Sabtu, 30 November 2019
On 02.48 by Nur Rakhmat in Artikel Ilmiah Populer 1 comment
Membangun
Keluarga Sadar Anak
(Refleksi
Hari Anak Nasional)
Oleh
: Nur Rakhmat
“Setiap anak adalah unik. Mereka
memiliki bakat, minat, dan potensi yang berbeda. Bimbing dan didiklah mereka
sesuai keunikannya.”
Itulah
untaian kata yang terdapat dalam instagram Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Penuh hikmah dan nasehat mendalam serta sarat dengan pendidikan
karakter di dalamnya. Dan tentunya mengandung maksud dan tujuan mulia yang
semuanya bermuara untuk optimalnya tumbuh kembang anak, baik di lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat.
Namun,
untuk menerima dan memahami konsep tersebut jelas tidak mudah. Hal ini
disebabkan masih ada orang tua yang belum bisa memahami perkembangan dan
pertumbuhan anaknya dengan baik. Selain itu, masih ada orang tua yang selalu
membanding-bandingkan anaknya dengan anak lain yang menurut orang tua dirasa
lebih hebat dari anaknya.
Contoh
konkret yang sering kita jumpai adalah banyak orang tua yang masih berpegang
prinsip bahwa konsep kepandaian tolak ukurnya hanya pada aspek kognitif atau
intelektual saja. Misalnya saat penerimaan raport atau penilaian ulangan, masih
ada orang tua yang merasa malu karena anaknya tidak pandai karena nilai
matematikanya kurang baik.
Disadari
atau tidak, jika konsep tersebut masih terus dibiarkan, hal tersebut pasti akan
beresiko bagi perkembangan anak, utamanya bagi perkembangan mental dan
psikologis anak. Lalu bagaimana langkah yang bisa dilakukan agar anak terhindar
dari kesalahpahaman orang tua yang dapat berujung ke malpraktek pendidikan
anak?
Keluarga Sadar Anak
Ya,
keluarga sadar anak hemat kami adalah progam atau langkah konkret yang dapat
diterapkan oleh orang tua atau pihak yang berkecimpung dalam dunia anak seperti
guru dan pengasuh anak untuk menerapkan konsep pendidikan anak dengan baik
sesuai dengan perkembangan anak.
Keluarga
sadar anak juga merupakan langkah yang sangat tepat dilaksanakan oleh orang tua
maupun guru untuk bisa membangun konsep positif anak agar menjadi generasi
hebat dan berkarakter yang bisa membanggakan orang tua, bangsa, agama dan negara serta bermanfaat untuk ummat manusia.
Selain
itu, mengapa keluarga sadar anak tepat dan efektif diterapkan? Hal ini
didasarkan kondisi nyata saat ini banyak anak yang telah berperilaku menyimpang
atau tidak berperilaku sesuai dengan perkembangan mereka. Kondisi tersebut
dikuatkan pada hasil penelitian dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun
2010 terdapat sekitar 80 juta anak telah mengakses pornografi daring. Selian
itu, berdasar penelitian Kominfo bekerjasama dengan Unicef (2014) bahwa
anak-anak berbohong mengenai usia untuk mendapat akses situs internet.(Kompas, 23 Juli 2018).
Kondisi
tersebut jelas sangat menggambarkan bagaimana tidak sadarnya orang tua terhadap
anak. Kondisi tersebut juga jelas menggambarkan bahwa kita masih belum sadar
bahwa bahaya mengancam anak-anak kita di tempat yang kita anggap aman yaitu di
rumah. Kita juga belum sadar bahwa kita telah menjerumuskan anak-anak kita
dengan fasilitas yang ternyata kontrol kita juga kurang terhadap fasilitas
tersebut, misalnya HP dan internet.
Maka
dari itu, untuk menangkis efek negatif tersebut dibutuhkan keluarga sadar di
dalamnya. Kemudian bagaimana bentuk keluarga sadar anak tersebut? Hemat
penulis, keluarga sadar anak adalah keluarga yang benar-benar sadar dan
menyadari keberadaan anak. Keluarga sadar anak adalah keluarga yang sadar bahwa
anak adalah aset yang butuh bimbingan dan dorongan untuk berhasil.
Konkritnya,
bentuk keluarga sadar anak hemat kami bisa dilihat dari akronim “SADAR” yang
meliputi Sikapi, Amati, Demokrasi, Antisipasi dan Refleksi. Yang pertama adalah
Sikapi. Sikapi di sini adalah bentuk reaksi positif terhadap apa yang dialami
anak. Ini penting dilakukan karena tidak jarang banyak dari kita yang egois
terhadap anak. Banyak dari kita memberikan hukuman kepada anak tanpa melihat
apa sebabnya dan apa akibatnya bagi anak di kemudian hari.
Yang
kedua adalah amati. Sebagai orang tua, hendaknya kita harus bisa lebih
mengamati keseharian anak. Baik perilaku, sikap dan lingkungan keseharian anak.
Ini sangat penting dilakukan, agar dalam menyikapi terhadap peristiwa yang menimpa
anak, kita sebagai orang tua bisa bersikap bijak dan bisa memberi solusi tepat
sehingga malpraktek terhadap anak bisa terhindarkan.
Seperti
yang pernah disampaikan oleh Munif Chatib seorang pakar Multiple intellegiences
Indonesia dalam seminar pendidikan yang pernah kami ikuti, beliau mengatakan
bahwa orang tua harus bisa menjadi penyelam yang baik untuk anak-anak. artinya
orang tua harus benar-benar paham dan sadar terhadap anak.
Selanjutnya
adalah demokratis. Sikap ini sangat penting diterapkan di lingkungan keseharian
anak. Mengapa sikap demokratis sangat penting? Ini disebabkan dalam sikap
demokratis kebebasan yang bertanggungjawab sangat dijunjung tinggi. Hal ini
tentu sangat mendukung kedekatan anak dengan orang tua maupun guru. Sehingga
dengan sikap demokratis anak terdorong untuk meniru perilaku positif orang
tuanya tersebut.
Bentuk
“Sadar” selanjutnya adalah antisipasi. Setelah kita mengetahui, mengamati dan
menyikapi serta bersikap demokratis, sebagai orang tua kita juga hendaknya bisa
mengantisipasi sikap negatif yang bisa menyerang anak. Misalnya dengan menambah
porsi pendidikan agama, penanaman karakter positif dan teladan karakter
terhadap anak.
Selain
itu kita bisa membatasi penggunaan gadget terhadap anak, selain untuk
mengantisipasi anak dari bahaya kekerasan dunia maya. Pembatasan penggunaan
gadget terhadap anak juga bisa mencegah anak dari perilaku antisosial,
kecanduan game online dan kemungkinan mengakses internet berkonten pornografi
dan kekerasan cyber.
Dan
bentuk “Sadar” yang terakhir adalah reflektif. Kita sebagai orang tua juga
harus bisa mengevaluasi diri. Sudah sejauh mana kita memberikan teladan yang
terbaik terhadap anak. Sudah sejauh mana kita mengawal dan mengawasi
perkembangan anak anak kita. Sehingga saat kita mendapati perilaku menyimpang
anak, kita bisa bertabayyun dan bisa memberikan ganjaran yang tepat untuk
anak.
Namun
untuk membangun keluarga sadar anak, orang tua tidak bisa berdiri sendiri. Orang
tua juga hendaknya berkolaborasi dengan guru, teman sepermaina anak dan
lingkungan anak. selain itu, orang tua juga hendaknya juga bisa memahami anak,
dan mampu membedakan mana yang merupakan kebutuhan anak dan mana yang merupakan
keinginan anak.
Lalu
orang tua hendaknya juga memberikan apresiasi terhadap sikap positif yang sudah
dilakukan oleh anak. Hal ini dilakukan agar sikap orang tua terhadap anak
seimbang. Artinya saat anak mampu berprestasi dan bersikap positif ganjaran dan
motivasi positif wajib diterima anak dan sebaliknya jika anak melakukan sikap
negatif, orang tua juga bisa memberikan hukuman yang mendidik dan proposional
terhadap anak.
Selain
itu, agar sikap sadar anak bisa tumbuh dan berkembang dengan baik oran tua juga
ataupun orang terdekat dengan anak juga hendaknya bisa memberikan tanggungjawab
terhadap anak sebagai bentuk penghargaan dan kepedulian terhadap anak. Bentuknya
mulai dari hal sederhana seperti menggosok gigi jika hendak tidur atau hal
sederhana lain. Hal ini sangat penting
karena sikap positif yang baik itu tidak serta merta ada tetapi tumbuh dari
kebiasaan baik yang dilakukan terus menerus.
Banyak
manfaat yang dapat diperoleh jika sebagai orang tua kita bisa membangun
keluarga sadar anak dengan baik. Diantararanya terbentuknya karakter positif
anak, keluarga yang harmonis, dinamis, dan saling peduli untuk selalu berbuat
baik serta mempunyai kesamaan visi antar anggota keluarga.
Sehingga
harapannya dari keluarga sadar anak tersebut, generasi bangsa yang cerdas,
peduli, dan berkarakter bisa tumbuh dan berkembang dan bisa menjadi generasi
unggul yang bisa membuat bangga Indonesia di dunia internasional. Tentu demi
Indonesia yang lebih hebat dan bermoral.
Selamat
Hari Anak Nasional
Nur
Rakhmat, S.Pd.
Guru
SDN Kalibantng Kidul 01 UPTD Pendidikan Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang.
HP. 081542557038.
Artikel ini pernah dimuat di harian Tribun Jateng pada selasa, 24 Juli 2018
Silahkan klik
Forum Guru Membangun Keluarga Sadar Anak
On 02.41 by Nur Rakhmat in Artikel Ilmiah Populer No comments
Awas,
Jangan Sampai Tryout Membuat Repot!
Oleh
: Nur Rakhmat
Ujian sebentar lagi, tentu berbagai
senjata untuk menghadapi ujian baik UNBK ataupun USBN sudah disiapkan, baik
oleh orang tua, guru maupun oleh siswa sendiri. Dan diantara yang dipersiapkan
oleh semuanya adalah latihan ujian atau tryout.
Tryout sampai saat ini masih menjadi
media efektif untuk mengukur sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami materi
yang akan diujikan. Tryout juga masih efektif untuk memotivasi dan memacu nilai
siswa agar menjadi lebih baik. Selain itu, tryout juga seolah menjadi patokan
bagaimana guru dan siswa membaca kisi-kisi ujian, apakah berhasil atau tidak.
Namun, apakah dengan mengikuti semua
tryout hasil ujian siswa akan lebih baik? Lalu bagaimanakah bentuk tryout yang
diharapkan mampu membuat siswa menjadi lebih baik dan lebih siap untuk
menghadapi ujian?
Berdampak Ganda
Belajar adalah proses. Itulah makna
yang sudah jamak dimengerti oleh umum, termasuk tryout di dalamnya. Dan hemat
kami, hasil tryout juga bisa sangat berpengaruh terhadap belajar siswa.
Sebagaimana
dikatakan oleh Slameto, bahwa dalam proses belajar siswa ada faktor intern dan
ekstern yang mempengaruhinya. Faktor intern meliputi jasmani, psikologis, dan
kelelahan, sedangkan faktor ekstern meliputi faktor kelurga, sekolah dan
masyarakat. (Slameto, 2010: 54).
Oleh
karena itu, berdasar keterangan tersebut dampak yang ditimbulkan dari tryout
sangatlah besar bagi perkembangan belajar siswa, baik itu dalam proses belajar
maupun dalam hasil belajar. Mengapa demikian? Karena dengan hasil tryout yang
berbeda, tentu hal tersebut mempengaruhi intern atau sisi psikologis siswa.
Misalnya,
seorang siswa mengikuti 10 kali tryout menjelang ujian. Tentu siswa tersebut
akan mengalami 10 perasaan yang berbeda dari setiap tryout yang diikutinya. Bisa
jadi siswa tersebut mengalami tekanan yang bisa berujung cacian, makian, dan
bullying. Bisa jadi pula, siswa tersebut mendapat kepuasan yang berujung
sanjungan, pujian dan penghargaan.
Berdasar
keterangan tersebut, akan terbentuk dua dampak dalam perkembangan psikologi
siswa, utamanya terkait dengan belajar. Apalagi reaksi tiap siswa dalam
menanggapi hasil tryout berbeda antara satu siswa dengan siswa lainnya. Bagi
siswa yang menanggapi positif hasil tryout maka kemungkinan muncul sifat dan
sikap frustasi siswa tidak ada.
Akan
tetapi, bagi siswa yang menanggapi negatif hasil tryout terlebih ditambah
dengan tekanan dari guru, keluarga, dan teman lingkungan. Tentu, sikap dan
sifat frustasi bisa muncul dan akan sangat berpengaruh pada emosional siswa.
Akibat terburuknya, siswa bisa mengalami penderitaan emosional yang akan sangat
berpengaruh pada hasil belajar siswa utamanya pada hasil ujian siswa.
Baharudin
dalam bukunya mengatakan, bahwa emosi sangat memengaruhi efektifitas belajar
siswa. Karena efektifitas siswa bisa membentuk motivasi yang ujungnya bisa
membentuk siswa memperolah kepuasan dalam belajar. ( Baharudin, 2009 : 151).
Lalu
bagaimana agar tryout bisa menjadi media bagi siswa dalam meraih sukses ujian?
Tryout Resmi
Hemat kami, langkah bijak dan
efektif agar tryout benar-benar bisa menjadikan siswa lebih siap dalam
menghadapi ujian adalah dengan cara mengikuti tryout yang resmi. Lalu
bagaimanakah bentuk tryout resmi tersebut?
Yang pertama adalah tryout yang
diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan. Tryout ini jelas sekali terasa besar
manfaatnya bagi siswa, selain pelaksanaanya di sekolah di mana siswa belajar,
hasil tryout ini juga terkontrol oleh guru masing-masing.
Selain itu, tryout yang dilaksanakan
oleh Dinas Pendidikan mayoritas soalnya dibuat oleh guru berprestasi dan biasa
membuat soal, termasuk soal ujian yang dilengkapi dengan kisi-kisi ujian.
Sehingga validitas soal lebih teruji dan terjaga.
Tryout resmi yang kedua adalah tryout
yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan tertentu. Namun, sebaiknya dilihat
dulu satuan pendidikan tersebut, apakah kredibel dalam melaksanakan tryout
sebelumnya ataukah hanya sebagai ajang promosi sekolah belaka.
Maka, untuk tryout tipe ini peran
guru dalam mendalami sekolah pelaksana tryout sangat penting. Selain untuk
menjaga pola yang sudah diberikan ke siswa, juga untuk menjaga agar kondisi
psikologis siswa selalu prima dan tidak asal ikut tryout saja.
Yang terakhir adalah tryout yang
dilaksanakan bimbingan belajar. Model tryout ini biasanya memang bertujuan
utama untuk promosi, tetapi tetap ada nilai positif di dalamnya. Selain siswa
berpeluang menjadi peserta bimbingan belajar gratis, tryout ini juga bisa digunakan
untuk mengukur sejauh mana kemampuan siswa dengan sekolah lain. Selain itu,
dengan siswa ikut tryout yang diselenggarakan bimbingan belajar, siswa bisa
mendapat tips singkat cara mengerjakan soal dan beberapa trik lainnya.
Namun sekali lagi, peran guru dalam memberikan
pengertian kepada siswa akan tryout ini sangat penting. Selain agar kondisi
siswa terjaga juga jangan sampai siswa mengikuti tryout hanya untuk ajang iklan
dan promosi dari lembaga bimbingan belajar tersebut.
Akhirnya, dari penjelasan tersebut
bisa kita ambil simpulan bahwa tryout berperan penting dalam ujian. Dan sudah
sangat jelas bahwa peran guru dan orang tua sangat besar sekali dalam menyikapi
maraknya tryout menjelang ujian. Jangan sampai guru dan orang tua kecewa
terhadap hasil ujian anak karena pengaruh tryout.
Kebijakan, kejelian dan sikap guru
untuk selalu memotivasi siswa serta peran orang tua dalam memotivasi siswa
menyikapi hasil tryout adalah suatu keharusan yang wajib dimiliki oleh setiap
guru dan orang tua.
Sehingga harapannya tryout tidak
membuat repot siswa, guru, dan orang tua, tetapi tryout bisa memacu semua pihak
untuk lebih tersupport , lebih
termotivasi untuk lebih baik dalam menghadapi ujian agar bisa mendapat hasil
ujian maksimal sesuai harapa dan impian. Amin ...
On 02.09 by Nur Rakhmat in Artikel Populer No comments
Maju
Bersama “Masdi”
Oleh
: Nur Rakhmat
Tahukan
anda? Penyerapan tenaga kerja per Februari 2016 di Provinsi Jawa Tengah masih
didominasi oleh penduduk yang berpendidikan rendah yaitu mulai dari pendidikan
setara SD ke bawah sebesar 8,92 juta orang atau sekitar 51, 97% dari jumlah
penduduk di Provinsi Jawa Tengah.(Berita Resmi Statistik, diakses pada
17/11/2017 pukul 05.39).
Artinya,
dengan tenaga kerja yang mayoritas lulusan Sekolah Dasar, tingkat pendapatan
dan kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah masih jauh dari kata ideal. Walaupun
sudah kita ketahui bersama, bahwa upah minimum tingkat provinsi Jawa Tengah
pada tahun 2018 adalah Rp. 1.486.065 atau mengalami kenaikan dari tahun
sebelumnya yang hanya sebesar Rp. 1.367.000. ( Kompas.com/17/11/17).
Lalu
bagaimana usaha yang dapat dilakukan agar tingkat kesejahteraan masyarakat
meningkat sehingga Jawa Tengah semakin maju?
“Masdi”
Indeks Pembangunan Manusia
(IPM)/Human Development Index (HDI) sebagaimana dikutip dari Wikipedia.org adalah
pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan
standar hidup untuk semua negara seluruh dunia.
Sehingga pendidikan sebagai salah
satu indikator dalam IPM mempunyai peran penting di dalamnya. Pendidikan
sebagaimana dikatakan dalam Undang-undang No. 20 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat dan negara.
Dan kita ketahui bersama bahwa salah
satu tujuan nasional bangsa Indonesia yang tertera dalam alinea ke empat
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdasakan kehidupan bangsa. Sehingga
jika kita melihat tujuan tersebut, kondisi yang diharapkan dalam masyarakat
Indonesia khususnya Jawa Tengah adalah masyarakat yang cerdas.
Lalu bagaimana mewujudkan masyarakat
Jawa Tengah yang lebih maju via pendidikan? Membudayakan Masyarakat Pendidikan
(Masdi). Ya, “Masdi” atau masyarakat pendidikan hemat kami adalah salah satu
solusi yang tepat yang dapat digunakan untk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Jawa Tengah khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
“Masdi” sebagai sebuah konsep pembentukan
dan penguatan karakter adalah suatu sistem yang menyeluruh yang mampu tumbuh
dan berkembang di lingkungan masyarakat. Dan sebagai sebuah sistem, “Masdi”
juga sudah sesuai dengan dengan ciri-ciri sistem yang pada dasarnya antar satu
dengan yang lainnya saling melengkapi.
Sebagaimana dikatakan, bahwa
ciri-ciri sistem adalah mempunyai tujuan, mempunyai batas yang jelas, terbuka,
tersusun dari subsistem yang ada, ada saling keterikatan dan saling
ketergantungan, merupakan kebulatan yang utuh, melakukan kegiatan transformasi
dan memiliki kemampuan menyesuaikan diri. (Tatang Amin, 2003:19).
Lalu bagaimana konsep “Masdi”
tersebut? Kita tahu, pendidikan tidak hanya sebatas pendidikan di sekolah atau
pendidikan di madrasah saja. Pendidikan ada di mana-mana, di sekolah, di
kampung, di kota, di sawah, di kantor, dan lain sebagainya.
Hal ini sesuai dengan apa yang sudah
dituliskan dalam Undang-Undang Sisdiknas pasal 26 yaitu, bahwa bentuk pendidikan
nonformal diantaranya adalah pendidikan kecakapan hidup, keterampilan, dll. Namun,
dalam undang-undang tersebut masih ditujukan untuk pengembangan peserta didik
semata. Belum dikatakan secara jelas untuk mengembangkan masyarakat.
Di sinilah tugas dan fungsi “ Masdi”
untuk mengembangkan pola pendidikan lebih lanjut agar semua unsur masyarakat
terlibat, bisa berbuat, dan bisa mengajak masyarakat bertransformasi ke arah
lebih baik bersama masyarakat pendidikan.
Lalu untuk mengembangkan “Masdi”
langkah pertama adalah bisa dengan cara mengindentifikasi tujuan yang ingin
diharapakan dari masyarakat pendidikan tersebut. Menentukan tujuan sangat
penting diutamakan agar dalam konsep “Masdi” ini mempunyai alur, mekanisme, dan
sistem yang jelas.
Setelah merusmuskan tujuan langkah
selanjutnya adalah dengan membuat kerangka acuan atau petunjuk teknis konsep
masyarakat pendidikan yang diinginkan. Apakah melibatkan unsur pendidikan
formal atau tidak? Ataukah dengan menggandeng semua unsur pendidikan. Setelah itu,
baru mengidentifikasi elemen penting yang ada dalam konsep “Masdi”.
Elemen penting tersebut merupakan
elemen yang penting segera diberlakukan proyek perubahan di dalamnya. Dan hemat
kami, unsur pertama tersebut adalah generasi muda. Mengapa generasi muda?
Karena generasi muda adalah pelaku utama kehidupan di masa mendatang. Yang bisa
dilakukan oleh masyarakat pendidikan kepada generasi muda adalah membantu
generasi muda untuk mengembangkan ekonomi kreatif.
Mengapa di Jawa Tengah perlu
dikembangkan ekonomi kreatif bagi generasi muda? Selain agar generasi muda
merasa diajak bekerjasama demi kemajuan daerahnya, hal ini juga sebagai wujud
eksistensi generasi muda di zaman milenial ini.
Setelah generasi muda, adalah pelaku
usaha. Ini penting, dengan adanya sinergi antara generasi muda dengan pelaku
usaha, generasi muda bisa meneladani kesuksesan pelaku usaha kemudian
memodifikasi apa yang telah diteladani, sehingga harapannya generasi muda bisa
lebih mengembangkan apa yang telah dilakukan oleh pelaku usaha saat ini. Untuk kemajuan Jawa tengah khususnya dan
Indonesia pada umumnya.
Bentuk kegiatan selanjutnya yang
bisa dilakukan masyarakat pendidikan adalah dengan adalah dengan melakukan proyek
“Masyarakat Menginspirasi”. Bentuknya, antar elemen masyarakat saling tukar
pengalaman untuk kemajuan masing-masing dan kemajuan bersama. Sehingga, dengan
kegiatan masyarakat menginspirasi proses belajar bersama antar elemen
masyarakat bisa berjalan dengan baik.
Akhirnya, mari kita dukung gerakan
masyarakat pendidikan sebagai salah satu upaya pembangunan Jawa Tengah menjadi
lebih baik. Tentu dengan diiringi komitmen semua elemen agar proyek perubahan
ini bisa berlangsung dengan baik.
Jumat, 29 November 2019
On 23.45 by Nur Rakhmat in Puisi No comments
Menanti Senyuman Bapak
Oleh
: Nur Rakhmat
Malam
itu
Saat
bintang malam mulai tertidur dan suara suara deru malam sudah mulai terpejam
Aku
bimbang, Aku terguncang
Aku
terbenam dalam malam kelam kelu mencekam
Bahkan
ketika dering gawai beringsut larut dalam kalut yang tiada terselimut
Aku
tiada pernah tahu kapan waktu kan menjemput
Bapak
Saat
itu engkau ingatkan aku akan masa kecil dulu
Saat
itu engkau bangunkan aku dari lamunan semu hidup yang kelu
Saat
itu engkau antarkan aku dalam arti penuh sadar kalbu
Namun
... Apakah engkau tahu?
Sungguh
kala itu aku butuh hantaman kata dan laku yang penuh arti dan tiada ragu darimu
Sungguh
aku masih butuh tangan kuatmu tuk kugapai dalam pegangan hidupku
Aku
masih ingin senyummu menghias setiap langkah hidupku
Bapak
Saat
ini, saat semua sudah berlalu
Aku
rindu senyummu yang selalu menjaga langkah hidupku
Semarang,
30 Juli 2019
kang.rakhmat
Puisi ini pernah ditayangkan di Kompasiana
silahkan klik link berikut Menanti Senyuman Bapak
On 19.17 by Nur Rakhmat in Artikel Ilmiah Populer 1 comment
Karena
Kita Guru
Oleh
: Nur Rakhmat
25
November adalah hari yang bermakna bagi pendidik di tanah air. Pada tanggal tersebut
semua elemen masyarakat merayakan hari guru sebagai bentuk penghargaan terhadap
dedikasi Sang Pahlawan Tanpa Tanda Jasa ini. Dan sebagai profesional, di usia
74 tahun perayaannya tentu banyak cerita yang membersamai Sang Guru dalam
mengarungi lautan ilmu untuk kemajuan pendidikan di tanah air.
Terlebih
di era milenial ini, guru dituntut harus peka terhadap paradigma perubahan
dunia pendidikan di tanah air. Guru tidak boleh kagetan dengan semakin cepatnya perubahan akibat adanya pengaruh
teknologi yang sangat masif menyasar semua lini kehidupan. Guru harus bisa juga
menjadi guru milenial sebagai wujud adaptasi guru terhadap cepatnya perkembangan
generasi milenial yang kesehariannya bergaul dengan dunia digital.
Mengapa
demikian?
Karena Kita Guru
Kita
guru! Benar karena kita guru, maka sudah seharusnya kita bertransformasi menjadi
guru digital yang mampu dan bisa berliterasi digital dengan baik sebagai bekal guna mendidik peserta
didik era digital yang semakin jauh dari kata jiwa sosial.
Kita
juga harus memantaskan diri dengan kondisi siswa era milenial yang keseharian
mereka sudah akrab dengan lingkungan digital sebagai gaya hidup mereka. Kita
tidak perlu persis seperti mereka, namun kita wajib tahu keadaan dan peduli
terhadap siswa generasi digital ini dengan harapan kita bisa menyelami kondisi
peserta didik digital sehingga bisa mengarahkan dan membersamai perkembangan
mereka ke arah yang lebih baik.
Karena
kita guru, sudah sepantasnya pula bagi kita lebih meningkatkan profesionalisme
kita dengan menjalankan tugas dan fungsi guru secara penuh tanggungjawab dan
integritas optimal sebagai bekal kita dalam mendidik generasi milenial menjadi
generasi yang tangguh dan mampu bersaing di era global.
Karena
kita guru, sudah menjadi kewajiban kita melayani dan mengedukasi peserta didik
kita dengan praktik baik. Dengan teladan yang baik yang kita contohkan dalam
keseharian kita baik dalam proses pembelajaran maupun di luar proses
pembelajaran.
Karena
kita guru, sudah menjadi kewajiban kita untuk selalu bergerak dan tergerak,
serta mampu menggerakkan lingkungan menjadi lebih baik, menggerakkan peserta
didik menjadi pribadi yang mumpuni, pribadi yang sehat jiwa raga serta mampu
menjadi penggerak pula dalam lingkungan keseharian mereka.
Lalu
bagaimana cara atau langkah yang dapat dilakukan? Hemat kami ada beberapa
langkah yang dapat digunakan untuk menjadi guru penggerak, menjadi guru
inspiratif bagi lingkungan sekitar kita, yaitu dengan menjadi guru MUDA, yaitu
guru yang Mau, Usaha, Doa dan Aplikatif.
Yang
pertama adalah Mau. Guru dikatakan memiliki dedikasi tinggi adalah adanya
kemauan guru untuk merubah diri, dari guru biasa saja menjadi guru luar biasa. Hal
ini sangat penting sekali, karena segala perubahan apapun jenisnya, kalau dari
pihak guru tidak mau berubah, maka habislah perubahan itu.
Kedua
adalah Usaha. Guru dikatakan bisa dan mau berubah ke arah lebih baik, adalah
adanya sikap ihtiar guru untuk berusaha mengoptimalkan segala kemampuan dan
potensi yang dimilikinya untuk kepentingan perkembangan peserta didik ke arah
yang lebih baik. Sehingga dengan optimalnya usaha guru, hasil yang didapat peserta
didik dan guru tesebut juga akan semakin lebih baik.
Ketiga
adalah doa. Doa adalah langkah kuat yang juga harus dimiliki guru dalam
mendidik peserta didik. Seorang guru yang baik, tentu setiap hari hatinya tidak
pernah terlepas hatinya dengan hati muridnya. Guru yang baik, juga tiada lupa
mendoakan agar muridnya bisa menjadi generasi yang berbudi dan mempu menjadi abdi
yang baik bagi masyarakat dan negeri.
Dan
yang terakhir adalah Aplikatif. Agar pendidikan di era milenial dapat berjalan
dengan baik, dibutuhkan penerapan nyata oleh guru dan siswa. Sehingga dengan
adanya sikap aplikatif dalam dunia pendidikan, harapannya peserta didik
milenial ini mampu menjadi pribadi yang mampu menerapkan hasil belajarnya dan
mampu bermanfaat bagi sesama.
Namun,
karena kita guru, kita tidak mampu bergerak sendiri untuk kemajuan negeri, dibutuhkan
dukungan dan motivasi dari segala pihak, baik lingkungan sekolah, sesama guru,
siswa, orang tua, masyarakat dan pemerintah agar guru bisa saling berkolaborasi,
saling memotivasi untuk bergerak bersama menjadi guru merdeka yang selalu
belajar dan menjadi pembelajar yang baik.
Karena
kita guru, mari kita tingkatkan literasi kita agar kita sebagai guru bisa
saling memotivasi untuk kemajuan pendidikan di tanah air dan tentunya dengan
sikap dan kemampuan literasi yang bagus, guru bisa menghadapi tantangan di masa
depan yang semakin kuat dan nyata dalam era abad revolusi industri 4.0
menyambut abad era 5.0.
Karena
kita guru, dibutuhkan pula hak guru untuk mendapat gaji yang layak, perlindungan
hukum, kenyamanan dalam membelajarkan peserta didik, kepastian dalam tugas dan
fungsi, kesejahteraan yang pasti sehingga dalam melaksanakan tugas, kita bisa
tenang dan nyaman serta tujuan Nawacita yang masuk dalam garis besar tujuan
nasional pendidikan Indonesia bisa tercapai dengan optimal.
Seperti
yang ternukil dalam pidato Mas Menteri Bapak Nadiem Anwar Makarim, guru harus
menjadi penggerak, maka mari awali perubahan dari diri kita sendiri, dari kelas
kita, dari sekolah kita, sehingga tercipta pergerakan untuk saling menghargai, saling
memotivasi dan saling menginspirasi untuk kemudian mampu bergerak bersama untuk
kemajuan negeri.
Karena
kita guru, kita sangat butuh kepercayaan, dorongan, dukungan dari semua stake
holder pendidikan, mulai dari orang tua, lingkungan, masyarakat, dan pemerintah
untuk bersama sama membangun pendidikan di tanah air ini. Karena, jika kita
saling bahu membahu, saling gotong royong antar stake holder pendidikan, Tri
Pusat pendidikan sebagai salah satu ide brilian Ki Hajar Dewantara, benar benar
diterapkan untuk kemajuan bangsa khususnya dalam bidang pendidikan.
Maka,
karena kita guru, mari bergerak bersama, saling berkolaborasi, berkomunikasi
dan saling memotivasi agar mampu menjadi guru penggerak yang berjiwa muda dan
mampu menggerakkan sesama untuk pendidikan Indonesia yang lebih merdeka, dan lebih memerdekakan tentu
demi Indonesia yang lebih baik.
Selamat
hari Guru Nasioal, Salam Merdeka ! Guru Penggerak!
#Sebuah evaluasi diri sebagai bentuk saling memotivasi untuk kebaikan negeri
Nama :
Nur Rakhmat,S.Pd. Guru SDN Kalibanteng Kidul
01. Kota Semarang. Hp. 081542557038.. Jln. Candi Intan V No.1129 Rt.07 Rw.09
Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang 50183
catatan :
artikel ini pernah ditayangkan pada Kolom Kompasiana dengan judul yang sama.
silahkan kunjungi link berikut :
Rabu, 27 November 2019
On 17.34 by Nur Rakhmat in Artikel Ilmiah Populer No comments
Membangun
Keluarga Digital
oleh
: Nur Rakhmat
Di
era sekarang, siapa yang tidak mengenal internet? Di era sekarang siapa yang
tidak mengenal gawai? Mulai dari anak kecil, sampai dewasa semuanya pasti tiada
hari tanpa gawai. Kita bisa melihat di kanan kiri kita, setiap orang memiliki
gawai untuk keperluan mereka masing masing. Bisa untuk belajar, bisa untuk
mencari informasi, bahkan bisa untuk sarana peningkatan ekonomi.
Namun,
kita juga sadar bahwa generasi penerus bangsa saat ini mayoritas adalah anak
generasi Z yang notabene sudah mengenal teknologi informasi sejak mereka lahir.
Mereka sudah mengenal media sosial dan game online dengan begitu paham. Bahkan
anak generasi Z yang diasumsikan lahir antara tahun kelahiran 1995 – 2010 bisa
dikatakan adalah generasi melek teknologi yang bisa jadi kemampuan penguasaan
teknologi mereka melebihi orang tua mereka ataupun guru mereka.
Di
sinilah peran semua pihak untuk mengarahkan bagaimana anak generasi Z ini bisa
tumbuh dan berkembang dengan baik di tengah ketidakpastian dunia maya atau
dunia digital bagi mereka. Keluarga sebagai lingkungan pertama yang mengenal
anak generasi Z mempunyai kewajiban lebih daripada pihak lain untuk membentuk
keluarga yang melek digital di era milenial ini.
Lalu
bagaimana langkah yang bisa dilakukan keluarga agar seluruh anggota keluarga
bisa paham dan bijak serta memiliki pengetahuan untuk berkembang dan bertumbuh
secara positif di era sekarang?
Digitalisasi Keluarga
Ya, Hemat kami salah satu langkah
tepat guna membentuk dan membangun keluarga digital dengan baik adalah dengan
digitalisasi keluarga, yang mana keluarga di era sekarang lebih dituntut untuk
paham teknologi, khususnya orang tua untuk mengimbangi anak anak mereka yang
sudah canggih dengan teknologi digital.
Lalu bagaimana bentuk digitalisasi
keluarga agar dapat digunakan untuk membangun keluarga digital dengan baik?
Yang pertama adalah kuatkan LiDi keluarga. Yaitu sebuah usaha digitalisasi
keluarga dengan menguatkan literasi digital (LiDi) keluarga. Hal ini sangatlah
penting, karena literasi digital adalah salah satu dari komponen literasi dasar
yang dikembangkan pemerintah dalam Gerakan Literasi Nasional.
Sehingga sudah sangat jelas, jika
keluarga mengedepankan dan meningkatkan kemampuan LiDi ( Literasi Digital ),
pendidikan berbasis keluarga dan literasi digital berbasis keluarga bisa
meningkat dan berkolaborasi bersama dengan sektor pendidikan lain.
Bentuk literasi digital yang dapat
dilakukan keluarga sebagaimana yang disebutkan oleh pemerintah diantaranya
adalah dengan menyediakan sarana informasi komunikasi berupa televisi, radio,
dan media elektronik lainnya. Dengan harapan informasi yang didapat anggota
keluarga valid dan tidak menimbulkan hoaks atau beritabohong yang menjurus
perpecahan.
Selanjutnya adalah dengan mengoptimalkan
sarana media sosial dan gawai jaringan internet di lingkungan keluarga. Langkah
ini sangatlah penting, karena selain sebagai salah satu sumber informasi, adanya
media sosial dan jaringan internet yang cukup di lingkungan keluarga, keluarga
bisa saling bertukar informasi yang sudah didapat dengan baik dan lancar tanpa
sekat jarak dan waktu.
Kemudian optimalisasi LiDi yang
dapat dilakukan adalah membentuk komunitas komunitas keluarga berbasis IT.
Mengapa dengan membentuk komunitas pendidikan keluarga dengan basis literasi
digital sangatlah penting? Hal ini ditujukan agar kita mengetahui dan menguasai
medan di lapangan. Sehingga kesalahpahaman bisa dihindari dan keluarga harmonis
benar benar bisa terwujud dengan baik.
Selain itu, membangun komunitas
pendidikan itu juga sangat penting dikarenakan di era milenial ini, hoaks atau
berita bohong sangat banyak menyebar di lintas sektor pendidikan , baik itu
pendidikan formal, non formal dan informal. Maka dari itu, dengan kita
menguasai literasi digital adanya hoaks serta konten negatif lainnya bisa
diminimalisir karena sudah menguasai literasi digital dengan baik.
Manfaat lainnya dengan mengedepankan
literasi digital adalah keluarga bisa membangun dan membentuk anggota
keluarganya dengan baik melalui belajar dan mencari informasi yang didapat
dunia digital untuk kemudian diterapkan jika sesuai dengan nilai nilai dasar
kepatuhan, kesopanan dan nilai nilai dalam Pancasila.
Namun, selain mengedepankan literasi
digital, Bentuk digitalisasi keluarga yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan
pula karakter dan moral generasi bangsa. Hal ini sangatlah penting, karena
dengan kita meningkatkan karakter positif kita, dengan kita meningkatkan moral
positif kita, maka keluaga digital tidak akan melenceng jauh dari koridor
budaya ketimuran atau budaya yang sesui dengan nilai nilai Pancasila di
dalamnya.
Maka
di sinilah pentingnya lima karakter utama yaitu religius, mandiri, nasionalis,
gotongroyong, dan integritas penting untuk dimuculkan, dibudayakan, dan dibiasakan
agar tercipta keluarga digital yang melek informasi teknologi serta memiliki
jiwa karakter positif.
Bentuk
nyatanya diantaranya bisa berupa membiasakan dan menumbuhan sifat religius,
toleransi, dan budaya positif lainnya dalam mengedepankan pendidikan karakter
di lingkungan keluarga. Selain itu, cinta tanah air, memakai produk dalam
negeri, selalu disiplin, gotong royong , loyal dan patuh pada pimpinan juga
berbagai bentuk karakter yang penting untuk dikemabngkan dalam pendidikan
keluarga.
Sehingga
harapannya dengan mengembangkan keluarga digital dalam bentuk digitalisasi
keluarga yang diimbangi dengan membudayanya sikap dan karakter positif anggota
keluarga, keluarga digital yang bijaksana dan berbudaya serta ideal bisa
berperan dalam dunia internasional di era milenial tentunya demi Indonesia yang
lebih global dan kuat mental.
Artikel
ini pernah dimuat di kolom Kompasiana :
On 17.16 by Nur Rakhmat in Artikel Ilmiah Populer No comments
Menjadi
keluarga Pancasilais
Oleh
: Nur Rakhmat
Setiap
tanggal 1 Juni seluruh masyarakat Indonesia memperingati hari Lahir Pancasila.
Dengan harapan karakter positif yang dimiliki penggagas dasar negara khususunya
keteladanan Ir. Soekarno, Mr. Muhammad Yamin, dan Mr. Supomo bisa dimiliki dan
diterapkan generasi penerus bangsa saat ini.
Seperti
kita ketahui bersama, saat ini marak generasi muda penerus bangsa terpapar
virus negatif globalisasi mulai dari degradasi moral, sikap yang kurang baik,
akhlak yang jauh dari akhlas positif, menurunnya rasa cinta tanah air, semakin
hilangnya kata mufakat, dan masih banyak lagi bentuk penyimpangan yang
dilakulan oleh generasi muda penerus bangsa saat ini.
Maka
itu, keluarga sebagai bagian pendidikan dalam skala makro memiliki kewajiban
yang sama dengan pendidikan formal dalam hal ini sekolah dan pendidikan non
formal (masyarakat) untuk merevitalisasi dan membangun kembali nilai nilai
karakter positif tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dan hemat kami, salah
satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan membangun keluarga menjadi
keluarga yang pancasilais.
Keluarga Berlandaskan Pancasila
Keluarga
pancasilais hemat kami adalah salah satu upaya tepat guna membentuk dan
membangun generasi muda berkarakter via pendidikan keluarga. Dan yang dimaksud
keluarga pancasilais adalah keluarga yang membiasakan dan menerapkan nilai
nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari mereka. Jadi bisa disimpulkan bahwa
keluarga pancasilais adalah keluarga yang dalam interaksi antara anggota
keluarga maupun antar anggota keluarga selalu berlandaskan nilai-nilai
pancasila.
Dan
penerapan nilai pancasila dalam keluarga pancasilais yang bisa dibentuk sesuai
nilai nilai sila dalam pancasila diantaranya adalah ketaatan dalam beribadah
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai perwujudan nilai sila pertama pancasila,
bentuk ketaatan yang bisa dijadikan dasar adalah teladan atau contoh yang baik
orang tua untuk beribadah.
Contohnya
bagi yang beragama islam orang tua bisa mencontohkan dan memberi teladan dengan
salat berjamaah dan mengaji bersama. Bagi umat kristen dan katolik, bisa dengan
memberi teladan anak untuk selalu pergi ke gereja atau kebaktian lainnya.
Selain itu, orang tua juga bisa mewujudkan keteladanan dengan menjauhi segala
larangan dan mentaati segala perintah yang terdapat dalam agama dan kepercayaan
masing masing.
Penerapan
sila yang kedua diantaranya adalah keteladanan antara anggota keluarga untuk
selalu menumbuhkan sikap hormat menghormati, saling menghargai satu sama lain,
dan sikap kemanusiaan lainnya. Hal tersebut penting, karena dengan adanya sikap
saling memberi keteladanan, komunikasi yang baik terbentuk dan sikap penerimaan positif antar anggtoa keluarga
terbangun dengan baik.
Contohnya
adalah seorang adik yang menghormati kakaknya, tentu akan tercipta pula kakak
yang menghormati (baca : menyayangi) adik.
Sehingga jika nilai dan sikap kasih sayang dilingkungan keluarga sudah
terbentuk dengan baik, di lingkungan yang lebih luas anggota keluarga juga bisa
bersikap sesuai dengan yang sudah dibiasakan dalam keseharian.
Selanjutnya
dalam sila persatuan indonesia. Sikap pancasilais yang bisa diterapkan guna
membangun keluarga yang berlandaskan pancasila adalah dengan keteladanan untuk
memperkokoh keluarga. Maksudnya adalah sikap saling memiliki antar anggota
keluarga diperkokoh sehingga persatuan keluarga jika ada gangguan dan
intimidasi yang bersifat merusak ketenangan keluarga bisa dihindarkan.
Artinya
sikap persatuan dengan dilandasi rasa saling percaya bisa menambah eratnya
ikatan tali persaudaraan atau silaturahim antara anggota keluarga. Sehingga
keluarga yang sakinah atau tenang dan selalu dalam naungan ridho Tuhan benar
benar terwujud sebagai salah satu nilai implementasi pancasila.
Sikap
pancasilais dalam sila keempat diantaranya adalah dengan menerima hasil
keputusan bersama secara ikhlas dan legawa. Misalnya sudah diputuskan dalam
musyawarah liburan digunakan untuk bersih bersih di rumah. Maka, sebagai
anggota keluarga yang baik menerima keputusan tersebut dan ikut menyukseskan
kegiatan bersih bersih tersebut dengan penuh tanggungjawab.
Sehingga
dengan terbentuknya penerimaan positif antar anggota keluarga, komunikasi yang
baik antar anggota keluarga terbentuk dengan baik. Dan sikap demokrasi di
lingkungan keluarga selalu bisa menjadi media guna membentuk keluarga
pancasilais.
Kemudian
bentuk membangun keluarga pancasilais sesuai dengan sila Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia adalah dengan membiasakan keteladan dalam sikap adil
di keluarga. Maka dari itu, bentuk keteladanan dalam keluarga bisa berupa
keseimbangan antara hak dan kewajiban. Selain itu, keteladanan orang tua untuk
selalu bekerja keras dalam mencukupi kebutuhan sehari hari bisa menginspirasi
anak untuk bersikap demikian demi terwujudnya kesejahteraan bersama.
Maka
dari itu, agar keluarga bisa bermetamorfosis menjadi keluarga yang pancasilais diperlukan
ketekunan, keteguhan dan konsistensi antar anggota keluarga. Tentu juga
dibutuhkan kerjasama antar semua elemen masyarakat, sekolah, pemerintah, dan
stakeholder terkait agar keluarga pancasilais bisa benar-benar menjadi salah
satu unicorn dalam penanaman
pendidikan karakter di Indonesia.
Dengan
harapan, di masa mendatang Indonesia dengan modal generasi bangsa yang bermoral
dan berkarakter pancasila sebagai landasan utama dalam setiap sikap dan langkah
yang diambil bisa menjadi bangsa yang hebat, bermartabat dan mampu berperan penting
di dunia internasional.
Nama : Nur
Rakhmat,S.Pd.
Guru SDN Kalibanteng Kidul 01. Kota Semarang.
Hp. 081542557038. Alamat: Jln. Candi Intan V No.1129 Rt.07 Rw.09 Pasadena
Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang 50183.
Ket. Artikel ini pernah dimuat di harian Jawa Pos Radar Semarang.
On 17.04 by Nur Rakhmat in Artikel Ilmiah Populer 1 comment
Membangun
Keluarga Impian
Oleh
: Nur Rakhmat
Bentuk
ideal hasil dari proses pendidikan tidak hanya dari sekolah belaka. Namun, banyak
stake holder terlibat dalam proses pembentukan wujud ideal pendidikan. Dan dari
berbagai stake holder tersebut, ada beberapa komponen yang bertanggung jawab
berhasil atau tidaknya suatu proses pendidikan, di antaranya adalah keluarga.
Keluarga
sebagaimana dikatakan dalam Undang Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional adalah termasuk jalur pendidikan informal. Dan ditekankan
juga bahwa pendidikan informal tidak hanya keluarga, tetapai juga lingkungan
sangat berperan penting dalam pembangunan bentuk ideal pendidikan yang saat ini
masih menjadi impian semua orang.
Lalu
bagaimana langkah yang dapat dilakukan guna membentuk dan membangun bentuk keluarga
impian sebagai modal guna membentuk
pendidikan yang ideal?
Keluarga (yang) Cemara
Ya,
hemat kami, keluarga cemara adalah salah satu usaha yang efektif membangun
keluarga impian, khususnya pendidikan terkait pola asuh anak demi tumbuh
kembang anak menjadi generasi penerus yang ideal.
Perlu
diketahui, istilah cemara di sini adalah akronim dari cinta, etika, moderat,
aktif, religius, dan amanah yang inspirasinya penulis dapat dari karya novel
berseri keluarga cemara karya Arswendo Atmowiloto. Dengan harapan, akronim
cemara tersebut mampu membentuk suasana keluarga yang saling asah, asih, asuh dalam
proses pendidikan keluarga sehingga keluarga impian yang saling mengerti dan
meneladani bisa terbentuk.
CEMARA
yang pertama adalah Cinta. Keluarga adalah tempat tumbuhnya cinta dan kasih
sayang yang pertama dan utama. Maka dari itu, teladan kasih sayang yang
dilakukan orang tua dan anggota keluarga hendaknya mengandung nilai edukasi dan
sikap positif demi berhasilnya pembangunan keluarga impian via pendidikan.
Yang
kedua adalah Etika. Etika sebagaimana dikatakan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah sesuatu yang terkait dengan apa yang baik atau moral (Akhlak).
Akhlak adalah modal utama bagi anak (siswa) guna menjadi generasi yang bermoral
dan berkarakter. Namun, dalam pembentukan akhlak yang baik, juga dibutuhkan
sikap yang baik pula, berupa keteladanan atau uswatun khasanah dari setiap anggota keluarga dan lingkungan.
Bentuk
Cemara selanjutnya adalah Moderat atau suatu sikap yang tidak arogan dan selalu
mengambil keputusan jalan tengah atau bisa dikatakan dengan bijaksana. Hemat
kami sikap moderat ini sangat penting karena dengan sikap moderat yang
ditanamkan di lingkungan keluarga, anak akan terbiasa saling menghormati,
toleransi satu sama lain untuk saling bersosialisasi dan bersikap baik di
lingkungan.
Cemara
yang ketiga adalah aktif. Dan hemat kami maksud dari aktif di sini adalah keluarga
haruslah aktif untuk saling mengingatkan dalam kebaikan. Keluarga juga
hendaknya bisa saling aktif menguatkan satu sama lain. Sehingga dengan keaktifan
positif yang bertumbuh dengan baik, keluarga sebagai pondasi utama pendidikan
diharapkan bisa aktif mendidik anak menjadi generasi yang berkarakter dan bermoral.
Kemudian
bentuk cemara selanjutnya adalah religius. Sikap ini sangat penting ditumbuhkan
dan dibudayakan di lingkungan keluarga. Selain sebagai bentuk kodrat sebagai
makhluk Tuhan, sikap religius adalah unsur utama dalam pendidikan dan pembentuk
watak positif anak, serta menjadi kunci kesuksesan dalam pendidikan di
lingkungan keluarga.
Dan
bentuk cemara yang terakhir adalah amanah. Sikap amanah adalah bentuk konsisten
untuk benar benar membentuk keluarga impian dengan membangun budaya positif dan
berkarakter. Sikap ini penting karena mengandung unsur edukasi atau pendidikan
berupa keteladanan langsung dari orang tua terhadap anak. Sehingga, jika orang
tua dan lingkungan sudah membudayakan sikap amanah dengan baik, dalam kehidupan
sosial anak juga terbiasa untuk bersikap amanah dan dapat dipercaya.
Maka
dari itu, dibutuhkan konsistensi dan kesungguhan berbagai unsur, khususnya
keluarga guna membangun keluarga impian. Dibutuhkan kerjasama dan dukungan
berbagai pihak termasuk sekolah, masyarakat, dan pemerintah agar keluarga
impian terbentuk dan bisa menjadi agen perubahan, serta agen pembentuk moral
positif di era milenial ini tentu demi Indonesia yang lebih baik dan bermoral.
Nama : Nur
Rakhmat,S.Pd.
Guru SDN Kalibanteng Kidul 01. Kota Semarang.
Hp. 081542557038. Jln. Candi Intan V No.1129 Rt.07 Rw.09 Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan
Kota Semarang 50183.
Ket. Artikel ini pernah dimuat di harian Tribun jateng, Selasa 23 Juli 2019 Forum Guru : (Membangun Keluarga Impian)
Langganan:
Postingan (Atom)
Search
Video
Kurtilas
Kategori
Artikel Ilmiah Populer
(23)
Bank Soal
(20)
Artikel Populer
(15)
Puisi
(12)
Berita
(11)
Kisah Sang Guru
(10)
Cerita Anak
(6)
Pidato
(4)
Buku
(3)
Dongeng
(2)
Esai
(2)
Geguritan
(2)
info lomba
(2)
Cerpen
(1)
Galeri Foto
(1)
Media Pembelajaran
(1)
Pantun
(1)
TUGAS SISWA
(1)
TUGAS SISWA 2
(1)
Tugas 4
(1)
Tugas Siswa 3
(1)
Diberdayakan oleh Blogger.