Oleh: Nur Rakhmat, S.Pd

Rabu, 10 Februari 2021

On 01.01 by Nur Rakhmat in    No comments

 

One Day One “PaS PuCer” di Sekolahku

Oleh : Nur Rakhmat

Semakin deras gelombang globalisasi salah satunya dengan ditandai adanya kemajuan iptek yang diikuti dengan derasnya budaya asing yang masuk ke negara kita serta kurang siapnya mental generasi penerus bangsa dalam menyaring budaya tersebut, seolah menggerakkan semua komponen bangsa untuk ikut serta membantu generasi muda dalam menyikapi masuknya aneka budaya yang kadang kala tidak sesuai dengan nilai luhur budaya bangsa kita.

Negara sebagai pengambil kebijakan mempunyai kewajiban utama untuk membantu generasi muda utamanya dalam menyikapi adanya budaya negatif yang masuk ke negara kita. Salah satunya dengan mengeluarkan Permendikbud  nomor 23 tahun 2015 tentang penanaman budi pekerti yang salah satu poinnya adalah mewajibkan membaca selama +/- 10 sampai 15 menit di sekolah sebelum pelajaran dimulai.

Dan sekolah sebagai ujung tombak negara tentu wajib mematuhi Permendikbud tersebut. Oleh karena itu, SDN Kalibanteng Kidul 01 Semarang, sejak mendapatkan sosialisai kewajiban membaca selama kurang lebih 10-15 menit, langsung menerapkan Permendikbud nomor 23 tahun 2015 tersebut kepada siswa dan tentunya kepada guru dan karyawan di sekolah kami.

Namun untuk melaksanakan kewajiban membaca selama kurang lebih 15 menit di sekolah tidaklah semudah yang kita kira. Ada beberapa permasalahan yang kami temui diantaranya. Yang pertama adalah, saat bapak ibu guru menghimbau siswa untuk membaca, masih banyak siswa yang hanya sekedar membaca dan justru ada juga siswa yang hanya bercanda dengan teman di samping kanan kirinya.

Selain itu, referensi yang digunakan siswa untuk membaca buku juga masih minim. Walaupun di sekolah kami sudah ada perpustakaan, namun animo siswa untuk membaca dan meminjam buku masih kurang. Siswa cenderung lebih menyukai waktu istirahatnya untuk jajan dan mengobrol saja dengan teman. Kalau ditinjau dari segi budaya literasinya, sekolah kami tentu masih sangat kurang dan masih merugi.

Yang ketiga, saat kami tanyakan kepada siswa apakah di rumah mereka mempunyai buku selain buku pelajaran, banyak siswa yang menggelengkan kepala. Artinya banyak siswa yang tidak mempunyai referensi bahan bacaan untuk sekedar dibaca di rumah kala senggang. Seperti buku cerita pendek, novel anak, dongeng, puisi, pantun, dll. bahkan saat kami tanyakan apakah anak-anak sering membaca surat kabar seperti koran, majalah, dll jarang ada yang membaca.

Kemudian faktor lain yang menghambat kemauan siswa untuk membaca selama kurang lebih 15 menit di awal pelajaran adalah kebiasaan siswa yang asyik berselancar di media sosialnya, seperti Facebook, Line, WA, Instagram, dll. Karena siswa modern cenderung lebih suka beraktifitas di dunia maya dan jarang dari mereka yang menggunakan waktu senggangnya di rumah untuk bermain dengan teman sebagai bentuk aktifitas fisik dan sosialisasi dengan teman.

Faktor kelima yang menjadi permasalahan di awal penerapan aturan ini di sekolah kami adalah kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar siswa. Artinya budaya positif atau lingkungan yang mendukung siswa di sekolah kami, yaitu SDN Kalibanteng Kidul 01 untuk berliterasi masih sangat minim. Baik dari lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat.

Pengaruh faktor lingkungan tersebut sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Slameto dimana faktor eksteren yang berpengaruh terhadap belajar dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. (Slameto, 2010:60).  

Setelah kami menemukan berbagai permasalahan yang ada, kemudian kami membuat rencana atau progam untuk menggalakkan budaya membaca dan menumbuhkan budaya menulis di sekolah kami. Dan sebagai pilot pelaksanaan adalah siswa yang duduk di jenjang kelas V. Dan kami menyebut progam tersebut dengan One Day One “PaS PuCer” (Satu Hari Satu Pantun, Syair, Puisi, Cerita).

Namun sebelum melangkah ke progam tersebut kami mengawali dengan menyesuaikan jadwal pelajaran yang ada di sekolah. Selain menyesuaikan jadwal pelajaran kami juga men-setting bel otomatis di sekolah dengan memasukkan rekaman suara “waktu membaca dimulai” setelah bel masuk dan setelah bel menyanyikan Lagu Indonesia Raya. Dan memasukan suara “waktu membaca selesai” jika membaca selama 15 menit selesai.

Sehingga dengan pembiasaan tersebut, pembiasaan membaca buku nonteks pelajaran semakin masif dilaksanakan oleh siswa. Tentu hal ini bisa digunakan siswa sebagai sarana belajar untuk belajar mengenal dan mempelajari karakter orang lain melalui tokoh-tokoh dalam cerita yang dibaca siswa.

Sehingga siswa bisa menerapkan dan mencontoh karakter posiif yang ada dalam cerita tersebut. Dan secara tidak langsung siswa juga sudah melakukan aktivitas belajar yang menghasilkan perubahan tingkah laku, yang didapat dari pengalaman belajar dan latihan.( Baharudin; Wahyuni, Esa Nur, 2007:34).

Selain dengan menyesuaikan jadwal pelajaran dan memodifikasi suara bel. Di sekolah kami juga terdapat duta membaca yang tugasnya adalah memberi contoh dan mengingatkan temannya agar selalu membiasakan membaca dan menulis baik di sekolah maupun di rumah. Duta membaca di sekolah kami diseleksi dengan mengambil siswa tergiat dan terajin dalam membaca buku. Ini bisa dibuktikan dengan buku jurnal membaca yang ada pada siswa. Jika dalam jurnal membaca catatan salah satu siswa lebih banyak daripada yang lain, maka siswa tersebut sudah barang tentu mempunyai jam terbang membaca lebih banyak daripada temannya. Maka siswa tersebut masuk kandidat sebagai duta baca.

Bahkan pada tanggal 8-10 November 2016 kemarin, setelah melalui seleksi ribuan naskah dari seluruh Indonesia, salah satu duta baca SDN Kalibanteng Kidul 01 menjadi salah satu finalis dalam Lomba Apresiasi Sastra Siswa Sekolah Dasar kategori cerpen untuk pemula yang diselenggarakan oleh Dirjen Dikdas kemendikbud bersama salah satu penerbit mayor tanah air di Hotel Royal Safari Garden Cisarua Bogor Jawa Barat.

Langkah selanjutnya untuk mewujudkan progam “One Day One PaS PuCer” adalah kami juga memberikan contoh kepada siswa 15 menit setelah membaca untuk membuat karya misalnya puisi, pantun, dll. Jadi selain siswa yang berkarya, guru juga menghasilkan karya. Jadi tidak hanya menyuruh siswa saja, tetapi juga ikut berkarya bersama siswa.

Contoh yang kami berikan sifatnya sebagai gambaran bagaimana bentuk karya cerpen, puisi, pantun dan syair yang dibuat, bukan harus sesuai dengan yang kami buat. Artinya siswa kami beri kebebasan untuk mengaduk aduk kata sesuai dengan imajinasi siswa, sesuai dengan yang siswa pahami. Karena dengan kemampuan siswa menganalisis, memahami, dan mengolah kata sesuai dengan kemampuanya ini bisa menumbuhkan kemampuan berpikir logis dan perkembangan sosial emosional siswa antara lain yang berkaitan dengan perkembangan diri, perkembangan jender dan moral serta berujung pada harga diri (self esteem) dan konsep diri (self concept).(Fawzi A. H, 2012 : 101)

Tentu jika konsep diri tersebut sudah terbentuk, kita sebagai guru akan lebih mudah menguatkan karakter positif siswa sebagai salah satu bekal dalam bimbingan karir yang dapat menunjang masa depan siswa untuk mengarungi kehidupan saat mereka dewasa kelak.

Langkah kami setelah membiasakan membuat pantun, syair, puisi dan cerita (PaS PuCer), kami juga membuat buletin sekolah “Sukses Selalu” yang tim redaksinya terdiri dari siswa dan guru sebagai salah satu sarana untuk mengakomodir dan mengapresiasi karya siswa. Dan bagaimana tanggapan siswa setelah buletin itu terbit. Bisa kita tebak, siswapun antusias untuk mengirimkan karyanya ke buletin sekolah kami!

Selain dengan buletin, karya siswa yang layak juga dipasang di majalah dinding sekolah. Agar apa? Tentu agar dengan buletin dan mading tersebut siswa bisa termotivasi untuk ikut berkarya seperti temannya yang karyanya dimuat di mading dan buletin sekolah.

Bahkan sekolah kami juga mempunyai kereta baca yang kami letakkan di dekat gerbang sekolah. Dengan tujuan agar orang tua murid saat menjemput putranya bisa diisi dengan kegiatan membaca buku yang ada di kereta baca tersebut.

Dan untuk lebih memotivasi siswa dalam berliterasi, kami juga mengikutkan siswa untuk mengikuti lomba menulis dan mengirimkan karya siswa ke media massa lokal yang ada di daerah kami.  

Memang agak berat jika kita tidak menikmati tahapan demi tahapan berbagai proses untuk membudayakan literasi di sekolah. Namun kami berprinsip bahwa tugas guru bukan hanya mentransfer ilmu atau mengajar saja. Tetapi prinsip kami sama seperti yang tertera dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik dalam pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, dasar, dan menengah.

Maka, dengan tahapan yang kami lalui dalam membudayakan budaya literasi di sekolah, otomatis kami juga melatih, membimbing, mengarahkan sampai menilai hasil karya siswa tersebut. Terlebih karya siswa yang masuk akan kami bukukan agar menjadi minimal satu buku antologi karya siswa.

Memang, agar semua progam literasi yang kami rencanakan dan jalankan di SDN Kalibanteng Kidul 01 bisa berkesinambungan dan membuahkan hasil, diperlukan kesadaran dan komitmen diri dari kami sebagai guru di satuan pendidikan tersebut.

Karena, hemat kami, dengan kita mengembangkan literasi di sekolah, khususnya di SD, hal tersebut bisa kita gunakan sebagai media untuk lebih mengetahui bakat dan minat anak sejak dini. Sehingga secara tidak langsung kita juga bertindak sebagai penyelam yang baik dalam mengidenifikasi bakat dan minat siswa.

Sehingga ke depannya, dalam mendidik siswa kita bisa menyadari bahwa kecerdasan siswa itu beragam, seperti menurut Howard Gardner dengan teori Multiple Intellegience nya atau kecerdasan majemuk yang meliputi, kecerdasan linguistik, matematis-logis, visual-spasial, musikal, kinestetis, intrapersonal, interpersonal, dan naturalis.(Munif Chatib, 2013:56).

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Tim Redaksi Nuansa Mulia. Himpunan Perundang-Undangan RI Tentang Guru dan Dosen, Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Beserta Penjelasannya. Bandung: Nuansa Aulia. 2006.

Baharudin & Wahyuni, Esa Nur. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.2008.

Slameto. Belajar dan Faktor –Fakor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. 2010.

Aswin Hadist, Fawzia. Kreatif menulis Cerita Anak: Psikologi Perkembangan Anak Sekolah Dasar. Bandung: Nuansa.2012.

 

 

 

 

 

 

 

 

0 komentar:

Posting Komentar