Oleh: Nur Rakhmat, S.Pd

Sabtu, 30 November 2019

On 02.48 by Nur Rakhmat in    1 comment

Membangun Keluarga Sadar Anak
(Refleksi Hari Anak Nasional)
Oleh : Nur Rakhmat
“Setiap anak adalah unik. Mereka memiliki bakat, minat, dan potensi yang berbeda. Bimbing dan didiklah mereka sesuai keunikannya.”
Itulah untaian kata yang terdapat dalam instagram Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Penuh hikmah dan nasehat mendalam serta sarat dengan pendidikan karakter di dalamnya. Dan tentunya mengandung maksud dan tujuan mulia yang semuanya bermuara untuk optimalnya tumbuh kembang anak, baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Namun, untuk menerima dan memahami konsep tersebut jelas tidak mudah. Hal ini disebabkan masih ada orang tua yang belum bisa memahami perkembangan dan pertumbuhan anaknya dengan baik. Selain itu, masih ada orang tua yang selalu membanding-bandingkan anaknya dengan anak lain yang menurut orang tua dirasa lebih hebat dari anaknya.
Contoh konkret yang sering kita jumpai adalah banyak orang tua yang masih berpegang prinsip bahwa konsep kepandaian tolak ukurnya hanya pada aspek kognitif atau intelektual saja. Misalnya saat penerimaan raport atau penilaian ulangan, masih ada orang tua yang merasa malu karena anaknya tidak pandai karena nilai matematikanya kurang baik.
Disadari atau tidak, jika konsep tersebut masih terus dibiarkan, hal tersebut pasti akan beresiko bagi perkembangan anak, utamanya bagi perkembangan mental dan psikologis anak. Lalu bagaimana langkah yang bisa dilakukan agar anak terhindar dari kesalahpahaman orang tua yang dapat berujung ke malpraktek pendidikan anak?
Keluarga Sadar Anak
Ya, keluarga sadar anak hemat kami adalah progam atau langkah konkret yang dapat diterapkan oleh orang tua atau pihak yang berkecimpung dalam dunia anak seperti guru dan pengasuh anak untuk menerapkan konsep pendidikan anak dengan baik sesuai dengan perkembangan anak.
Keluarga sadar anak juga merupakan langkah yang sangat tepat dilaksanakan oleh orang tua maupun guru untuk bisa membangun konsep positif anak agar menjadi generasi hebat dan berkarakter yang bisa membanggakan orang tua, bangsa, agama dan  negara serta bermanfaat untuk ummat manusia.
Selain itu, mengapa keluarga sadar anak tepat dan efektif diterapkan? Hal ini didasarkan kondisi nyata saat ini banyak anak yang telah berperilaku menyimpang atau tidak berperilaku sesuai dengan perkembangan mereka. Kondisi tersebut dikuatkan pada hasil penelitian dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 terdapat sekitar 80 juta anak telah mengakses pornografi daring. Selian itu, berdasar penelitian Kominfo bekerjasama dengan Unicef (2014) bahwa anak-anak berbohong mengenai usia untuk mendapat akses situs internet.(Kompas, 23 Juli 2018).
Kondisi tersebut jelas sangat menggambarkan bagaimana tidak sadarnya orang tua terhadap anak. Kondisi tersebut juga jelas menggambarkan bahwa kita masih belum sadar bahwa bahaya mengancam anak-anak kita di tempat yang kita anggap aman yaitu di rumah. Kita juga belum sadar bahwa kita telah menjerumuskan anak-anak kita dengan fasilitas yang ternyata kontrol kita juga kurang terhadap fasilitas tersebut, misalnya HP dan internet.
Maka dari itu, untuk menangkis efek negatif tersebut dibutuhkan keluarga sadar di dalamnya. Kemudian bagaimana bentuk keluarga sadar anak tersebut? Hemat penulis, keluarga sadar anak adalah keluarga yang benar-benar sadar dan menyadari keberadaan anak. Keluarga sadar anak adalah keluarga yang sadar bahwa anak adalah aset yang butuh bimbingan dan dorongan untuk berhasil.
Konkritnya, bentuk keluarga sadar anak hemat kami bisa dilihat dari akronim “SADAR” yang meliputi Sikapi, Amati, Demokrasi, Antisipasi dan Refleksi. Yang pertama adalah Sikapi. Sikapi di sini adalah bentuk reaksi positif terhadap apa yang dialami anak. Ini penting dilakukan karena tidak jarang banyak dari kita yang egois terhadap anak. Banyak dari kita memberikan hukuman kepada anak tanpa melihat apa sebabnya dan apa akibatnya bagi anak di kemudian hari.
Yang kedua adalah amati. Sebagai orang tua, hendaknya kita harus bisa lebih mengamati keseharian anak. Baik perilaku, sikap dan lingkungan keseharian anak. Ini sangat penting dilakukan, agar dalam menyikapi terhadap peristiwa yang menimpa anak, kita sebagai orang tua bisa bersikap bijak dan bisa memberi solusi tepat sehingga malpraktek terhadap anak bisa terhindarkan.
Seperti yang pernah disampaikan oleh Munif Chatib seorang pakar Multiple intellegiences Indonesia dalam seminar pendidikan yang pernah kami ikuti, beliau mengatakan bahwa orang tua harus bisa menjadi penyelam yang baik untuk anak-anak. artinya orang tua harus benar-benar paham dan sadar terhadap anak.
Selanjutnya adalah demokratis. Sikap ini sangat penting diterapkan di lingkungan keseharian anak. Mengapa sikap demokratis sangat penting? Ini disebabkan dalam sikap demokratis kebebasan yang bertanggungjawab sangat dijunjung tinggi. Hal ini tentu sangat mendukung kedekatan anak dengan orang tua maupun guru. Sehingga dengan sikap demokratis anak terdorong untuk meniru perilaku positif orang tuanya tersebut.
Bentuk “Sadar” selanjutnya adalah antisipasi. Setelah kita mengetahui, mengamati dan menyikapi serta bersikap demokratis, sebagai orang tua kita juga hendaknya bisa mengantisipasi sikap negatif yang bisa menyerang anak. Misalnya dengan menambah porsi pendidikan agama, penanaman karakter positif dan teladan karakter terhadap anak.
Selain itu kita bisa membatasi penggunaan gadget terhadap anak, selain untuk mengantisipasi anak dari bahaya kekerasan dunia maya. Pembatasan penggunaan gadget terhadap anak juga bisa mencegah anak dari perilaku antisosial, kecanduan game online dan kemungkinan mengakses internet berkonten pornografi dan kekerasan cyber.
Dan bentuk “Sadar” yang terakhir adalah reflektif. Kita sebagai orang tua juga harus bisa mengevaluasi diri. Sudah sejauh mana kita memberikan teladan yang terbaik terhadap anak. Sudah sejauh mana kita mengawal dan mengawasi perkembangan anak anak kita. Sehingga saat kita mendapati perilaku menyimpang anak, kita bisa bertabayyun  dan bisa memberikan ganjaran yang tepat untuk anak.
Namun untuk membangun keluarga sadar anak, orang tua tidak bisa berdiri sendiri. Orang tua juga hendaknya berkolaborasi dengan guru, teman sepermaina anak dan lingkungan anak. selain itu, orang tua juga hendaknya juga bisa memahami anak, dan mampu membedakan mana yang merupakan kebutuhan anak dan mana yang merupakan keinginan anak.
Lalu orang tua hendaknya juga memberikan apresiasi terhadap sikap positif yang sudah dilakukan oleh anak. Hal ini dilakukan agar sikap orang tua terhadap anak seimbang. Artinya saat anak mampu berprestasi dan bersikap positif ganjaran dan motivasi positif wajib diterima anak dan sebaliknya jika anak melakukan sikap negatif, orang tua juga bisa memberikan hukuman yang mendidik dan proposional terhadap anak.
Selain itu, agar sikap sadar anak bisa tumbuh dan berkembang dengan baik oran tua juga ataupun orang terdekat dengan anak juga hendaknya bisa memberikan tanggungjawab terhadap anak sebagai bentuk penghargaan dan kepedulian terhadap anak. Bentuknya mulai dari hal sederhana seperti menggosok gigi jika hendak tidur atau hal sederhana lain.  Hal ini sangat penting karena sikap positif yang baik itu tidak serta merta ada tetapi tumbuh dari kebiasaan baik yang dilakukan terus menerus.
Banyak manfaat yang dapat diperoleh jika sebagai orang tua kita bisa membangun keluarga sadar anak dengan baik. Diantararanya terbentuknya karakter positif anak, keluarga yang harmonis, dinamis, dan saling peduli untuk selalu berbuat baik serta mempunyai kesamaan visi antar anggota keluarga.
Sehingga harapannya dari keluarga sadar anak tersebut, generasi bangsa yang cerdas, peduli, dan berkarakter bisa tumbuh dan berkembang dan bisa menjadi generasi unggul yang bisa membuat bangga Indonesia di dunia internasional. Tentu demi Indonesia yang lebih hebat dan bermoral.
Selamat Hari Anak Nasional
Nur Rakhmat, S.Pd.
Guru SDN Kalibantng Kidul 01 UPTD Pendidikan Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang. HP. 081542557038.

Artikel ini pernah dimuat di harian Tribun Jateng pada selasa, 24 Juli 2018
Silahkan klik

On 02.41 by Nur Rakhmat in    No comments

Awas, Jangan Sampai Tryout Membuat Repot!
Oleh : Nur Rakhmat
            Ujian sebentar lagi, tentu berbagai senjata untuk menghadapi ujian baik UNBK ataupun USBN sudah disiapkan, baik oleh orang tua, guru maupun oleh siswa sendiri. Dan diantara yang dipersiapkan oleh semuanya adalah latihan ujian atau tryout.
            Tryout sampai saat ini masih menjadi media efektif untuk mengukur sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami materi yang akan diujikan. Tryout juga masih efektif untuk memotivasi dan memacu nilai siswa agar menjadi lebih baik. Selain itu, tryout juga seolah menjadi patokan bagaimana guru dan siswa membaca kisi-kisi ujian, apakah berhasil atau tidak.
            Namun, apakah dengan mengikuti semua tryout hasil ujian siswa akan lebih baik? Lalu bagaimanakah bentuk tryout yang diharapkan mampu membuat siswa menjadi lebih baik dan lebih siap untuk menghadapi ujian?
Berdampak Ganda
            Belajar adalah proses. Itulah makna yang sudah jamak dimengerti oleh umum, termasuk tryout di dalamnya. Dan hemat kami, hasil tryout juga bisa sangat berpengaruh terhadap belajar siswa.
Sebagaimana dikatakan oleh Slameto, bahwa dalam proses belajar siswa ada faktor intern dan ekstern yang mempengaruhinya. Faktor intern meliputi jasmani, psikologis, dan kelelahan, sedangkan faktor ekstern meliputi faktor kelurga, sekolah dan masyarakat. (Slameto, 2010: 54).
Oleh karena itu, berdasar keterangan tersebut dampak yang ditimbulkan dari tryout sangatlah besar bagi perkembangan belajar siswa, baik itu dalam proses belajar maupun dalam hasil belajar. Mengapa demikian? Karena dengan hasil tryout yang berbeda, tentu hal tersebut mempengaruhi intern atau sisi psikologis siswa.
Misalnya, seorang siswa mengikuti 10 kali tryout menjelang ujian. Tentu siswa tersebut akan mengalami 10 perasaan yang berbeda dari setiap tryout yang diikutinya. Bisa jadi siswa tersebut mengalami tekanan yang bisa berujung cacian, makian, dan bullying. Bisa jadi pula, siswa tersebut mendapat kepuasan yang berujung sanjungan, pujian dan penghargaan.
Berdasar keterangan tersebut, akan terbentuk dua dampak dalam perkembangan psikologi siswa, utamanya terkait dengan belajar. Apalagi reaksi tiap siswa dalam menanggapi hasil tryout berbeda antara satu siswa dengan siswa lainnya. Bagi siswa yang menanggapi positif hasil tryout maka kemungkinan muncul sifat dan sikap frustasi siswa tidak ada.
Akan tetapi, bagi siswa yang menanggapi negatif hasil tryout terlebih ditambah dengan tekanan dari guru, keluarga, dan teman lingkungan. Tentu, sikap dan sifat frustasi bisa muncul dan akan sangat berpengaruh pada emosional siswa. Akibat terburuknya, siswa bisa mengalami penderitaan emosional yang akan sangat berpengaruh pada hasil belajar siswa utamanya pada hasil ujian siswa.
Baharudin dalam bukunya mengatakan, bahwa emosi sangat memengaruhi efektifitas belajar siswa. Karena efektifitas siswa bisa membentuk motivasi yang ujungnya bisa membentuk siswa memperolah kepuasan dalam belajar. ( Baharudin, 2009 : 151).
Lalu bagaimana agar tryout bisa menjadi media bagi siswa dalam meraih sukses ujian?
Tryout Resmi
            Hemat kami, langkah bijak dan efektif agar tryout benar-benar bisa menjadikan siswa lebih siap dalam menghadapi ujian adalah dengan cara mengikuti tryout yang resmi. Lalu bagaimanakah bentuk tryout resmi tersebut?
            Yang pertama adalah tryout yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan. Tryout ini jelas sekali terasa besar manfaatnya bagi siswa, selain pelaksanaanya di sekolah di mana siswa belajar, hasil tryout ini juga terkontrol oleh guru masing-masing.
            Selain itu, tryout yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan mayoritas soalnya dibuat oleh guru berprestasi dan biasa membuat soal, termasuk soal ujian yang dilengkapi dengan kisi-kisi ujian. Sehingga validitas soal lebih teruji dan terjaga.
            Tryout resmi yang kedua adalah tryout yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan tertentu. Namun, sebaiknya dilihat dulu satuan pendidikan tersebut, apakah kredibel dalam melaksanakan tryout sebelumnya ataukah hanya sebagai ajang promosi sekolah belaka.
            Maka, untuk tryout tipe ini peran guru dalam mendalami sekolah pelaksana tryout sangat penting. Selain untuk menjaga pola yang sudah diberikan ke siswa, juga untuk menjaga agar kondisi psikologis siswa selalu prima dan tidak asal ikut tryout saja.
            Yang terakhir adalah tryout yang dilaksanakan bimbingan belajar. Model tryout ini biasanya memang bertujuan utama untuk promosi, tetapi tetap ada nilai positif di dalamnya. Selain siswa berpeluang menjadi peserta bimbingan belajar gratis, tryout ini juga bisa digunakan untuk mengukur sejauh mana kemampuan siswa dengan sekolah lain. Selain itu, dengan siswa ikut tryout yang diselenggarakan bimbingan belajar, siswa bisa mendapat tips singkat cara mengerjakan soal dan beberapa trik lainnya.
            Namun sekali lagi, peran guru dalam memberikan pengertian kepada siswa akan tryout ini sangat penting. Selain agar kondisi siswa terjaga juga jangan sampai siswa mengikuti tryout hanya untuk ajang iklan dan promosi dari lembaga bimbingan belajar tersebut.
            Akhirnya, dari penjelasan tersebut bisa kita ambil simpulan bahwa tryout berperan penting dalam ujian. Dan sudah sangat jelas bahwa peran guru dan orang tua sangat besar sekali dalam menyikapi maraknya tryout menjelang ujian. Jangan sampai guru dan orang tua kecewa terhadap hasil ujian anak karena pengaruh tryout.
            Kebijakan, kejelian dan sikap guru untuk selalu memotivasi siswa serta peran orang tua dalam memotivasi siswa menyikapi hasil tryout adalah suatu keharusan yang wajib dimiliki oleh setiap guru dan orang tua.
            Sehingga harapannya tryout tidak membuat repot siswa, guru, dan orang tua, tetapi tryout bisa memacu semua pihak untuk lebih tersupport , lebih termotivasi untuk lebih baik dalam menghadapi ujian agar bisa mendapat hasil ujian maksimal sesuai harapa dan impian. Amin ...

On 02.09 by Nur Rakhmat in    No comments

Maju Bersama “Masdi”
Oleh : Nur Rakhmat
Tahukan anda? Penyerapan tenaga kerja per Februari 2016 di Provinsi Jawa Tengah masih didominasi oleh penduduk yang berpendidikan rendah yaitu mulai dari pendidikan setara SD ke bawah sebesar 8,92 juta orang atau sekitar 51, 97% dari jumlah penduduk di Provinsi Jawa Tengah.(Berita Resmi Statistik, diakses pada 17/11/2017 pukul 05.39).
Artinya, dengan tenaga kerja yang mayoritas lulusan Sekolah Dasar, tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah masih jauh dari kata ideal. Walaupun sudah kita ketahui bersama, bahwa upah minimum tingkat provinsi Jawa Tengah pada tahun 2018 adalah Rp. 1.486.065 atau mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp. 1.367.000. ( Kompas.com/17/11/17).
Lalu bagaimana usaha yang dapat dilakukan agar tingkat kesejahteraan masyarakat meningkat sehingga Jawa Tengah semakin maju?
“Masdi”
            Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development Index (HDI) sebagaimana dikutip dari Wikipedia.org adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia.
            Sehingga pendidikan sebagai salah satu indikator dalam IPM mempunyai peran penting di dalamnya. Pendidikan sebagaimana dikatakan dalam Undang-undang No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional, adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan negara.
            Dan kita ketahui bersama bahwa salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia yang tertera dalam alinea ke empat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdasakan kehidupan bangsa. Sehingga jika kita melihat tujuan tersebut, kondisi yang diharapkan dalam masyarakat Indonesia khususnya Jawa Tengah adalah masyarakat yang cerdas.
            Lalu bagaimana mewujudkan masyarakat Jawa Tengah yang lebih maju via pendidikan? Membudayakan Masyarakat Pendidikan (Masdi). Ya, “Masdi” atau masyarakat pendidikan hemat kami adalah salah satu solusi yang tepat yang dapat digunakan untk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
            “Masdi” sebagai sebuah konsep pembentukan dan penguatan karakter adalah suatu sistem yang menyeluruh yang mampu tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat. Dan sebagai sebuah sistem, “Masdi” juga sudah sesuai dengan dengan ciri-ciri sistem yang pada dasarnya antar satu dengan yang lainnya saling melengkapi.
            Sebagaimana dikatakan, bahwa ciri-ciri sistem adalah mempunyai tujuan, mempunyai batas yang jelas, terbuka, tersusun dari subsistem yang ada, ada saling keterikatan dan saling ketergantungan, merupakan kebulatan yang utuh, melakukan kegiatan transformasi dan memiliki kemampuan menyesuaikan diri. (Tatang Amin, 2003:19).
            Lalu bagaimana konsep “Masdi” tersebut? Kita tahu, pendidikan tidak hanya sebatas pendidikan di sekolah atau pendidikan di madrasah saja. Pendidikan ada di mana-mana, di sekolah, di kampung, di kota, di sawah, di kantor, dan lain sebagainya.
            Hal ini sesuai dengan apa yang sudah dituliskan dalam Undang-Undang Sisdiknas pasal 26 yaitu, bahwa bentuk pendidikan nonformal diantaranya adalah pendidikan kecakapan hidup, keterampilan, dll. Namun, dalam undang-undang tersebut masih ditujukan untuk pengembangan peserta didik semata. Belum dikatakan secara jelas untuk mengembangkan masyarakat.
            Di sinilah tugas dan fungsi “ Masdi” untuk mengembangkan pola pendidikan lebih lanjut agar semua unsur masyarakat terlibat, bisa berbuat, dan bisa mengajak masyarakat bertransformasi ke arah lebih baik bersama masyarakat pendidikan.
            Lalu untuk mengembangkan “Masdi” langkah pertama adalah bisa dengan cara mengindentifikasi tujuan yang ingin diharapakan dari masyarakat pendidikan tersebut. Menentukan tujuan sangat penting diutamakan agar dalam konsep “Masdi” ini mempunyai alur, mekanisme, dan sistem yang jelas.
            Setelah merusmuskan tujuan langkah selanjutnya adalah dengan membuat kerangka acuan atau petunjuk teknis konsep masyarakat pendidikan yang diinginkan. Apakah melibatkan unsur pendidikan formal atau tidak? Ataukah dengan menggandeng semua unsur pendidikan. Setelah itu, baru mengidentifikasi elemen penting yang ada dalam konsep “Masdi”.
            Elemen penting tersebut merupakan elemen yang penting segera diberlakukan proyek perubahan di dalamnya. Dan hemat kami, unsur pertama tersebut adalah generasi muda. Mengapa generasi muda? Karena generasi muda adalah pelaku utama kehidupan di masa mendatang. Yang bisa dilakukan oleh masyarakat pendidikan kepada generasi muda adalah membantu generasi muda untuk mengembangkan ekonomi kreatif.
            Mengapa di Jawa Tengah perlu dikembangkan ekonomi kreatif bagi generasi muda? Selain agar generasi muda merasa diajak bekerjasama demi kemajuan daerahnya, hal ini juga sebagai wujud eksistensi generasi muda di zaman milenial ini.
            Setelah generasi muda, adalah pelaku usaha. Ini penting, dengan adanya sinergi antara generasi muda dengan pelaku usaha, generasi muda bisa meneladani kesuksesan pelaku usaha kemudian memodifikasi apa yang telah diteladani, sehingga harapannya generasi muda bisa lebih mengembangkan apa yang telah dilakukan oleh pelaku usaha saat ini.  Untuk kemajuan Jawa tengah khususnya dan Indonesia pada umumnya.
            Bentuk kegiatan selanjutnya yang bisa dilakukan masyarakat pendidikan adalah dengan adalah dengan melakukan proyek “Masyarakat Menginspirasi”. Bentuknya, antar elemen masyarakat saling tukar pengalaman untuk kemajuan masing-masing dan kemajuan bersama. Sehingga, dengan kegiatan masyarakat menginspirasi proses belajar bersama antar elemen masyarakat bisa berjalan dengan baik.
            Akhirnya, mari kita dukung gerakan masyarakat pendidikan sebagai salah satu upaya pembangunan Jawa Tengah menjadi lebih baik. Tentu dengan diiringi komitmen semua elemen agar proyek perubahan ini bisa berlangsung dengan baik.
           
           



Jumat, 29 November 2019

On 23.45 by Nur Rakhmat in    No comments

Menanti  Senyuman Bapak
Oleh : Nur Rakhmat
Malam itu
Saat bintang malam mulai tertidur dan suara suara deru malam sudah mulai terpejam
Aku bimbang, Aku terguncang
Aku terbenam dalam malam kelam kelu mencekam
Bahkan ketika dering gawai beringsut larut dalam kalut yang tiada terselimut
Aku tiada pernah tahu kapan waktu kan menjemput
Bapak
Saat itu engkau ingatkan aku akan masa kecil dulu
Saat itu engkau bangunkan aku dari lamunan semu hidup yang kelu
Saat itu engkau antarkan aku dalam arti penuh sadar kalbu
Namun ... Apakah engkau tahu?
Sungguh kala itu aku butuh hantaman kata dan laku yang penuh arti dan tiada ragu darimu
Sungguh aku masih butuh tangan kuatmu tuk kugapai dalam pegangan hidupku
Aku masih ingin senyummu menghias setiap langkah hidupku
Bapak
Saat ini, saat semua sudah berlalu
Aku rindu senyummu yang selalu menjaga langkah hidupku
Semarang, 30 Juli 2019
kang.rakhmat


Puisi  ini pernah ditayangkan di Kompasiana
 silahkan klik link berikut Menanti Senyuman Bapak


On 19.17 by Nur Rakhmat in    1 comment

Karena Kita Guru
(Sebuah Renungan di hari Guru Nasional)
Oleh : Nur Rakhmat
25 November adalah hari yang bermakna bagi pendidik di tanah air. Pada tanggal tersebut semua elemen masyarakat merayakan hari guru sebagai bentuk penghargaan terhadap dedikasi Sang Pahlawan Tanpa Tanda Jasa ini. Dan sebagai profesional, di usia 74 tahun perayaannya tentu banyak cerita yang membersamai Sang Guru dalam mengarungi lautan ilmu untuk kemajuan pendidikan di tanah air.
Terlebih di era milenial ini, guru dituntut harus peka terhadap paradigma perubahan dunia pendidikan di tanah air. Guru tidak boleh kagetan dengan semakin cepatnya perubahan akibat adanya pengaruh teknologi yang sangat masif menyasar semua lini kehidupan. Guru harus bisa juga menjadi guru milenial sebagai wujud adaptasi guru terhadap cepatnya perkembangan generasi milenial yang kesehariannya bergaul dengan dunia digital.
Mengapa demikian?
Karena Kita Guru
Kita guru! Benar karena kita guru, maka sudah seharusnya kita bertransformasi menjadi guru digital yang mampu dan bisa berliterasi digital dengan  baik sebagai bekal guna mendidik peserta didik era digital yang semakin jauh dari kata jiwa sosial.
Kita juga harus memantaskan diri dengan kondisi siswa era milenial yang keseharian mereka sudah akrab dengan lingkungan digital sebagai gaya hidup mereka. Kita tidak perlu persis seperti mereka, namun kita wajib tahu keadaan dan peduli terhadap siswa generasi digital ini dengan harapan kita bisa menyelami kondisi peserta didik digital sehingga bisa mengarahkan dan membersamai perkembangan mereka ke arah yang lebih baik.
Karena kita guru, sudah sepantasnya pula bagi kita lebih meningkatkan profesionalisme kita dengan menjalankan tugas dan fungsi guru secara penuh tanggungjawab dan integritas optimal sebagai bekal kita dalam mendidik generasi milenial menjadi generasi yang tangguh dan mampu bersaing di era global.
Karena kita guru, sudah menjadi kewajiban kita melayani dan mengedukasi peserta didik kita dengan praktik baik. Dengan teladan yang baik yang kita contohkan dalam keseharian kita baik dalam proses pembelajaran maupun di luar proses pembelajaran.
Karena kita guru, sudah menjadi kewajiban kita untuk selalu bergerak dan tergerak, serta mampu menggerakkan lingkungan menjadi lebih baik, menggerakkan peserta didik menjadi pribadi yang mumpuni, pribadi yang sehat jiwa raga serta mampu menjadi penggerak pula dalam lingkungan keseharian mereka.
Lalu bagaimana cara atau langkah yang dapat dilakukan? Hemat kami ada beberapa langkah yang dapat digunakan untuk menjadi guru penggerak, menjadi guru inspiratif bagi lingkungan sekitar kita, yaitu dengan menjadi guru MUDA, yaitu guru yang Mau, Usaha, Doa dan Aplikatif.
Yang pertama adalah Mau. Guru dikatakan memiliki dedikasi tinggi adalah adanya kemauan guru untuk merubah diri, dari guru biasa saja menjadi guru luar biasa. Hal ini sangat penting sekali, karena segala perubahan apapun jenisnya, kalau dari pihak guru tidak mau berubah, maka habislah perubahan itu.
Kedua adalah Usaha. Guru dikatakan bisa dan mau berubah ke arah lebih baik, adalah adanya sikap ihtiar guru untuk berusaha mengoptimalkan segala kemampuan dan potensi yang dimilikinya untuk kepentingan perkembangan peserta didik ke arah yang lebih baik. Sehingga dengan optimalnya usaha guru, hasil yang didapat peserta didik dan guru tesebut juga akan semakin lebih baik.
Ketiga adalah doa. Doa adalah langkah kuat yang juga harus dimiliki guru dalam mendidik peserta didik. Seorang guru yang baik, tentu setiap hari hatinya tidak pernah terlepas hatinya dengan hati muridnya. Guru yang baik, juga tiada lupa mendoakan agar muridnya bisa menjadi generasi yang berbudi dan mempu menjadi abdi yang baik bagi masyarakat dan negeri.
Dan yang terakhir adalah Aplikatif. Agar pendidikan di era milenial dapat berjalan dengan baik, dibutuhkan penerapan nyata oleh guru dan siswa. Sehingga dengan adanya sikap aplikatif dalam dunia pendidikan, harapannya peserta didik milenial ini mampu menjadi pribadi yang mampu menerapkan hasil belajarnya dan mampu bermanfaat bagi sesama.
Namun, karena kita guru, kita tidak mampu bergerak sendiri untuk kemajuan negeri, dibutuhkan dukungan dan motivasi dari segala pihak, baik lingkungan sekolah, sesama guru, siswa, orang tua, masyarakat dan pemerintah agar guru bisa saling berkolaborasi, saling memotivasi untuk bergerak bersama menjadi guru merdeka yang selalu belajar dan menjadi pembelajar yang baik.
Karena kita guru, mari kita tingkatkan literasi kita agar kita sebagai guru bisa saling memotivasi untuk kemajuan pendidikan di tanah air dan tentunya dengan sikap dan kemampuan literasi yang bagus, guru bisa menghadapi tantangan di masa depan yang semakin kuat dan nyata dalam era abad revolusi industri 4.0 menyambut abad era 5.0.
Karena kita guru, dibutuhkan pula hak guru untuk mendapat gaji yang layak, perlindungan hukum, kenyamanan dalam membelajarkan peserta didik, kepastian dalam tugas dan fungsi, kesejahteraan yang pasti sehingga dalam melaksanakan tugas, kita bisa tenang dan nyaman serta tujuan Nawacita yang masuk dalam garis besar tujuan nasional pendidikan Indonesia bisa tercapai dengan optimal.
Seperti yang ternukil dalam pidato Mas Menteri Bapak Nadiem Anwar Makarim, guru harus menjadi penggerak, maka mari awali perubahan dari diri kita sendiri, dari kelas kita, dari sekolah kita, sehingga tercipta pergerakan untuk saling menghargai, saling memotivasi dan saling menginspirasi untuk kemudian mampu bergerak bersama untuk kemajuan negeri.
Karena kita guru, kita sangat butuh kepercayaan, dorongan, dukungan dari semua stake holder pendidikan, mulai dari orang tua, lingkungan, masyarakat, dan pemerintah untuk bersama sama membangun pendidikan di tanah air ini. Karena, jika kita saling bahu membahu, saling gotong royong antar stake holder pendidikan, Tri Pusat pendidikan sebagai salah satu ide brilian Ki Hajar Dewantara, benar benar diterapkan untuk kemajuan bangsa khususnya dalam bidang pendidikan.
Maka, karena kita guru, mari bergerak bersama, saling berkolaborasi, berkomunikasi dan saling memotivasi agar mampu menjadi guru penggerak yang berjiwa muda dan mampu menggerakkan sesama untuk pendidikan Indonesia yang  lebih merdeka, dan lebih memerdekakan tentu demi Indonesia yang lebih baik.
Selamat hari Guru Nasioal, Salam Merdeka ! Guru Penggerak!
#Sebuah evaluasi diri sebagai bentuk saling memotivasi untuk kebaikan negeri
Nama   : 
Nur Rakhmat,S.Pd. Guru SDN Kalibanteng Kidul 01. Kota Semarang. Hp. 081542557038..  Jln. Candi Intan V No.1129 Rt.07 Rw.09 Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang 50183

catatan :
artikel ini pernah ditayangkan pada Kolom Kompasiana dengan judul yang sama. 
silahkan kunjungi link berikut  : 



Rabu, 27 November 2019

On 17.34 by Nur Rakhmat in    No comments

Membangun Keluarga Digital
oleh : Nur Rakhmat
Di era sekarang, siapa yang tidak mengenal internet? Di era sekarang siapa yang tidak mengenal gawai? Mulai dari anak kecil, sampai dewasa semuanya pasti tiada hari tanpa gawai. Kita bisa melihat di kanan kiri kita, setiap orang memiliki gawai untuk keperluan mereka masing masing. Bisa untuk belajar, bisa untuk mencari informasi, bahkan bisa untuk sarana peningkatan ekonomi.
Namun, kita juga sadar bahwa generasi penerus bangsa saat ini mayoritas adalah anak generasi Z yang notabene sudah mengenal teknologi informasi sejak mereka lahir. Mereka sudah mengenal media sosial dan game online dengan begitu paham. Bahkan anak generasi Z yang diasumsikan lahir antara tahun kelahiran 1995 – 2010 bisa dikatakan adalah generasi melek teknologi yang bisa jadi kemampuan penguasaan teknologi mereka melebihi orang tua mereka ataupun guru mereka.
Di sinilah peran semua pihak untuk mengarahkan bagaimana anak generasi Z ini bisa tumbuh dan berkembang dengan baik di tengah ketidakpastian dunia maya atau dunia digital bagi mereka. Keluarga sebagai lingkungan pertama yang mengenal anak generasi Z mempunyai kewajiban lebih daripada pihak lain untuk membentuk keluarga yang melek digital di era milenial ini.
Lalu bagaimana langkah yang bisa dilakukan keluarga agar seluruh anggota keluarga bisa paham dan bijak serta memiliki pengetahuan untuk berkembang dan bertumbuh secara positif di era sekarang?
Digitalisasi Keluarga
            Ya, Hemat kami salah satu langkah tepat guna membentuk dan membangun keluarga digital dengan baik adalah dengan digitalisasi keluarga, yang mana keluarga di era sekarang lebih dituntut untuk paham teknologi, khususnya orang tua untuk mengimbangi anak anak mereka yang sudah canggih dengan teknologi digital.
            Lalu bagaimana bentuk digitalisasi keluarga agar dapat digunakan untuk membangun keluarga digital dengan baik? Yang pertama adalah kuatkan LiDi keluarga. Yaitu sebuah usaha digitalisasi keluarga dengan menguatkan literasi digital (LiDi) keluarga. Hal ini sangatlah penting, karena literasi digital adalah salah satu dari komponen literasi dasar yang dikembangkan pemerintah dalam Gerakan Literasi Nasional.
            Sehingga sudah sangat jelas, jika keluarga mengedepankan dan meningkatkan kemampuan LiDi ( Literasi Digital ), pendidikan berbasis keluarga dan literasi digital berbasis keluarga bisa meningkat dan berkolaborasi bersama dengan sektor pendidikan lain.
            Bentuk literasi digital yang dapat dilakukan keluarga sebagaimana yang disebutkan oleh pemerintah diantaranya adalah dengan menyediakan sarana informasi komunikasi berupa televisi, radio, dan media elektronik lainnya. Dengan harapan informasi yang didapat anggota keluarga valid dan tidak menimbulkan hoaks atau beritabohong yang menjurus perpecahan.
            Selanjutnya adalah dengan mengoptimalkan sarana media sosial dan gawai jaringan internet di lingkungan keluarga. Langkah ini sangatlah penting, karena selain sebagai salah satu sumber informasi, adanya media sosial dan jaringan internet yang cukup di lingkungan keluarga, keluarga bisa saling bertukar informasi yang sudah didapat dengan baik dan lancar tanpa sekat jarak dan waktu.
            Kemudian optimalisasi LiDi yang dapat dilakukan adalah membentuk komunitas komunitas keluarga berbasis IT. Mengapa dengan membentuk komunitas pendidikan keluarga dengan basis literasi digital sangatlah penting? Hal ini ditujukan agar kita mengetahui dan menguasai medan di lapangan. Sehingga kesalahpahaman bisa dihindari dan keluarga harmonis benar benar bisa terwujud dengan baik.
            Selain itu, membangun komunitas pendidikan itu juga sangat penting dikarenakan di era milenial ini, hoaks atau berita bohong sangat banyak menyebar di lintas sektor pendidikan , baik itu pendidikan formal, non formal dan informal. Maka dari itu, dengan kita menguasai literasi digital adanya hoaks serta konten negatif lainnya bisa diminimalisir karena sudah menguasai literasi digital dengan baik.
            Manfaat lainnya dengan mengedepankan literasi digital adalah keluarga bisa membangun dan membentuk anggota keluarganya dengan baik melalui belajar dan mencari informasi yang didapat dunia digital untuk kemudian diterapkan jika sesuai dengan nilai nilai dasar kepatuhan, kesopanan dan nilai nilai dalam Pancasila.
            Namun, selain mengedepankan literasi digital, Bentuk digitalisasi keluarga yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan pula karakter dan moral generasi bangsa. Hal ini sangatlah penting, karena dengan kita meningkatkan karakter positif kita, dengan kita meningkatkan moral positif kita, maka keluaga digital tidak akan melenceng jauh dari koridor budaya ketimuran atau budaya yang sesui dengan nilai nilai Pancasila di dalamnya.
Maka di sinilah pentingnya lima karakter utama yaitu religius, mandiri, nasionalis, gotongroyong, dan integritas penting untuk dimuculkan, dibudayakan, dan dibiasakan agar tercipta keluarga digital yang melek informasi teknologi serta memiliki jiwa karakter positif.
Bentuk nyatanya diantaranya bisa berupa membiasakan dan menumbuhan sifat religius, toleransi, dan budaya positif lainnya dalam mengedepankan pendidikan karakter di lingkungan keluarga. Selain itu, cinta tanah air, memakai produk dalam negeri, selalu disiplin, gotong royong , loyal dan patuh pada pimpinan juga berbagai bentuk karakter yang penting untuk dikemabngkan dalam pendidikan keluarga.
Sehingga harapannya dengan mengembangkan keluarga digital dalam bentuk digitalisasi keluarga yang diimbangi dengan membudayanya sikap dan karakter positif anggota keluarga, keluarga digital yang bijaksana dan berbudaya serta ideal bisa berperan dalam dunia internasional di era milenial tentunya demi Indonesia yang lebih global dan kuat mental.

Artikel ini pernah dimuat di kolom Kompasiana : 

           

On 17.16 by Nur Rakhmat in    No comments

Menjadi keluarga Pancasilais
Oleh : Nur Rakhmat
Setiap tanggal 1 Juni seluruh masyarakat Indonesia memperingati hari Lahir Pancasila. Dengan harapan karakter positif yang dimiliki penggagas dasar negara khususunya keteladanan Ir. Soekarno, Mr. Muhammad Yamin, dan Mr. Supomo bisa dimiliki dan diterapkan generasi penerus bangsa saat ini.
Seperti kita ketahui bersama, saat ini marak generasi muda penerus bangsa terpapar virus negatif globalisasi mulai dari degradasi moral, sikap yang kurang baik, akhlak yang jauh dari akhlas positif, menurunnya rasa cinta tanah air, semakin hilangnya kata mufakat, dan masih banyak lagi bentuk penyimpangan yang dilakulan oleh generasi muda penerus bangsa saat ini.
Maka itu, keluarga sebagai bagian pendidikan dalam skala makro memiliki kewajiban yang sama dengan pendidikan formal dalam hal ini sekolah dan pendidikan non formal (masyarakat) untuk merevitalisasi dan membangun kembali nilai nilai karakter positif tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dan hemat kami, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan membangun keluarga menjadi keluarga yang pancasilais.
Keluarga Berlandaskan Pancasila
Keluarga pancasilais hemat kami adalah salah satu upaya tepat guna membentuk dan membangun generasi muda berkarakter via pendidikan keluarga. Dan yang dimaksud keluarga pancasilais adalah keluarga yang membiasakan dan menerapkan nilai nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari mereka. Jadi bisa disimpulkan bahwa keluarga pancasilais adalah keluarga yang dalam interaksi antara anggota keluarga maupun antar anggota keluarga selalu berlandaskan nilai-nilai pancasila.
Dan penerapan nilai pancasila dalam keluarga pancasilais yang bisa dibentuk sesuai nilai nilai sila dalam pancasila diantaranya adalah ketaatan dalam beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai perwujudan nilai sila pertama pancasila, bentuk ketaatan yang bisa dijadikan dasar adalah teladan atau contoh yang baik orang tua untuk beribadah.
Contohnya bagi yang beragama islam orang tua bisa mencontohkan dan memberi teladan dengan salat berjamaah dan mengaji bersama. Bagi umat kristen dan katolik, bisa dengan memberi teladan anak untuk selalu pergi ke gereja atau kebaktian lainnya. Selain itu, orang tua juga bisa mewujudkan keteladanan dengan menjauhi segala larangan dan mentaati segala perintah yang terdapat dalam agama dan kepercayaan masing masing.
Penerapan sila yang kedua diantaranya adalah keteladanan antara anggota keluarga untuk selalu menumbuhkan sikap hormat menghormati, saling menghargai satu sama lain, dan sikap kemanusiaan lainnya. Hal tersebut penting, karena dengan adanya sikap saling memberi keteladanan, komunikasi yang baik terbentuk dan sikap  penerimaan positif antar anggtoa keluarga terbangun dengan baik.
Contohnya adalah seorang adik yang menghormati kakaknya, tentu akan tercipta pula kakak yang menghormati (baca : menyayangi) adik. Sehingga jika nilai dan sikap kasih sayang dilingkungan keluarga sudah terbentuk dengan baik, di lingkungan yang lebih luas anggota keluarga juga bisa bersikap sesuai dengan yang sudah dibiasakan dalam keseharian.
Selanjutnya dalam sila persatuan indonesia. Sikap pancasilais yang bisa diterapkan guna membangun keluarga yang berlandaskan pancasila adalah dengan keteladanan untuk memperkokoh keluarga. Maksudnya adalah sikap saling memiliki antar anggota keluarga diperkokoh sehingga persatuan keluarga jika ada gangguan dan intimidasi yang bersifat merusak ketenangan keluarga bisa dihindarkan.
Artinya sikap persatuan dengan dilandasi rasa saling percaya bisa menambah eratnya ikatan tali persaudaraan atau silaturahim antara anggota keluarga. Sehingga keluarga yang sakinah atau tenang dan selalu dalam naungan ridho Tuhan benar benar terwujud sebagai salah satu nilai implementasi pancasila.
Sikap pancasilais dalam sila keempat diantaranya adalah dengan menerima hasil keputusan bersama secara ikhlas dan legawa. Misalnya sudah diputuskan dalam musyawarah liburan digunakan untuk bersih bersih di rumah. Maka, sebagai anggota keluarga yang baik menerima keputusan tersebut dan ikut menyukseskan kegiatan bersih bersih tersebut dengan penuh tanggungjawab.
Sehingga dengan terbentuknya penerimaan positif antar anggota keluarga, komunikasi yang baik antar anggota keluarga terbentuk dengan baik. Dan sikap demokrasi di lingkungan keluarga selalu bisa menjadi media guna membentuk keluarga pancasilais.
Kemudian bentuk membangun keluarga pancasilais sesuai dengan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah dengan membiasakan keteladan dalam sikap adil di keluarga. Maka dari itu, bentuk keteladanan dalam keluarga bisa berupa keseimbangan antara hak dan kewajiban. Selain itu, keteladanan orang tua untuk selalu bekerja keras dalam mencukupi kebutuhan sehari hari bisa menginspirasi anak untuk bersikap demikian demi terwujudnya kesejahteraan bersama.
Maka dari itu, agar keluarga bisa bermetamorfosis menjadi keluarga yang pancasilais diperlukan ketekunan, keteguhan dan konsistensi antar anggota keluarga. Tentu juga dibutuhkan kerjasama antar semua elemen masyarakat, sekolah, pemerintah, dan stakeholder terkait agar keluarga pancasilais bisa benar-benar menjadi salah satu unicorn dalam penanaman pendidikan karakter di Indonesia.
Dengan harapan, di masa mendatang Indonesia dengan modal generasi bangsa yang bermoral dan berkarakter pancasila sebagai landasan utama dalam setiap sikap dan langkah yang diambil bisa menjadi bangsa yang hebat, bermartabat dan mampu berperan penting di dunia internasional.
Nama   :  Nur Rakhmat,S.Pd.
Guru SDN Kalibanteng Kidul 01. Kota Semarang. Hp. 081542557038. Alamat: Jln. Candi Intan V No.1129 Rt.07 Rw.09 Pasadena Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang 50183.

Ket. Artikel ini pernah dimuat di harian Jawa Pos Radar Semarang.



On 17.04 by Nur Rakhmat in    1 comment

Membangun Keluarga Impian
Oleh : Nur Rakhmat
Bentuk ideal hasil dari proses pendidikan tidak hanya dari sekolah belaka. Namun, banyak stake holder terlibat dalam proses pembentukan wujud ideal pendidikan. Dan dari berbagai stake holder tersebut, ada beberapa komponen yang bertanggung jawab berhasil atau tidaknya suatu proses pendidikan, di antaranya adalah keluarga.
Keluarga sebagaimana dikatakan dalam Undang Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah termasuk jalur pendidikan informal. Dan ditekankan juga bahwa pendidikan informal tidak hanya keluarga, tetapai juga lingkungan sangat berperan penting dalam pembangunan bentuk ideal pendidikan yang saat ini masih menjadi impian semua orang.
Lalu bagaimana langkah yang dapat dilakukan guna membentuk dan membangun bentuk keluarga impian sebagai  modal guna membentuk pendidikan yang ideal?
Keluarga (yang) Cemara
Ya, hemat kami, keluarga cemara adalah salah satu usaha yang efektif membangun keluarga impian, khususnya pendidikan terkait pola asuh anak demi tumbuh kembang anak menjadi generasi penerus yang ideal.
Perlu diketahui, istilah cemara di sini adalah akronim dari cinta, etika, moderat, aktif, religius, dan amanah yang inspirasinya penulis dapat dari karya novel berseri keluarga cemara karya Arswendo Atmowiloto. Dengan harapan, akronim cemara tersebut mampu membentuk suasana keluarga yang saling asah, asih, asuh dalam proses pendidikan keluarga sehingga keluarga impian yang saling mengerti dan meneladani bisa terbentuk.
CEMARA yang pertama adalah Cinta. Keluarga adalah tempat tumbuhnya cinta dan kasih sayang yang pertama dan utama. Maka dari itu, teladan kasih sayang yang dilakukan orang tua dan anggota keluarga hendaknya mengandung nilai edukasi dan sikap positif demi berhasilnya pembangunan keluarga impian via pendidikan.
Yang kedua adalah Etika. Etika sebagaimana dikatakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang terkait dengan apa yang baik atau moral (Akhlak). Akhlak adalah modal utama bagi anak (siswa) guna menjadi generasi yang bermoral dan berkarakter. Namun, dalam pembentukan akhlak yang baik, juga dibutuhkan sikap yang baik pula, berupa keteladanan atau uswatun khasanah dari setiap anggota keluarga dan lingkungan.
Bentuk Cemara selanjutnya adalah Moderat atau suatu sikap yang tidak arogan dan selalu mengambil keputusan jalan tengah atau bisa dikatakan dengan bijaksana. Hemat kami sikap moderat ini sangat penting karena dengan sikap moderat yang ditanamkan di lingkungan keluarga, anak akan terbiasa saling menghormati, toleransi satu sama lain untuk saling bersosialisasi dan bersikap baik di lingkungan.
Cemara yang ketiga adalah aktif. Dan hemat kami maksud dari aktif di sini adalah keluarga haruslah aktif untuk saling mengingatkan dalam kebaikan. Keluarga juga hendaknya bisa saling aktif menguatkan satu sama lain. Sehingga dengan keaktifan positif yang bertumbuh dengan baik, keluarga sebagai pondasi utama pendidikan diharapkan bisa aktif mendidik anak menjadi generasi yang berkarakter dan bermoral.
Kemudian bentuk cemara selanjutnya adalah religius. Sikap ini sangat penting ditumbuhkan dan dibudayakan di lingkungan keluarga. Selain sebagai bentuk kodrat sebagai makhluk Tuhan, sikap religius adalah unsur utama dalam pendidikan dan pembentuk watak positif anak, serta menjadi kunci kesuksesan dalam pendidikan di lingkungan keluarga.
Dan bentuk cemara yang terakhir adalah amanah. Sikap amanah adalah bentuk konsisten untuk benar benar membentuk keluarga impian dengan membangun budaya positif dan berkarakter. Sikap ini penting karena mengandung unsur edukasi atau pendidikan berupa keteladanan langsung dari orang tua terhadap anak. Sehingga, jika orang tua dan lingkungan sudah membudayakan sikap amanah dengan baik, dalam kehidupan sosial anak juga terbiasa untuk bersikap amanah dan dapat dipercaya.
Maka dari itu, dibutuhkan konsistensi dan kesungguhan berbagai unsur, khususnya keluarga guna membangun keluarga impian. Dibutuhkan kerjasama dan dukungan berbagai pihak termasuk sekolah, masyarakat, dan pemerintah agar keluarga impian terbentuk dan bisa menjadi agen perubahan, serta agen pembentuk moral positif di era milenial ini tentu demi Indonesia yang lebih baik dan bermoral.   
Nama   :  Nur Rakhmat,S.Pd.
Guru SDN Kalibanteng Kidul 01. Kota Semarang. Hp. 081542557038. Jln. Candi Intan V No.1129 Rt.07 Rw.09 Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang 50183.



Ket. Artikel ini pernah dimuat di harian Tribun jateng, Selasa 23 Juli 2019 Forum Guru : (Membangun Keluarga Impian)