah air,
serta tereduksinya berbagai karakter dan moral positif generasi mendatang.
Maka di
sinilah peran stake holder pendidikan bergotong royong, bahu membahu dan bersatu
padu untuk tetap menjunjung nilai nilai karakter bangsa yang terangkum dalam
nilai moral karakter Pancasila agar lebih bisa menjadi benteng kokoh bagi bangsa
Indoneseia, khususnya bagi generasi penerus bangsa.
Sebagaimana
kita ketahuai bersama bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural, bangsa
Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Maka Pancasila sebagai landasan idiil
bangsa memiliki peran penting dalam tatanan kehidupan bangsa Indonesia guna
menyatukan kebhinekaan itu dalam tatanan kehidupan yang berjiwa dan berpijak
pada Pancasila.
Bahkan
tokoh nasional Prof. DR. Siti Musdah Mulia, MA dalam bukunya yang ditulis
bersama Ira D Aini mengatakan Pancasila adalah suatu falsafah bangsa yang harus
diketahui segenap warga negara Indonesia sehingga semua warga negara Indonesia
mampu menghargai, menghormati, menjaga semua nilai dan karakter dalam Pancasila
yang sudah diperjuangkan oleh para pahlawan bangsa. Sehingga baik golongan muda
alias golongan milenial dan golongan old atau orang tua bisa
tetap menjaga dan menjalankan kehidupan Pancasila tanpa ada keraguan dan tanpa ada
kebimbangan. ( Siti Musdah Mulia, Ira D A, 2013 : 75).
Lalu bagaimana
langkah yang bisa dilakukan agar seluruh komponen bangsa, utamanya siswa bisa
menjadi generasi Pancasila dan tetap menjunjung profil siswa Pancasila yang
berkarakter utuh dalam proses pendidikan dan pembelajaran serta kehidupan?
“SePeDa
LiPaT”
Ya, “Sepeda
Lipat” hemat kami adalah salah satu usaha yang dapat dilakukan dan dibiasakan
serta diterapkan dalam proses pembelajaran baik di sekolah maupun di rumah. Tentunya
pelaksanaannya di sini harus tetap mengedepankan penanaman nilai nilai pencasila
dalam kehidupan keseharian.
Kemudian,
apa yang dimaksud dengan “Sepeda Lipat”? Sepeda Lipat adalah bentuk akronim
dari kata Sebarkan Pesan Damai Literasi
Pancasila Terpadu. Akronim ini mengandung pengertian
bahwa dalam menerapkan dan kemudian menumbuhkan nilai nilai Pancasila di
keseharian pada era new normal atau kebiasaan baru pada era pandemic ini adalah
dengan cara menyebarkan pesan damai menggunakan model pendekatan literasi Pancasila
terpadu.
Pesan damai
yang dimaksud di sini bisa berupa kalimat ajakan atau kalimat himbauan, bisa
berupa kalimat yang berupa contoh pengamalan 5 sila dalam keseharian serta kata
mutiara atau bentuk kalimat lainnya yang dikemas menggunakan media poster, status
pada media sosial, atau pesan broadcast melalui media sosial lainnya.
Selanjutnya
adalah literasi Pancasila. Mengapa literasi? Hemat kami literasi sangat efektif
untuk menanamkan, menumbuhkan nilai nilai Pancasila dalam keseharian baik di
sekolah, maupun dalam keseharian siswa dalam dunia permainan mereka di lingkungan
sekitar. Karena dengan literasi, siswa tidak hanya membaca atau tahu saja,
tetapi dengan literasi siswa juga belajar untuk menerapkan apa yang sudah dipelajarinya
sebagai bentuk pemahaman lanjut proses belajar.
Seperti
yang disampaikan oleh Najeela Shihab bahwa literasi membutuhkan yang namanya aplikasi
sebagai wujud dari proses belajar yang diramu dengan kreatifias dan berkreasi
untuk menghasilkan karya, dengan tetap dibutuhkan guru atau orang tua yang mau
mengupgrade kemampuan literasinya agar lebih mampu menumbuhkan siswa dalam
berliterasi dan berkreasi. ( Najeela Shihab, 2019: 16).
Adapun
bentuk literasi Pancasila yang yang dapat ditumbuhkan dan dibudayakan oleh siswa
dan dari serta kepada siswa melalui sistem Sepeda Lipat ini adalah nilai nilai
yang berkaitan dengan erat dengan pengamalan Pancasila sesuai dengan sila sila dalam
Pancasila, mulai dari Ketuhanan yang Maha Esa Sampai Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia.
Selain
itu, hendaknya siswa juga lebih sering menerima pesan keseharian terkait profil
pelajar pancasila seperti yang disampaikan Mas Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Nadiem Makarim dalam https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/view&id=249900852,
bahwa profil pelajar Pancasila adalah pelajar yang memiliki indikator pertama
beriman, bertakwa kepada Tuhan YME serta berakhlak mulia, kedua berkebhinekaan
global, ketiga gotong royong, keempat mandiri, kelima bernalar kritis, dan
keenam kreatif.
Kembali
kepada butir utama indikator Pancasila, nilai nilai Pancasila yang sebaiknya
dibiasakan dengan penanaman butir Pancasila dalam keseharian mereka,guna menumbuhkan
dan menegaskan pentingnya sikap pancasilais di era new normal ini adalah
berbentuk pesan yang berisikan nilai pesan teladan atau ajakan dan kata Mutiara
atau semboyan yang mencerminkan sila dalam Pancasila.
Contoh
sila pertama bentuk pengamalan atau nilai nilai yang dibuat pesan dan bisa dibiasakan
oleh siswa adalah beribadah tepat waktu, yuk beribadah, dan hormati orang yang
sedang beribadah. Kemudian dalam sila ke dua bentuk kalimat bijak yang bisa
dibuat pesan ke siswa antara lain ayo kita peduli lingkungan sekitar, mari kita
hormati orang lain, mari kita tumbuhkan sikap tenggang rasa dan tolong
menolong.
Kemudian
pengamalan dalam sila ketiga adalah ayo beli produk dalam negeri, Cinta tanah
air adalah sebagian dari iman, gunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar,
dan lain sebagainya. Kemudian dalam sila keempat adalah jangan paksakan pendapatmu,
yuk kita musyawarah, musyawarah membawa berkah, dan musyawarah harus bis akita pertanggungjawabkan.
Selanjutnya
untuk bentuk pesan dalam sila kelima Pancasila yang dapat digunakan adalah tujuan
rakyat Indonesia adalah adil dan makmur, hormati hak orang lain, ayo dukung
pembangunan bangsa, dan kalimat bijaksana lainnya. Harapannya, dengan adanya
kalimat ajakan, kata kata Mutiara siswa semakin paham dan tahu, serta bisa
membiasakan bentuk penerapan dari nilai nilai positif tersebut.
Prinsip
berikutnya adalah terpadu, artinya literasi Pancasila butuh keterpaduan, butuh
chemistry, butuh adanya ikatan batin, kolaborasi dan gotong royong utamanya
oleh stake holder dalam skala makro pendidikan mulai sekolah, guru dan
pemerintah. Ataupun dalam skala sekolah, guru, dan orang tua serta siswa. Sehingga
dengan adanya sifat terpadu ini, semua bisa mengakses dan bisa memantau satu sama
lain untuk saling membangun dan saling membimbing demi kebaikan bangsa,
khususnya generasi pnerus bangsa, serta terpenuhinya tujuan nasional bangsa
Indonesia yang salah satunya mencakup pada mencerdaskan kehidupan bangsa.
Cerdas
dalam artian mampu dan bisa serta cerdas dalam berbagai bidang. Seperti yang
Munif Chatib sampaikan dalam buku yang berjudul Sekolahnya Manusia, dikatakan cerdas
itu ada beberapa kelompok yaitu cerdas linguistic, cerdas matematik logic,
cerdas visual-spasia, cerdas musical, cerdas kinestetik, cerdas intrapersonal,
cerdas interpersonal, dan cerdas naturalis ( Munif Chatib, 2013 ; 56 ).
Sehingga
dengan adanya keterpaduan yang didukung oleh sumber daya mumpuni dari sistem sepeda
lipat ini, penanaman dan usaha membumikan nilai Pancasila dalam kehidupan
keseharian siswa khususnya bisa berjalan baik sesuai dengan tujuan dan proses
perencanaannya. Dan alasan berikutnya prinsip terpadu adalah ada kolaborasi
atau Kerjasama bahkan gotong royong oleh semua unsur pendidikan. Mulai dari
sekolah, masyarakat dan pemerintah. Mulai dari siswa, guru dan orang tua. Artinya
ada keterikatan batin dari semua unsur untuk saling menebar pesan kebaikan, ada
ikatan batin untuk saling mengingatkan dalam kebaikan dan tentunya ada kemauan
bersama untuk berbuat baik, khususnya demi masa depan generasi penerus bangsa.
Adapun alasan kami menggunakan konsep “Sepeda lipat”
ini diantaranya adalah belum maksimalnya ajakan terus menerus dalam penerapan
penanaman nilai Pancasila di keseharian. Memang benar, sudah banyak usaha dilakukan,
namun ternyata masih dibutuhkan inovasi lebih guna mengoptimalkan penanaman
nilai Pancasila, khususnya di era adaptasi new normal ini.
Selain
itu alasan berikutnya adalah konsep sepeda lipat ini mudah dilakukan oleh semua
orang. Artinya, penanaman nilai Pancasila di era adaptasi new normal dengan
menggunakan sepeda lipat ini sangat mudah diterapkan dan dilakukan oleh siswa,
guru, orang tua, dan semua elemen masyarakat. Mengapa sangat mudah, karena
prinsip awal, semua orang bisa mengirim pesan, baik menggunakan media maupun
secara langsung, tetap pada prinsip semua bisa saling mengirim pesan.
Adapun
teknis pelaksanaan “Sepeda Lipat” pertama adalah memetakan masalah. Misalnya
dalam lingkup kecil ada siswa yang masih belum beribadah tepat waktu. Nah, di
sinilah peran guru untuk saling berkordinasi dengan orang tua khususnya kemudian
menindaklanjuti dengan tindakan prinsip “sepeda lipat” ini bersama orang tua
dan lingkungan atau pemerintah.
Tindak
lanjut tersebut bisa berupa pengiriman pesan secara terus menerus dan frontal
kepada siswa ataupun guru. Sehingga dengan adanya sikap istiqomah atau
konsekwen dari guru, orang tua dan siswa serta sekolah. sikap positif siswa
akan terbentuk dan tumbuh menjadi sikap positif yang mumpuni termasuk di era pandemi
ini.
Kemudian
lamgkah ke dua adalah sebarkan dari contoh kasus di atas, maka seorang guru segera
bertindak dengan menyebarkan pesan damai, pesan positif yang berkaitan dengan
pemasalah siswa tersebut. Pesannya sekali lagi, bukan kalimat yang menunjukkan vonis
atau pelabelan kepada siswa, namun berupa kalimat ajakan atau himbauan atau
pernyataan dalam bentuk poster, pesan singkat ataupun lainnya.
Sehingga
dengan adanya pesan positif tersebut, asupan rohani yang diterima oleh siswa adalah
pesan bermoral, pesan dengan nilai nilai kebaikan Pancasila dan nilai nilai
yang sesuai dengan budaya etika bangsa yang berbudi luhur.
Langkah
yang ketiga adalah dengan refleksi artinya setelah pesan dan kalimat bijak disampaikan
ke siswa oleh guru dan orang tua sesuai dengan peran dan tugasnya masing masing,
orang tua, guru, siswa bahkan pemangku kepentingan juga hendaknya melakukan refleksi
diri. Mengapa demikian? Karena dengan refleksi diri maka akan terbentuk pula
sikap keteladanan dari pendamping siswa tersebut.
Artinya
siswa juga mendapat contoh teladan langsung yang didapatkan dari guru, orang
tua, lingkungan bahkan pemangku kepentingan. Sehingga proses pendidikan yang
ada bisa berjalan dari hati ke hati atau istilahnya ada chemistry antara semua
pihak. Karena proses pendidikan walaupun masih dalam pandemi tetap memegang
teguh nilai asah, asih, asuh dari Ki Hajar Dewantara serta selalu berpegang teguh
pada totalitas tanpa batas dengan menggerakkan hati, kepala dan tangan alias totalitas
dengan mencurahkan pikiran, jiwa, raga bagi keberhasilan proses pendidikan
karakter Pancasila siswa.
Dan juga,
dengan adanya uswatun khasanah atau teladan baik dari praktik baik dari
guru, orang tua, dan lingkungan sekitar yang sudah tumbuh dan membudaya dengan
baik ini, fase yang hilang dari siswa selama masa korona, bisa tergantikan dan justru
bisa kembangkan dengan teladan langsung dari pendamping siswa khususnya di
rumah, dan lingkungan sekitar serta berbagai sumber daya yang ada yang berdaya
guna untuk tetap membumikan nilai nilai Pancasila dalam keseharian.
Kemudian
langkah terakhir dari teknik penerapan konsep “Sepeda Lipat” dalam penerapan nilai
nilai Pancasila di era adaptasi normal baru adalah dengan melakukan tindak
lanjut tahap terpadu. Artinya setelah semua melakukan refleksi maka siswa
secara otomatis sudah mendapat ilmu, sudah belajar dan diharapkan siswa juga
menerapkan konsep sepeda lipat ini kepada teman teman di lingkungannya. Sehingga
jika ini berlangsung terus menerus dan berkelanjutan, siswa sebagai agen
perubahan arah posisitf bangsa benar benar bisa terbentuk dan terwujud serta
Indonesia yang berperadaban serta bermoral karakter positif selalu terjaga
sesuai dengan terjaganya siswa dengan pijakan nilai nilai Pancasila dalam
keseharian mereka.
Tentunya
untuk bisa mewujudkan kondisi ideal di era normal baru ini dibutuhkan kompetensi
adaptasi yang baik dari semua pihak, termasuk guru dengan kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial dan profesionalnya diharapkan mampu beradaptasi menyesuaikan
perkembangan zaman agar bisa bersama sama dengan siswa membangun bangsa
berdasarkan Pancasila sehingga siswa bisa mengamalkan indikator pelajar Pancasila
dan guru bisa menjadi teladan dan model bagi siswa dalam pendidikan dan
keseharian.
Dan sistem
konsep “Sepeda Lipat” sebagai salah satu usaha membumikan nilai nilai Pancasila
di era adaptasi normal baru ini benar benar bisa mejadi salah satu terobosan
sederhana tetapi efektif dalam aplikasi keseharian, baik dalam pembelajaran
ataupun di luar pembelajaran. Sehingga Pancasila di era normal baru ini benar
benar bisa menjadi pegangan pokok, menjadi dasar pokok setiap siswa dan individu
lainnya untuk berpijak dan bersikap positif dalam perannya sebagai warga negara
dengan tetap berpegang teguh pada nilai nilai Pancasila sebagai landasan idiil
bangsa Indonesia.
Berikut salah satu contoh Pesan damainya ...
Rabu, 07 Oktober 2020
Awali
Pagi dengan Syukur Diri
“Wah, pagi
ini sangat cerah!”
Tidak terasa
kalimat itu terucap dalam hati, pagi yang cerah diringi senyum ramah tetangga
yang hendak berangkat kerja hari ini. Seperti biasa, perjalanan ke sekolah kali
ini melalui jalan utama yaitu jalur utama pantura via jalan Gatot Subroto. Hiruk
pikuk pekerja berangkat menjelma bak air bah yang deras menerjang pantai di
pantai selatan. Ada yang bersepeda, bermobil dan bersepeda motor sert naik
angkutan umum dan angkutan perusahaan.
Tak terasa
saat roda honda beat ini sampai di daerah Krapyak terlihat ada beberapa tukang ojek
pengkolan sedang mangkal di tempat, menunggu penumpang agar bisa membawa uang sehingga
anak istri dan keluarga bisa merasakan kenyang.
Lampu merah
sudah menyala menjadi hijau dan aku tidak tahu bagaimana lanjutan kisah abang
ojek pengkolan saat menunggu penumpang tadi, apakah langsung dapat orderan atau
masih menunggu petang nanti, entah siapa yang tahu tentang rizki dan keberuntungan
manusia, hanya Allah lah yang mengetahui rencana tersebut.
Tak terasa
roda cinta honda beat ini sudah sampai lampu merah Hanoman, kulihat pekerja
sedang merampungkan pembangunan jalan dan semua kelengkapannya. Terlihat sosok pekerja
bangunan tersebut sedang bekerja jauh dari keluarga dan jauh dari berita dunia
yang sarat akan kisah berirama.
Tegar,
kokoh dan kuat genggaman tangan pekerja itu saat kulihat dia sedang mengayunkan
alatnya ke aspal dekat wilayah yang rawan kecelakaan itu. Dalam hati aku berpikir,
seandainya aku menjadi mereka, belum tentu kuat raga ini menanggung segala beban
yang ada, jauh dari keluarga dan sanak saudara demi mencari asa agar bisa
menafkahi keluarga menjadi sejahtera.
Hanyalah
syukur yang bisa kita lakukan, hanyalah menerima dan mensyukuri apa yang kita
milikilah, kita bisa menjadi bahagia dan tiada kepura puraan dunia. Syukur,
ikhlas menerima adalah jalan yang bisa kita lakukan agar bisa menjadi pribadi kuat,
luhur budi dan memiliki kebermanfaatan bagi sesama dalam setiap tingkah dan
laku diri. Tentu, dengan ditambah usaha kita yang tiada lelah, semua berkah dari Allah SWT bisa menjadi aset kita dalam jalan dakwah sebagai penunjuk arah generasi bangsa.
Sepanjang
jalan pagi ini, aku melihat semua umat mencari berkat, semua manusia mencari
asa, semua orang mencari pertolongan, dan semuanya mencari ketenangan. Jalani,
syukuri yang kita punya, niscaya Allah pasti memberikan kita kenikmatan yang
tiada sangka, tentu dengan usaha dan ikhtiar serta doa yang tiada henti.
Awali
pagi dengan syukur diri dan mendoakan setiap insan yang kita temui, agar yang
sudah berada semakin menjadi ada dan merasa bahwa adanya mereka karena doa sesama
dan keluarga serta merupakan anugerah Allah yang Maha Esa. Serta doakan pula
orang yang kita temui, apapun kondisi mereka agar mereka selalu mendapat
kenikmatan dan keberkahan serta keselamatan dan insya allah, dengan kita mendoakan
siapa saja, pasti siapa saja akan membawa kebaikan untuk siapa saja berikutnya,
tentu dengan kita ikhlas dan syukur atas karunia Allah yang Maha Esa.
'Wah, pagi ini sangat cerah!"
Awali
pagi dengan syukur diri.
“Sepanjang
Jalan Kehidupan, antara Pasadena dan Hanoman Raya”
Smg.08102020.08.19.12
KLG Jawa Tengah kerjasama dengan FPBS UNIV PGRI Semarang dan JATENG POS, akan kembali memfasilitasi pelatihan penulisan artikel ilmiah populer tahap 19 bagi pengawas, kepsek, guru, mahasiswa dan umum.
Pelaksanaan 7,8, 10, 11 Nopember 2020, pendatftaran paling lambat tgl 5 Nopember pukul 00.00 WIB. Hak terbit 2 kali, surat keterangan, softfile materi, pembimbingan/konsultasi, e -sertifikat 32 JP. Buruan daftar di sini https://qrgo.page.link/TMnY8 More informasi pendaftaran ke :085828540161, 081542557038, 085725540477 dan 081325232681.
Silahkan bisa diikuti ...
Salam Literasi
Selasa, 06 Oktober 2020
Alhamdulillah ...
Sudah terbit sebuah buku yang berisikan desiran kalbu Sang Guru saat menyikapi pandemi ini. Air Mata Sang Guru merupakan buku antologi puisi dengan sajak yang menggugah kita bahwa air mata tidak sepenuhnya air mata kesedihan. Namun air mata Sang Guru adalah salah satu bentuk kasih guru akan kondisi siswanya di era merdeka belajar ini.
Selamat Membaca dan Salam Literasi.
Bila berminat memiliki bisa menghubungi WA. 081542557038
Selasa, 29 September 2020
Guru Solutip ( Refleksi Diri Guru yang Berusaha Menjadi Guru)
Nur Rakhmat
Guru SDN Kalibanteng Kidul 01 Semarang
“
Jadi orang yang solutip gitu loh!” itulah petikan dialog Bu Tedjo yang sedang
viral beberapa waktu lalu. Guru sebagai subjek pendidikan di era pandemic dan
era digital ini, hendaknya juga memiliki sikap solutip yang bisa membawa
kebermanfaatan dalam proses belajar mengajar di sekolah maupun di luar sekolah.
Bentuk
guru solutip di era pandemi hemat penulis diantaranya adalah memanfaatkan
sumber daya yang ada. Artinya bisa memaksimalkan potensi yang dimilikinya untuk
berkembang dan bertumbuh bersama mengikuti perkembangan zaman. Karena dengan
mengikuti perkembangan zaman, sikap professional sebagai salah satu satu bentuk
kompetensi yang dimiliki guru selain kompetensi social, pedagogic, dan kepribadian
bisa berperan dalam pendidikan di era kini dan masa depan.
Kemudian,
bentuk guru solutip berikutnya adalah selalu menanamkan, menumbuhkan dan
membiasakan serta membudayakan merdeka belajar. Seperti yang disampaikan oleh Mas
Menteri Nadiem Makarim, bahwa merdeka belajar adalah suatu kemerdekaan berpikir
yang bentuk esensi utamanya berasal dari guru terlebih dahulu kemudian menuju
ke siswa. Maka dari itu, kemerdekaan guru ada mutlak dan harus diutamakan,
termasuk kemerdekaan saat mendidik siswa, kemerdekaan dalam finansial dan
kemerdekaan dalam berkreasi serta menginspirasi serta kemerdekaan berorganisasi.
Bentuk
ketiga dari guru solutip adalah memiliki kompetensi abad 21. Artinya kemampuan
berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi, dan kreatif harus dimiliki mutlak oleh
guru. Karena dengan guru memiliki kemampuan 4C di era modern 4.0 ini, guru
tidak akan kesulitan dalam proses belajar bersama siswa.
Misal
dalam sikap kreatif, guru bisa membuat media pembelajaran yang menunjang keberhasilan
proses pembelajaran siswa sesuai dengan kondisi yang dihadapainya, bisa yang berbasis
IT ataupun non IT. Dengan kolaborasi, seorang guru bisa dengan mudah berkerja
sama dengan rekan saling belajar dan gotong royong memiliki tujuan untuk
mencerdaskan generasi bangsa.
Bentuk
guru solutip berikutnya adalah guru memiliki karya alias berkarya. Karya
dalam bentuk apa saja? Hemat penulis ada beberapa karya yang bisa dijadikan
sebagai bentuk sikap solutif guru di era pandemic ini, yaitu karya berupa media
pembelajaran dan karya dalam pola pendidikan ke siswa.
Karya
media pembelajaran sangat penting bagi guru, karena mempermudah guru memberikan
materi ajar kepada siswa. Seperti yang dikatakan oleh Sudjana dan Rivai (1992 :
2) bahwa manfaat media dalam proses belajar mengajar, di antaranya yaitu proses
pembelajaran akan lebih menarik perhatian peserta didik, sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar bagi peserta didik.
Sedangkan
karya dalam pola pendidikan diantaranya guru bisa membangun komunikasi dengan
siswa, tidak hanya sebagai guru namun lebih cenderung menjadi orang tua dan
teman teladan yang baik bagi siswa, karena dengan cara keteladanan inilah guru
bisa mendampingi dengan baik proses pendidikan dan pola asih, asah, asuh guru di
sekolah memberikan bekah untuk generasi penerus bangsa yang semakin cerah.
Namun,
agar guru solutip benar benar bisa memberikan solusi, dibutuhkan sikap moral
positif atau akhlakul karimah, keteladanan, dan sikap istiqomah dari
masing masing guru sehingga guru benar benar bisa menjadi teladan, diguru
lan ditiru serta bermutu dan berdedikasi tinggi demi pendidikan Indonesia yang
lebih maju serta unggul, cerdas, bermoral dan berkarakter.
Nama : Nur Rakhmat,S.Pd.
Guru SDN Kalibanteng Kidul 01. Kota Semarang. Hp. 081542557038. Email : nurrakhmatcahayakasihsayang@yahoo.com. Jln. Candi Intan V No.1129 Rt.07 Rw.09 Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang 50183
Selasa, 01 September 2020
Suara
di Balik Kaca
Karya
: Kang Rakhmat
Masih
ingatkah Kau ketika Sang Kala hendak menjadi biang cerita?
Masih
ingatkah Kau ketika dunia dalam berita selalu menjadi tanda?
Suara
di balik kaca
Suara
yang penuh tanda tanya
Suara
yang menggema bagai kalam yang tiada sebatas istilah semata
Suara
yang katanya sekarang menjadi primadona insan dunia
Suara
yang penuh ilusi cerita cinta insan pembeda
Wahai
kawan penghamba saloka
Wahai
kawan pelaku titah wacana
Wahai
kawan pemandu dharma ganesha
Suara
di balik kaca hanyalah sebongkah asa
Suara
di balik kaca hanyalah satu cara mengguncang frasa isi jiwa
Suara
di balik kaca bukan utama namun penuh makna
Suara
di balik kaca bukanlah suatu tanda resesi cinta
Namun
…
Apakah
kini Kau sadari kawan?
Suara
di balik kaca terus menggema melangkah bersama gelora Sang Begawan Tinta
Suara
di balik kaca menjadi primadona walau banyak pencela meniup bara
Suara
di balik kaca menjadi irama dalam notasi birama penuh rima
Suara
di balik kaca menjadi terbuka kala waktu tiada habis berkata
Suara
di balik kaca menjadi idola sebuah asa yang menggelora
Suara
di balik kaca menjadi pelipur lara hati yang terluka
Dan
kau harus tiada terlupa kawan!
Suara
di balik kaca
Seolah
menjadi tanda sebuah budaya
Suara
di balik kaca
Seolah
menjadi pengelana dalam langkah jiwa tiap pemuda
Suara
di balik kaca
Bagai
fatamorgana cerminan jiwa muda tiada tertanda
Suara
di balik kaca
Bagai
pengikat rindu roda roda cinta penguat figur sorga
Suara
di balik kaca
Seolah
menjadi pertanda bahwa kita harus sudah menjadi esok lusa
Suara
di balik kaca
Tetap
menggoda jiwa sanubari penuh tanda tanya dalam bingkai menggapai makna
Pasadena,
01092020.0000
Sabtu, 22 Agustus 2020
Maju Tak Gentar Menggapai Merdeka Belajar
Oleh
: Nur Rakhmat
Merdeka
belajar !
Itulah
harapan semua insan pendidikan agar pendidikan benar benar bisa membawa peruahan
ke arah yang lebih baik. Namun demikian, guna mewujudkan merdeka belajar yang konsep
pokok dan teknisnya masih dalam taraf pembahasan seputar Ujian Sekolah
Berstandar nasioanl, Ujian Nasional, RPP dan penerimaan siswa baru tentu tidaklah
mudah. Dibutuhkan inovasi lebih agar merdeka belajar benar benar bisa terwujud.
Lebih lebih saat ini bangsa kita sedang terdampak virus covid 19. Tentu dibutuhkan
sebuah terobosan penting agar kondisi merdeka belajar bisa dirasakan oleh semua
pihak.
Dan
hemat kami terobosan yang tepat saat ini guna mewujudkan merdeka belajar adalah
dengan gotong royong memerdekakan guru, orang tua dan siswa dari segala factor yang
menghalanginya. Ini penting karena guru, orang tua dan siswa adalah satu kesatuan
alias sebuah tri tunggal yang harus diperlakukan sama agar bisa mencapai
kondisi merdeka belajar yang diharapkan.
Bergotong
royong
Benar,
gotong royong hemat kami adalah Langkah tepat guna membawa unsur tri tunggal
tersebut dalam kondisi merdeka. Mengapa demikian? Saat ini bangsa kita masih
dalam kondisi pandemic. Dan mau tidak mau proses pembelajaran dan hasil
belajarpun tentu tidak akan sesuai target atau tidak akan lebih baik daripada
saat pembelajaran di luar pandemic yang berlangsung tatap muka dan bisa
berinteraksi langsung antara guru, orang tua dan siswa.
Sehingga
dengan kondisi itu menuntut guru, orang tua dan siswa untuk bertindak lebih
agar tujuan dan target pembelajaran bisa tercapai lebih optimal, termasuk dalam
penyediaan sarana prasarana untuk pembelajaran daring maupun pembelajaran jarak
jauh ini. Nah, di sinilah gotong royong semua unsur dibutuhkan agar proses
pembelajaran khususnya dan proses pendidikan pada umumnya bisa tercapai lebih
optimal.
Bentuk
gotong royongnya yang pertama adalah mendukung progam pemerintah, khususnya
terkait pembelajaran di era pandemic. Penerapannya antara lain guru mengajar
secara optimal namun tetap memperhatikan kondisi siswa dan keluarganya. Orang tua
mendukung apa yang dilakukan guru dan siswa tetap belajar sesuai dengan kebutuhan
dan tahapannya.
Artinya
adalah ada kondisi saling support dan saling memahami antara unsur guru oang
tua dan siswa serta masyarakat. Sehingga dengan adanya unsur saling memahami
kondisi saat ini satu sama lain, proses Pendidikan bisa berjalan tenang untuk
tetap dalam menggapai kondisi merdeka belajar.
Yang
kedua adalah adanya memaksimalkan potensi yang ada. Artinya Pendidikan tetap
berproses dan berjalan sesuai dengan pola yang ada. Sehingga, dengan system tersebut
Pendidikan benar benar bisa membawa dan merubah kondisi pandemic menjadi asset unggulan
bangsa untuk tetap bertahan dan mencapai kondisi merdeka belajar serta mampu mewujudkan
tujuan nasional bangsa yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang didasari pada
kesadaran kritis untuk tetap bertindak guna mencapai kondisi tersebut.
Dan
yang ketiga adalah kolaborasi Bersama untuk merdeka belajar. Artinya ada
kolaborasi antara guru, orang tua, dan siswa serta pihak lainya yang peduli Pendidikan.
Sehinnga dengan adanya kolaborasi ini harapannya semua unsur masyarakat
terlibat guna membentuk merdeka belajar yang baik.
Namun
demikian, konsistensi dan komitmen semua pihak sangat dibutuhkan agar merdeka
belajar bisa menjamin Pendidikan tetap mampu mewujudkan peserta didik berkahlak
mulia dan memiliki kecerdasan serta kekuata spiritual agama seperti yang diamanatkan
dalam undang undang system Pendidikan nasional. Merdeka !
Nama : Nur
Rakhmat,S.Pd.
Guru SDN Kalibanteng Kidul 01. Kota Semarang.
Selasa, 30 Juni 2020
Bismillah
Asal Usul Goa Kreo
Nur Rakhmat
“Kek,
ceritain Arga dong !”
Kata
Arga manja. Siang itu Arga sedang berlibur bersama keluarga di rumah kakeknya
di Gunung Pati Semarang, dia senang sekali. Apalagi di dekat rumah kakek banyak
tempat wisata yang bisa dikunjungi.
“Arga
! Ikut kakek yok!”
“Ke
mana Kek? “ tanya Arga kebingungan.
“Pokoknya
ikut Kakek, jangan nolak. Tidak baik menolak ajakan orang tua he he he”.
“Iya,
kakek ....”
Argapun
ikut kakek, mereka naik sepeda gunung kesayangan kakek.
“Nah,
akhirnya kita sampai”
Arga
dan kakekpun sampai, namun Arga belum tahu
tempat apa yang dikunjunginya bersama kakek.
“
Kek, kita di mana ?”
“Ini
namanya Goa Kreo Cucuku? Di sini dulu Sunan Kalijaga salah satu Walisongo singgah mencari kayu untuk tiang Masjid Agung Demak.”
“Cerita
dong kek, cerita dong kek, please ...” kata Arga sambil merengek ke kakek.
“Hussh
... kamu itu lo, kakek belum selesai bicara sudah dipotong. Itu tidak baik lo !
Lain kali jangan diulang ya “ kata kakek sambil sedikit gemes melihat cucunya.
“Habis
kakek cerita Walisongo sih ... Itukan idolaku !”
Sambil
berjalan mengitari kawasan Goa Kreo kakek bercerita
Saat
itu, di Kerajaan Demak sedang diadakan musyawarah pembangunan Masjid Agung
Demak.
“Wahai
para Waliyullah ... Pembangunan masjid di Kerajaan Demak untuk ibadah umat
semakin mendesak. Aku ingin, masjid ini menjadi pusat penyebaran islam di
wilayah Jawa. Mohon kiranya, tiang utama masjid ini dibuat dari kayu yang kuat”
“Titah
paduka sultan siap dilaksanakan” para walipun menjawab dan langsung bermusyawarah
melanjutkan amanah tersebut. Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati dan
Sunan Kalijogo bertugas mengemban amanah tersebut.
Tersebutlah
Sunan Kalijaga mendapat tugas mencari ke arah selatan barat daya, beliau tak
lupa mengajak santrinya untuk mencari kayu yang dimaksud. Setelah sekian waktu
mereka berjalan, sampailah mereka di hutan lebat di sebelah barat daya Glagah
wangi.
“Kita
berhenti di sini!”
“Ada
apa wahai Sunan? Kok kita berhenti di hutan lebat ini?”
“Lihat
ke arah sana! Insya allah itu pohonnya.”
Namun
ketika didekati Sunan Kalijaga dan santrinya pohon jati itu bergerak dan
berpindah tempat.
“Astaghfirullah,
Guru pohonnya tidak ada!” teriak santrinya.
“Baiklah,
mungkin ini ujian dari Allah untuk menguji, sejauh mana kesabaran kita. Namun,
sebelum kita melanjutkan perjalanan, tempat ini aku namakan Jatingaleh. “
Tidak
berputus asa. Sunan Kalijaga dan santrinya melanjutkan perjalanan ke arah
barat. Mreka berjalan melewati lembah, hutan, sungai, dan gunung mengikuti arah
pohon jati yang menjulang paling tinggi di antara pohon lainnya.
Dan
akhirnya Sunan Kalijaga bersama santrinya berhasil menemukan serta menebang
pohon jati tersebut. Sunan Kalijaga memotong batang kayu jati tersebut, agar
mudah dibawa ke Demak melalui sungai. Namun, tiba tiba ...
“Astaghfirullah
... “
Sunan
Kalijaga dan santri kaget, tiba tiba tunggak atau akar pohon jati jadi melebar
menjadi besar.
“Aku
namakan tempat ini Tunggak Jati Ombo”.
Setelah
itu, Sunan Kalijaga dan rombongan melanjutkan perjalanan , namun sekali lagi
ujian datang menghadang. Saat itu Sunan Kalijaga kesulitan melewati belokan
sungai yang sangat tajam.
“Astaghfirullah
... kita berhenti dulu sejenak di sini. Kalian carilah tempat untuk berteduh.”
“
Baik Sunan.” Santripun bergerak mencari tempat yang aman dan teduh untuk
istirahat, tersebutlah mereka menemukan goa yang kelak dikenal sebagai Goa
Kreo.
“Baiklah,
sambil istirahat di sini. Aku akan solat dan bersemedi minta petunjuk
pertolongan Allah. Kalian boleh berjaga di luar atau ikut doa bersamaku.”
Sunan
Kalijagapun salat serta bersemedi berdoa memohon pertolongan Allah. Saat itulah
Sunan Kalijaga mendapat petunjuk agar memotong kayu jati menjadi dua bagian.
Tiba
tiba muncul empat ekor kera dengan bulu warna warni, merah, hitam, putih dan
kuning.
“Tuan
Sunan, bolehkah kami membantu?” kata kera merah.
“Iya
tuan Sunan, Allah mengirim kami untuk membantu tuan Sunan!” sambung kera hitam.
“Aku
menerima bantuan kalian, lalu apa yang akan kalian lakukan”
“Kami
akan membantu memindahan kayu itu tuan sunan. “ jawab kera putih.
“
Iya Tuan Sunan, kami akan mengajak teman teman kami membantu tuan sunan.”
lanjut kera kuning.
Tiba
tiba, Sunan Kalijaga dan santri kaget, di sekitar mereka sudah ada ratusan
kawanan Wanara atau kera siap menunggu perintah tugas Sunan kalijaga.
“Alhamdulillah
... “
“Ayo
saudarau para wanara, kita bantu Tuan Sunan memindahkan kayu ini.” ucap kera
merah lantang.
“Baik
saudaraku!” jawab wanara serempak.
Akhirnya
tidak membutuhkan waktu lama, tikungan tajam yang menghalangi kayu bisa dilewati.
Sunan Kalijaga dan santrinya pun mengucapkan terimakasih kepada seluruh Wanara
di daerah tersebut.
“Sahabatku,
para wanara, terimakasih sudah membantu memudahkan perjalanan kayu ini menuju
Demak. Semoga Allah selalu memudahkan jalan kalian.” Sabda Sunan Kalijaga.
Tiba
tiba kera kuning berucap, “Tuan Sunan, bolehkan aku ikut ke Demak, Aku ingin
sekali bertemu ratuku yang adil.”
“Iya
Sunan, bolehkan ikut Tuan Sunan.” timpal kera putih.
terlihat
Kera hitam dan merah juga berharap sekali untuk bisa ikut Sunan kalijaga.
Sambil berlinang air mata dan berona sedih, Sunan kalijaga berkata.
“Saudaraku
wanara, aku senang kesetiaan dan ketulusan kalian. Namun, jika kalian ikut aku
ke Demak. Siapa yang akan menjaga kelestarian hutan ini?”
Para
Wanara terdiam, mereka tertunduk patuh kepada Sunan kalijaga.
“Baiklah,
Tuan Sunan, kita akan mengikuti apa titah Tuan Sunan.” Kata kera Merah
memberanikan diri bicara.
“
Semoga Allah selalu menjaga dan meridhoi kalian. Tolong jaga jagalah lingkungan
di sini agar asri dan semakin sejuk. jangan sampai rusak, dan mulai saati ini,
daerah ini aku namakan Goa Kreo.”
Akhirnya
Sunan kalijaga melanjutkan perjalan ke Demak dan Para Wanara melaksanakan titah
Sunan Kalijaga dengan menjaga kawasan goa kreo sampai sekarang.
“Hei
Arga, kok melamun!”
“Eh
... tidak kek.. aku kagum sama kesabaran dan ketabahan sunan serta kesetiaan
wanara. Semoga aku bisa meniru sikap postiif mereka. terimak kasih kek!”
“Iya,
yuk kita pulang!”
Nb.
Naskah dongeng ini merupakan hasil gubahan dari berbagai sumber
Semoga bisa menginspirasi untuk kemajuan literasi negeri ini
Salam Budaya
#SemarangHebat
Selasa, 09 Juni 2020
Sebuah Rasa yang
Terus Melangkah
Karya : Nur
Rakhmat
Sebuah rasa
dalam jiwa meletup bagai pistol Sang Pemburu Jiwa
Meluncur bagai
panah Arjuna mencari cinta
Menembus angkasa
bagai Gatotkaca hendak memeluk mega
Sebuah rasa yang
kau baca hanya menjadi bencana
Sebuah rasa yang
kau tanda hanya menjadi canda
Sebuah rasa yang
terus melangkah bersama jiwa yang terarah
Terus melangkah,
terus melangkah walau hendak kalah
Terus melangkah
mencari arah walau dunia seolah berbalik arah
Terus melangkah dalam
bahtera pemecah ombak Sang Nakhoda
Terus melangkah
gapai cita dalam fana dunia
Terus melangkah
walau hanya dikata dalam cerita
Jangan kau
bertanya !
Ini adalah
tentang rasa
Ini adalah rasa tentang
cinta yang hilang asa walau dunia semakin durjana
Ini adalah rasa
yang menjadi tanda bahwa kau memang ada
Ini adalah rasa
cinta dari hamba yang lemah adanya
Ini adalah rasa
dari pendoa yang takut tercebur dosa
Rasa yang
menangis iri pada pandemi dunia
Rasa yang
mengoyak sunyi Sang Pengisi Hati
Rasa yang
menjadi ilusi maknawi tetapi selalu menyayat diri
Rasa yang hanya
menjadi impian dini para pencari ilusi
Rasa yang hanya
kau rasa pasti nikmat akan tersakiti
Rasa yang jika
kau tanya hanya senyum tiada memahami
Jangan heran
kawan
Ini adalah
tentang rasa yang melangkah
Ini adalah rasa
yang melangkah jalan berkah Sang Maha Indah
Rasa yang terus
melangkah walau hanya sebatas asa
Rasa yang terus
melangkah tuk gapai ridho Sang Maha Esa
Demi indah cita
Sang Penerus Asa Bangsa Indonesia
Pasadena09062020
Rabu, 03 Juni 2020
Hadapi
Corona Dengan Pancasila
Oleh : Nur Rakhmat
Pancasila
adalah dasar negara yang mutlak bagi seluruh masyarakat Indonesia di manapun
dan sampai kapanpun. Sehingga bersama dengan momentum peringatan hari Lahir
Pancasila yang diperingati setiap tanggal 1 Juni, sudah saatnya Pancasila
sebagai dasar negara tidak hanya dikenal secara simbolis dengan seremonial atau
gebyar semata. Namun, Pancasila juga bisa diwujudkan dan diterapkan serta
dirasakan manfaatnya dalam keseharian oleh seluruh elemen bangsa, termasuk
siswa sebagau generasi penerus bangsa.
Nilai Luhur Pancasila
Sekolah
sebagai kawah candradimuka siswa hendaknya bisa menjadi pelopor dan teladan
yang baik penerapan nilai Pancasila di tengah kondisi bangsa yang sedang terguncang
pandemi global virus korona yang bukan tidak mungkin bisa menimbulkan disintregasi bangsa
Dan
hemat penulis nilai nilai dan karakter luhur Pancasila sangat tepat dan efektif
dibudayakan guna menumbuhkan karakter dan mental positif seluruh elemen bangsa
di tengah pandemi global ini. Pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam
sila pertama nilai karakter utama yang wajib dibudayakan adalah Iman dan taqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Bentuknya
diantaranya adalah tidak ikut terbawa arus negatif dengan hilang harapan putus
asa akan karunia Tuhan YME. Akan tetapi, tetap yakin, terus berdoa, berusaha serta
husnudzon dan tawakkal bahwa segala
penyakit pasti ada obat dan harapan pasti selalu ada bagi setiap manusia yang
mau berusaha.
Berikutnya
adalah Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Bentuk karakter positifnya adalah berbudi
luhur menghormati orang lain. Artinya dengan menghormati orang lain berarti
kita juga mengakui dan peduli keberadaan orang tersebut. Bentuk nyatanya antara
lain, menghormati orang lain dengan memakai masker, cuci tangan pakai sabun,
serta bentuk pencegahan penularan covid 19 lainnya sesuai dengan protokol yang
ditetapkan pemerintah.
Selanjutnya
adalah Persatuan Indonesia. Nilai positif yang sesuai dengan sila ketiga ini
adalah bersatu mencegah penularan corona dan dampak lainnya seperti kemiskinan
dan kemunduran ekonomi dengan cara bersatu melaksanakan anjuran pemerintah dan
bergotong royong, saling memotivasi, saling membantu sebagai bentuk kepedulian
bersama seperti dengan melakukan jogo
tonggo, membeli produk dalam negeri, gerakan donasi bersama dan lain
sebagainya.
Sila
berikutnya adalah Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Pewakilan. Bentuk nilai karakternya diantaranya adalah amanah
dan bertanggungjawab melaksanakan ketetapan pemerintah sebagai hasil musyawarah
di tengah pandemi dan era milenial ini serta melaksanakan dengan penuh
kesadaran dan keimanan.
Dan
yang terahir adalah Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Nilai
karakter yang hendaknya dibudayakan adalah adil terhadap sesama. Artinya sebagai
bagian bangsa Indonesia kita hendaknya memiliki sikap yang adil ketika mendapat
amanah serta bersikap positif menghadapi pandemi ini. Sehingga dengan sikap
adil ini imunitas bangsa bisa terjamin dan kelangsungan hidup bangsa bisa
diteruskan.
Namun,
agar nilai karakter Pancasil tersebut dapat diterapkan dan dibudayakan sebagai
benteng kehidupan bangsa, dibutuhkan kerjasama, komitmen semua stake holder
bangsa termasuk pendidikan di dalamnya.
Sehingga di tengah era global ini, peran Pancasila bisa dirasakan dan membawa
kebermanfaatan bersama demi Indonesia yang lebih kuat dan berkarakter.
Alhamdulillah sudah muat di halaman Tribun Jateng, silahkan bisa klik link berikut :
https://jateng.tribunnews.com/2020/06/02/forum-guru-nur-rakhmat-hadapi-corona-dengan-pancasila