Oleh: Nur Rakhmat, S.Pd

Selasa, 31 Oktober 2017

On 10.23 by Nur Rakhmat in    No comments
Sebuah pelajaran untuk menghargai orang lain dan tidak terlalu congkak dengan kemampuan sendiri ...

Kisah Berharga Kurcaci Kutika ... Sebuah dongeng yang merupakan bagian dari kumpulan dongeng buku "Domi-Domi Nema" dan selamat membaca ...


Kisah Berharga Kurcaci Kutika

Oleh : Nur Rakhmat

            Pagi itu suasana di Negeri Sakola sangat ramai, Para Kurcaci sedang sibuk usai memberi pelayanan kepada anak-anak dari Negeri Manusa. Kurcaci Kutika, Kunipa, Kubisa, dan Kusila sibuk dengan pelayanannya masing-masing.
            “Hari ini kamu dapat berapa Kubisa?” tanya Kunipa.
            “Aku Cuma dapat sedikit” jawab Kubisa sambil terlihat agak sedih.
            “Kalian payah! Nih, aku dapat banyak!” kata Kutika Kurcaci sombong.
            “Makanya jangan malas! He he he” lanjut Kutika seolah mengejek kedua temannya.
            Mendengar ejekan Kutika, Kunipa dan Kubisa terdiam. Dibanding Kutika, mereka memang sering mendapat pelayanan lebih sedikit. Apalagi sudah menjadi adat di Negeri Sakola, kalau lebih sering memberi pelayanan ke Negeri Manusa, maka dialah yang paling hebat.
            “Sudahlah ... kalian tidak usah sedih. Aku aja tidak sedih kok, yang penting, berapapun yang kita dapat, kita terima dengan senang hati” kata Kusila yang hanya dapat paling sedikit dari ketiga temannya itu.
            “Terima kasih Kusila, aku jadi ingat perkataan Ibuku, kalau kita harus bisa mensyukuri apa yang kita dapat” kata Kubisa terlihat lebih semangat.
            “Halah ... kalah ya kalah! Nggak usah ngeles deh!” sanggah Kutika dengan pongah.
            Kunipa dan Kubisa terdiam kembali, mereka hanya bisa pasrah dengan ejekan Kutika. Memang, sikap Kutika akhir-akhir ini jadi sombong, apalagi saat Kutika sering ke rumah warga Negeri Manusa. Dia merasa menjadi Kurcaci yang paling tahu arah jalan menuju Negeri Manusa dan tidak pernah mau mendengarkan Kurcaci lainnya.
            “Ya udah, yuk kita pulang! Lihat sang surya sudah mau tenggelam, lagian besok Negeri manusa ada ujian, makanya kita harus memberikan pelayanan lagi” ajak Kusila Kurcaci.
            “Besok berangkat bersama-sama ya!” timpal Kunipa Kurcaci.
            “Iya, jadi bisa berangkat ramai-ramai dan tidak tesesat” jawab Kusila Kurcaci.
            “Jangan lupa Kupisa kita ajak, dia kan yang paling hafal arah jalan ke Negeri manusa” kata Kubisa.
            “Nggak usah! Aku kan sudah sering ke Negeri Manusa. Jadi tidak mungkin aku tersesat! Besok aku mau berangkat sendiri saja!” kata Kutika Kurcaci dengan nada sombongnya.
            Ketiga Kurcaci lainnya hanya bisa diam, mereka langsung pulang dan tidak menyangka ternyata kesombongan Kutika Kurcaci sudah sangat jauh, mereka hanya bisa berdoa, semoga Kutika tidak kebingungan mencari jalan, karena menurut berita, saat ini di Negeri Manusia banyak bencana banjir dan tanah longsor, sehingga banyak jalan yang rusak dan tidak bisa dilalui.         
***
            “Yuk kita berangkat!” ajak Kupisa Kurcaci yang ahli membaca peta.
            “Tunggu dulu, Kutika belum kelihatan. Bagaimana kalau kita tunggu sebentar” kata Kubisa memberi saran.
            “Iya, walaupun kemarin dia ingin berangkat sendiri, tapi lebih baik kita tunggu sebentar” tambah Kusila.
            “Aku sangat setuju dengan kamu Kusila! Biar bagaimanapun kemarin kita sepakat mau berangkat bersama” kata Kunipa Kurcaci.
            Mereka kemudian memutuskan untuk menunggu Kutika, namun setelah beberapa lama, tanda-tanda kedatangan Kutika tidak juga kelihatan.
            “Kupisa, ayo kita berangkat aja. Kasihan anak-anak Negeri Manusa, nanti mereka tidak dapat pelayanan dari kita” kata Kunipa.
            “Iya, besok pagi kan mereka Ujian. Kasihan kalau kita datang terlambat!” tambah Kubisa.
            “Oke, yuk kita berangkat!” ajak Kupisa memberi aba-aba.
            Merekapun kemudian berangkat ke Negeri Manusa, sepanjang perjalanan, terlihat bekas bencana tanah longsor, dan jembatan putus akibat banjir selalu mereka jumpai. Kunipa, Kubisa, Kusila berjalan mengikuti Kupisa yang hafal dengan jalan menuju Negeri Manusa. Akhrinya merekapun tiba di Negeri Manusa dengan selamat dan tidak terlambat.
            “Untung kita bareng Kupisa!” kata Kusila.
            “Coba kalau kita bareng Kutika. Loh ...Kutika kok belum kelihatan?” tanya Kunipa.
            “Iya, dia kok belum kelihatan ya” tambah Kubisa.
            “Tenang! Kita nggak usah khawatir. Kalian langsung memberi pelayanan saja, biar aku yang mencari Kutika” kata Kupisa.
            Kubisa, Kunipa, dan Kusila setuju, mereka langsung memberi pelayanan ke anak-anak Negeri Manusa dan Kupisa bergegas mencari Kutika. Kupisanpun berjalan menacari rute yang kemungkinan dilalui Kutika. Saat sampai perbatasan Negeri Manusa dengan Negeri Sakola, Kupisa mendengar suara tangisan yang semakin lama semakin keras.
            Sambil mengendap-endap, Kupisa menuju suara tangisan itu. Kupisa kaget, ternyata itu adalah tangisan dari Kutika Kurcaci.
            “Kutika! Kamu kok menangis kenapa?” tanya Kupisa.
            “Aku tersesat, tadi sampai jembatan, jembatan putus, muter jalan lain, tambah tersesat” jawab Kutika sambil menangis.
            “Maafin aku Kupisa, aku sebenarnya ingin bareng kamu, tapi aku gengsi sama teman-teman. Kasihan anak-anak Negeri Manusa ...” lanjut Kutika sambil masih menangis.
            “Tenang aja aku sudah maafin, dan anggaplah ini sebagai pelayanan untuk dirimu sendiri ya. Yuk kita segera ke negeri Manusa, masih ada waktu ...” ajak Kupisa sambil manarik tangan Kutika agar bergegas.
Merekapun bergegas ke Negeri Manusa untuk mengejar waktu tersisa pelayanan dan akibat kejadian itu, Kutika sadar, jika kesombongannya bisa merugikan orang lain dan dirinya sendiri.

Selamat Membaca


0 komentar:

Posting Komentar