Oleh: Nur Rakhmat, S.Pd

Selasa, 09 Februari 2021

On 19.07 by Nur Rakhmat in    3 comments

 Bismillah ...

Selamat Membaca ...

Senyum Manis Ustadz Kanta

Oleh : Nur Rakhmat

Hari mulai senja dan binatang malampun sudah bernyanyi menyambut datangnya sang idaman. Tampak pemuda dengan tegapnya berjalan menyusuri pematang sawah. Obor dari segenggam daun kelapa kering dia gunakan untuk menerangi malam. Hari itu cukup gelap, apalagi di dusun tersebut listrik belum ada jaringannya dan sang bulan masih malu menunjukkan mukanya serta masih tenggelam dalam dekapan sang senja.

Ustadz Kanta, orang-orang di lingkungan Dusun Kanjengan sering memanggil namanya. Siapa yang tidak mengenal Ustadz Kanta. Seorang ustadz muda, gagah, lulusan pesantren dan anak seorang ulama terkenal dari kampung sebelah pula. Terlebih Ustadz Kanta sangat mahir dalam ilmu agamanya. Walau bergelimang dengan segala kelebihannya  itu, ia tetap bersemangat untuk berdakwah menyampaikan ilmu agama di kampung pelosok jauh dari hiruk pikuk dan mewah dunia. Terlebih perilakunya sangat sopan, ia sangat menghormati orang lain dan yang lebih mengagumkan ternyata dia seorang yang hafal Al Quran atau istilahnya seorang hafidz.

Maklum dengan segala kelebihan yang dimilikinya itu, banyak penduduk Kampung Kanjengan yang suka terhadap sikap dan perilaku ustadz muda tersebut. Mulai dari anak-anak sampai orang tua termasuk Aina. Sudah lama sekali Aina kagum terhadap ustadz muda tersebut. Terhitung sejak pertama kali Aina mengikuti pengajian remaja saat dia duduk di akhir kelas 3 Madrasah Aliyah atau setingkat SMA waktu itu.

Aina teringat awal perjumpaannya dengan Ustadz Kanta. Saat itu dia ditunjuk menjadi pembawa acara pengajian remaja di Masjid Darussalam di Kampung Kanjengan. Ia tak pernah lupa kejadian yang membuatnya dekat dengan ustadz tersebut. Saat itu, Aina memanggil Ustadz Kanta dengan nama Ustadz Kenta. Entah apa yang Aina pikirkan saat itu, bisa-bisanya dia memanggil Ustadz Kanta dengan nama Ustadz Kenta. Tapi apa yang terjadi setelah panggilan salah sebut itu terjadi? Ustadz Kanta tidak marah bahkan ia balik tersenyum sama Aina. Nah senyuman itu yang sampai sekarang masih terbayang-bayang di pikiran Aina, senyum manis Ustadz Kanta.

Ya, senyum manis Ustadz Kantalah yang membuat Aina sampai sekarang seolah tidak mau mengenal laki-laki manapun di dunia ini. Terlebih sejak pertemuan awal dengan ustadz muda tersebut, hati Aina seolah sudah terpatri dan menempel dengan yang namanya Ustadz Kanta. Ke mana Aina pergi pasti selalu teringat senyum manis Ustadz Kanta. Aina pergi ke pasar membantu ibunya jualan buah, juga senyum manis sang ustadzlah yang selalu membayang di benak Aina.

Tetapi Aina bukanlah wanita yang lemah dan rapuh imannya. Dia juga punya harga diri dan tidak lupa akan jati dirinya kalau dia adalah perempuan. Seorang perempuan dusun yang terikat aturan norma di lingkungan dusun tersebut. Walaupun ayah dan ibunya bukan perangkat dusun, bukan orang yang terkenal di Dusun Kanjengan tersebut, tetapi sejak kecil Aina dididik oleh ibunya untuk bersikap sebagaimana seorang wanita muslim bersikap. Selain sudah memakai jilbab sejak kecil, Aina juga dimasukkan ke pesantren dan sudah lulus pesantren bersamaan dengan dia lulus Madrasah Aliyah di kota.

Aina memang dididik dengan baik oleh orang tuanya, sehingga sejak dia lulus Sekolah dasar Aina dikirim ke pesantren oleh ayahnya. Aina dititipakan di pesantren sekaligus yang ada tempat sekolahnya yaitu di Pesantren Ma’hadil ‘Ulum asuhan KH. Asnawi Kholil. Jadi sudah pasti ilmu agama Aina juga sangat mumpuni. Terlebih Aina juga sudah memadukan antara ilmu pesantren dengan ilmu di madrasah yang dikombinasikan dengan ilmu umum. Jadi tidak dipungkiri lagi kalau Aina adalah seorang perempuan solehah.

Oleh karena itu, walaupun Aina kagum dengan Ustadz Kanta, tidak ada orang yang tahu kalau Aina kagum berat dengan Ustadz Kanta. Aina memang pintar dan hati-hati dalam urusan cinta tersebut. Apalagi ia teringat dengan pesan pak Kyai Asnawi saat di pesantren dulu, “Kalau urusan cinta dengan makhluk apalagi urusan pacaran, serahkan pada Allah. Jangan sampai gara-gara pacaran kita semakin jauh dari Allah. Maka pacaran boleh saja asal kalian sudah menikah”.

Begitu wejangan pak kyai kepada Aina dan santri lainnya. Aina juga tidak ingin ada fitnah dan gunjingan tidak baik dari orang-orang terkait dirinya dengan Ustadz Kanta. Walaupun begitu, masih banyak saja warga usil dengan menjodoh-jodohkan dia dengan Ustadz Kanta. Dalam hati Aina bersyukur, dan namun di sisi lainnya dia juga berpikir apakah seorang Ustadz Kanta yang pintar dan digemari banyak orang mungkin jatuh cinta padanya.

            “Senyum manis yang penuh arti” batin Aina dalam hati. Aina tersenyum-senyum sendiri sambil sesekali dia melihat hamparan sawah dari balik jendela rumahnya.

            “Aina, ayo ke masjid. Sudah adzan isya” panggil ibunya yang sudah bersiap ke masjid.

“Iya bu, tunggu sebentar”

Aina bergegas mengambil mukena di ruang sholat rumahnya. Dan menyusul ibunya yang sudah menunggu di pintu.

“Ayo, berangkat.  Oiya, tadi tidak sholat maghrib berjamaah, apa belum selesai “tamunya”? Tanya ibu Aina sambil melangkahkan kaki ke masjid.

“Iya bu, ini baru selesai tadi sehabis maghrib” jawab Aina.

Akhirnya merekapun sampi masjid dan sekali lagi Aina bertemu dengan laki-laki pujaannya, Ustadz Kanta. Dia lihat sang ustadz sudah bersiap memimpin sholat maghrib berjamaah. Adem, tenang, damai hati Aina menjadi makmun Ustadz Kanta.

***

            Malam sudah semakin larut, namun Aina tetap masih terbayang damainya menjadi makmum sholat Ustadz Kanta. Ia membayangkan mejadi makmum sholatnya saja sangat damai dan tenang apalagi menjadi makmun dalam kehidupan sebenarnya, ya menjadi istri Ustadz Kanta.

            Segera Aina menepis pikiran itu jauh-jauh. Astaghfirullah, ampuni khilaf hambamu ini ya Allah. Ucap lirih Aina dalam hati. Bayang-bayang itu semakin lama semakin kuat. Bayang-bayang senyum manis sang ustadz yang menjadi idamannya selalu menggelanyut dalam batin dan jiwanya. Bayang-bayang sosok yang Aina idamkan menjadi imam dan ayah anaknya kelak sudah sangat berat untuk dihilangkan.

            “Ya Allah, berikanlah yang terbaik bagi hambamu Ya Allah, hanya kepadamu kami mohon dan hanya padamu kami minta pertolongan serta petunjuk. Ya Allah kalau memang Ustadz Kanta berjodoh denganku dekatkanlah Ya Allah dan kalau memang dia bukan jodoh hamba berikanlah yang terbaik bagi kami dan jauhkanlah kami dari segala fitnah. Amin” doa Aina dalam hati. Aina terlelap dan membawa mimpi indahnya bersama senyum manis sang ustadz yang semakin mempesona..


#MariSalingMemotivasiDanMenginspirasiDemiKebaikan Negeri

#PagiDiPasadena

 

 

 

 

3 komentar:

  1. Mantap Pak ,semoga Aina berjodoh dengan Ustadz Kanta

    BalasHapus
  2. Rangkaian kata2 bagus, pembaca terbawa. Bikin menunggu episode selanjutnya.

    BalasHapus