Oleh: Nur Rakhmat, S.Pd

Minggu, 15 Oktober 2017

On 08.51 by Nur Rakhmat in    2 comments
Antara TaB dan DoA
Oleh : Nur Rakhmat
“Pak, bonekaku namanya Fely!” Teriak Felysha setelah berhasil memberi nama boneka kecil hasil kreasi dari praktik membuat boneka kaos kaki sebagai penilaian dari Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan.
Karena jumlah siswa di kelas kami ada 40 siswa, selain Felysha, tentu ada 39 siswa lainnya dengan 39 nama boneka kaos kaki berbeda-beda. Dan untuk mengapresiasi hasil karya siswa tersebut, 39 boneka kaos kaki tersebut sudah kami pajang di kelas, dengan tujuan siswa menjadi lebih merasa dihargai karyanya dan tentu saja agar siswa setiap hari bisa bersanding dengan bonekanya dan bisa lebih mengenal serta bergaul dengan boneka buatannya di waktu senggang mereka atau disela-sela waktu efektif belajar mereka.
Tujuan kami memajang boneka karya siswa tersebut bukan tanpa alasan. Sebagi sekolah yang sedang mengembangkan pendidikan karakter, kami tentu mempunyai keinginan agar pendidikan karakter bisa tersampaikan dengan baik, pendidikan karakter bisa diterima dengan baik oleh semua warga sekolah khususnya siswa dan pendidikan karakter bisa diimplementasikan menjadi kebiasaan positif dan membudaya di lingkungan SD kami, yaitu SDN Kalibanteng Kidul 01 Kota Semarang.
Setelah kurang lebih satu bulan sejak boneka dipajang, dalam hati kami berkata, “bagusnya boneka tersebut dibuat apa ya?” Apakah hanya menjadi pajangan kelas kemudian setelah itu disimpan di lab atau lemari karya siswa? Atau dibiarkan hanya menjadi pajangan dibiarkan kadaluarsa begitu saja?
“Dibuat dongeng!” Teriakku dalam hati. Mengapa dongeng atau tepatnya DoA (Dongeng Anak) yang mula-mula muncul dalam pikiran kami? Karena hemat kami dongeng adalah salah satu cara yang bisa digunakan untuk membentuk dan menumbuhkan karakter positif anak, apalagi siswa kami masih di tingkat Sekolah Dasar, tentu mereka sangat senang sekali dan sangat tertarik dengan dongeng, lebih-lebih jika dongeng tersebut mempunyai unsur kebaruan dan dibuat oleh temannya sendiri. Tentu hal tersebut menjadi nilai lebih tersendiri bagi yang membuat maupun yang menikmati dongeng tersebut.
Bahkan Evelyn Williams English dalam bukunya mengatakan bahwa dongeng bisa digunakan sebagai salah satu media untuk memvisualisasikan dan menghubungkan kecerdasan yang dimiliki siswa, utamanya kecerdasan linguistik dengan kecerdasan-kecerdasan siswa yang lainnya.(Evelyn Williams E, 2012:34).
Selain itu, alasan dongeng anak kami jadikan sebagai salah satu media untuk mengimplementasikan pendidikan karakter adalah sebagai tindak lanjut dari kegiatan membaca yang sudah membudaya di sekolah kami. Tepatnya, sekolah kami sudah menerapkan kebijakan kepada semua warga sekolah agar membaca buku bisa fiksi maupun non fiksi di pagi hari selama 15 menit sebelum pembelajaran efektif dilakukan.
Selain sebagai upaya untuk membudayakan membaca pada siswa, kegiatan tersebut juga sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Pendidikan No. 23 Tahun 2015 tentang penumbuhan budi pekerti sebagai salah satu upaya untuk menanamkan dan membudayakan pendidikan karakter positif di sekolah, yang salah satunya dengan kegiatan membaca.
Kegiatan membaca sebagai upaya pembentukan karakter tersebut kami lakukan setiap hari, kecuali Hari Senin karena ada upacara bendera dan Hari Jumat yang biasanya kami lakukan untuk kegiatan senam pagi sbersama semua warga sekolah.
Agar kegiatan membaca tersebut tidak membosankan dan bisa lebih membuat siswa semangat, kami menyebut kegiatan membaca tersebut dengan istilah Tadarus Buku (TaB). Ya, Tadarus Buku (TaB)! Sebuah kegiatan membaca siswa dengan mengadopsi dan memodifikasi dari kegiatan membaca alquran secara berjamaah yang biasanya dilakukan oleh umat islam, kegiatan tadarus buku ini juga dilakukan secara berjamaah oleh semua siswa di kelas masing-masing.
Teknisnya, saat bel tanda waktu membaca dimulai, semua siswa masuk kelas dan membaca buku yang telah disediakn oleh guru di pojok baca atau sudut baca siswa. kemudian siswa membaca buku yang dipilihnya dan setelah membaca mereka menulis buku apa yang sudah dibaca pada buku jurnal membaca siswa. Jurnal ini berguna bagi guru untuk mengetahui buku apa saja yang sudah dibaca siswa dan sejauh mana daya tangkap siswa terhadap buku yang telah mereka baca.
Perlu diketahui, dalam buku jurnal baca milik siswa tersebut terdapat rangkuman atau amanat yang didapat siswa dari membaca buku tersebut. Jadi siswa belum mempunyai kemampuan untuk lebih dari sekedar membaca. Artinya yang dihasilkan dari kegiatan membaca yang dilakukan siswa atau Tadarus Buku (TaB) ini hanya sekedar manfaat bagi dirinya, yaitu mengetahui isi buku. Belum tentu siswa menerapkan atau belum tentu siswa bisa menginspirasi orang lain dari kegiatan tadarus buku tersebut.
Oleh karena itu, perlu tindak lanjut yang harus dilakukan guru agar siswa lebih termotivasi dan tidak bosan untuk selalu membiasakan budaya baca di manapun mereka berada. Salah satu upaya kami yaitu kami ajak siswa suntuk membuat dongeng anak (DoA) seperti yang sudah sedikit kami uraikan di atas.
Pembuatan dongeng anak, Selain mengajak siswa untuk meningkatkan level kemampuan membaca menjadi kemampuan menulis. Membuat dongeng anak (DoA) juga bisa meningkatkan kemampuan siswa dalam berbahasa menjadi lebih tinggi lagi, yaitu kemampuan berbicara. Yang menurut sebagian besar guru dan para ahli sangat sulit penerapannya.
Dongeng Anak (DoA) Sekali lagi, bukan dongeng kancil nyolong timun, dongeng cinderela, atau putri tidur dari negeri seberang sana yang sudah sering didengarkan oleh anak. Tetapi dongeng yang dibuat adalah dongeng anak (DoA) yang dibuat sendiri oleh siswa, mengedepankan pendidikan karakter dan tentunya sesuai dengan perkembangan pola pikir siswa serta sesuai dengan daya imajinasi siswa terhadap boneka kaos kaki yang dibuatnya tersebut.
Oleh karena dongeng tersebut dibuat oleh siswa, maka semua isi dongeng, baik alurnya, tokohnya, wataknya, latarnya, amanatnya semua yang menentukan adalah siswa. Dan sebagai guru kelasnya, kami tentu tidak lepas tangan untuk selalu membimbing dan mengarahkan bila siswa kesulitan atau mengalami kebuntuan dalam menemukan ide atau gagasan tentang dongeng yang akan mereka buat.
Sesuai dengan yang termaktub dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, pada pasal 1 ketentuan 1 dikatakan, bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi, peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, pendidikan menengah.
Oleh karena itu, berdasarkan tugas guru tersebut, kemudian kami mendorong siswa agar bisa menyelesaikan DoA (Dongeng Anak) sesuai yang mereka harapkan. Dan dongeng yang mereka buat bisa menjadi inspirasi bagi diri siswa pembuat dongeng dan siswa lainnya. Sesuai dengan semboyan yang selalu kami berikan ke siswa sebagi bentuk motivasi yaitu “Sukses Selalu”.
Mengapa motivasi penting? Sebagaimana menurut Mc.Donald dikatakan bahwa motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “Feeling” dan didahului oleh tanggapan terhadap adanya tujuan.(Sardiman, 2011: 73).
Sehingga dengan adanya motivasi dari kami berupa penghargaan pemajangan karya siswa, dan kata-kata motivasi “Sukses Selalu” dalam setiap hasil capaian siswa dan karya siswa, siswa menjadi merasa lebih dihargai dalam membuat karya dan juga feeling siswa dalam membuat dongeng semakin lebih kuat.
Artinya, dengan motivasi yang tepat tersebut, harapannya siswa bisa menjadi generasi yang hebat, generasi yang bisa menjadi agen perubahan mulai dari lingkungan terdekat mereka, yaitu lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan lingkungan pergaulan dalam keseharian mereka.
Kemudian agar DoA (Dongeng Anak) yang dibuat siswa tersebut tidak terbentur putusnya ide, ataupun tidak mengalami kebuntuan saat menjabarkan ide ceritanya, kami juga menunjukkan ke siswa karya dongeng karya orang lain yang ada di buku, yang dimuat di majalah ataupun yang dimuat di koran.
Hal ini sangat penting, selain bisa dijadikan motivasi bagi siswa, karya orang lain yang dimuat di surat kabar dan majalah juga bisa dijadikan rujukan bagi siswa untuk sama seperti dengan mereka, yaitu karyanya dimuat di surat kabar atau dibuat buku yang bisa dibaca oleh semua orang.
Sebagaimana di sekolah kami, khususnya di kelas enam A, hasil dongeng yang dibuat siswa tersebut kami bukukan menjadi satu buku menjadi buku kumpulan dongeng siswa kelas enam A yang disebut ‘Domi-Domi Nema” (Dongeng mini-Dongeng Mini Enam A).
Namun, dalam perkembangannya, pembuatan DoA (Dongeng Anak) tidak semudah atau secepat yang kita perkirakan. Tetap saja ada hambatan yang membuat kami selalu berusaha membulatkan tekad anak untuk membuat DoA (Dongeng Anak) tersebut. Diantara hambatan tersebut adalah gaya belajar siswa yang beda-beda, tidak semua siswa mempunyai kemampuan berbahasa tulis yang baik, tidak semua siswa hobi membaca buku, siswa yang suka menunda-nunda karya, dan kemampuan siswa membuat cerita yang sangat bervariatif. Sekali lagi, di sinilah peran guru sangat penting agar dongeng anak tersebut bisa diselesaikan dengan baik.
Dan hemat kami, langkah tepat yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan semangat siswa untuk bertadarus buku (TaB) sehingga bisa menghasilkan karya yang bisa dinikmati orang lain.
Sehingga dari semua uraian di atas, bisa kita ambil kesimpulan bahwa antara tadarus buku dengan dongeng anak ada saling keterkaitan yang positif. Ada hubungan simbiosis mutualisme atau hubungan yang saling menguntungkan antara dua kegiatan tersebut. Dimana dengan membaca atau tadarus buku (TaB) siswa bisa mendapat ide baru untuk dibuat dongeng dan dengan membuat Dongeng Anak (DoA) siswa bisa lebih termotivasi untuk lebih semangat bertadarus buku (TaB) atau membaca buku.
Akan ada banyak manfaat yang didapat oleh siswa dari kegiatan tersebut. Diantaranya, yang pertama adalah siswa menjadi lebih banyak pengetahuan karena banyak membaca buku, siswa juga semakin berani dalam mengekspresikan diri lewat mendongeng, siswa juga semakin produktif berkarya dan lebih semangat untuk menghasilkan karya positif yang bisa menginspirasi diri dan orang lain.
Dan tentunya kegiatan membaca atau tadarus buku (TaB) yang berlanjut dengan adanya DoA (Dongeng Anak) bisa menjadi salah satu media untuk lebih membudayakan karakter positif anak sebagai generasi penerus bangsa. tentu, dengan harapan siswa sebagai generasi penerus bangsa bisa menjadi generasi yang cerdas, bermoral demi Indonesia yang lebih baik.












2 komentar:

  1. Keren pak nur rakhmat. Katuran pinarak di blog saya http://artikel-kependidikan.blogspot.com

    BalasHapus
  2. Maizing
    Wew ada mba Asih juga berkomentar

    BalasHapus