Selasa, 09 Februari 2021
Bismillah ...
Selamat Membaca ...
Senyum
Manis Ustadz Kanta
Oleh
: Nur Rakhmat
Hari
mulai senja dan binatang malampun sudah bernyanyi menyambut datangnya sang
idaman. Tampak pemuda dengan tegapnya berjalan menyusuri pematang sawah. Obor dari
segenggam daun kelapa kering dia gunakan untuk menerangi malam. Hari itu cukup
gelap, apalagi di dusun tersebut listrik belum ada jaringannya dan sang bulan
masih malu menunjukkan mukanya serta masih tenggelam dalam dekapan sang senja.
Ustadz
Kanta, orang-orang di lingkungan Dusun Kanjengan sering memanggil namanya. Siapa
yang tidak mengenal Ustadz Kanta. Seorang ustadz muda, gagah, lulusan pesantren
dan anak seorang ulama terkenal dari kampung sebelah pula. Terlebih Ustadz Kanta
sangat mahir dalam ilmu agamanya. Walau bergelimang dengan segala kelebihannya itu, ia tetap bersemangat untuk berdakwah
menyampaikan ilmu agama di kampung pelosok jauh dari hiruk pikuk dan mewah
dunia. Terlebih perilakunya sangat sopan, ia sangat menghormati orang lain dan
yang lebih mengagumkan ternyata dia seorang yang hafal Al Quran atau istilahnya
seorang hafidz.
Maklum
dengan segala kelebihan yang dimilikinya itu, banyak penduduk Kampung Kanjengan
yang suka terhadap sikap dan perilaku ustadz muda tersebut. Mulai dari
anak-anak sampai orang tua termasuk Aina. Sudah lama sekali Aina kagum terhadap
ustadz muda tersebut. Terhitung sejak pertama kali Aina mengikuti pengajian
remaja saat dia duduk di akhir kelas 3 Madrasah Aliyah atau setingkat SMA waktu
itu.
Aina
teringat awal perjumpaannya dengan Ustadz Kanta. Saat itu dia ditunjuk menjadi
pembawa acara pengajian remaja di Masjid Darussalam di Kampung Kanjengan. Ia
tak pernah lupa kejadian yang membuatnya dekat dengan ustadz tersebut. Saat itu,
Aina memanggil Ustadz Kanta dengan nama Ustadz Kenta. Entah apa yang Aina
pikirkan saat itu, bisa-bisanya dia memanggil Ustadz Kanta dengan nama Ustadz
Kenta. Tapi apa yang terjadi setelah panggilan salah sebut itu terjadi? Ustadz
Kanta tidak marah bahkan ia balik tersenyum sama Aina. Nah senyuman itu yang
sampai sekarang masih terbayang-bayang di pikiran Aina, senyum manis Ustadz
Kanta.
Ya,
senyum manis Ustadz Kantalah yang membuat Aina sampai sekarang seolah tidak mau
mengenal laki-laki manapun di dunia ini. Terlebih sejak pertemuan awal dengan
ustadz muda tersebut, hati Aina seolah sudah terpatri dan menempel dengan yang
namanya Ustadz Kanta. Ke mana Aina pergi pasti selalu teringat senyum manis
Ustadz Kanta. Aina pergi ke pasar membantu ibunya jualan buah, juga senyum
manis sang ustadzlah yang selalu membayang di benak Aina.
Tetapi
Aina bukanlah wanita yang lemah dan rapuh imannya. Dia juga punya harga diri
dan tidak lupa akan jati dirinya kalau dia adalah perempuan. Seorang perempuan dusun
yang terikat aturan norma di lingkungan dusun tersebut. Walaupun ayah dan
ibunya bukan perangkat dusun, bukan orang yang terkenal di Dusun Kanjengan
tersebut, tetapi sejak kecil Aina dididik oleh ibunya untuk bersikap
sebagaimana seorang wanita muslim bersikap. Selain sudah memakai jilbab sejak
kecil, Aina juga dimasukkan ke pesantren dan sudah lulus pesantren bersamaan
dengan dia lulus Madrasah Aliyah di kota.
Aina
memang dididik dengan baik oleh orang tuanya, sehingga sejak dia lulus Sekolah
dasar Aina dikirim ke pesantren oleh ayahnya. Aina dititipakan di pesantren
sekaligus yang ada tempat sekolahnya yaitu di Pesantren Ma’hadil ‘Ulum asuhan
KH. Asnawi Kholil. Jadi sudah pasti ilmu agama Aina juga sangat mumpuni.
Terlebih Aina juga sudah memadukan antara ilmu pesantren dengan ilmu di
madrasah yang dikombinasikan dengan ilmu umum. Jadi tidak dipungkiri lagi kalau
Aina adalah seorang perempuan solehah.
Oleh
karena itu, walaupun Aina kagum dengan Ustadz Kanta, tidak ada orang yang tahu
kalau Aina kagum berat dengan Ustadz Kanta. Aina memang pintar dan hati-hati
dalam urusan cinta tersebut. Apalagi ia teringat dengan pesan pak Kyai Asnawi
saat di pesantren dulu, “Kalau urusan cinta dengan makhluk apalagi urusan
pacaran, serahkan pada Allah. Jangan sampai gara-gara pacaran kita semakin jauh
dari Allah. Maka pacaran boleh saja asal kalian sudah menikah”.
Begitu
wejangan pak kyai kepada Aina dan santri lainnya. Aina juga tidak ingin ada
fitnah dan gunjingan tidak baik dari orang-orang terkait dirinya dengan Ustadz
Kanta. Walaupun begitu, masih banyak saja warga usil dengan menjodoh-jodohkan
dia dengan Ustadz Kanta. Dalam hati Aina bersyukur, dan namun di sisi lainnya
dia juga berpikir apakah seorang Ustadz Kanta yang pintar dan digemari banyak
orang mungkin jatuh cinta padanya.
“Senyum manis yang penuh arti” batin
Aina dalam hati. Aina tersenyum-senyum sendiri sambil sesekali dia melihat
hamparan sawah dari balik jendela rumahnya.
“Aina, ayo ke masjid. Sudah adzan
isya” panggil ibunya yang sudah bersiap ke masjid.
“Iya
bu, tunggu sebentar”
Aina
bergegas mengambil mukena di ruang sholat rumahnya. Dan menyusul ibunya yang
sudah menunggu di pintu.
“Ayo,
berangkat. Oiya, tadi tidak sholat
maghrib berjamaah, apa belum selesai “tamunya”? Tanya ibu Aina sambil
melangkahkan kaki ke masjid.
“Iya
bu, ini baru selesai tadi sehabis maghrib” jawab Aina.
Akhirnya
merekapun sampi masjid dan sekali lagi Aina bertemu dengan laki-laki pujaannya,
Ustadz Kanta. Dia lihat sang ustadz sudah bersiap memimpin sholat maghrib
berjamaah. Adem, tenang, damai hati Aina menjadi makmun Ustadz Kanta.
***
Malam sudah semakin larut, namun
Aina tetap masih terbayang damainya menjadi makmum sholat Ustadz Kanta. Ia
membayangkan mejadi makmum sholatnya saja sangat damai dan tenang apalagi
menjadi makmun dalam kehidupan sebenarnya, ya menjadi istri Ustadz Kanta.
Segera Aina menepis pikiran itu jauh-jauh.
Astaghfirullah, ampuni khilaf hambamu
ini ya Allah. Ucap lirih Aina dalam hati. Bayang-bayang itu semakin lama
semakin kuat. Bayang-bayang senyum manis sang ustadz yang menjadi idamannya
selalu menggelanyut dalam batin dan jiwanya. Bayang-bayang sosok yang Aina
idamkan menjadi imam dan ayah anaknya kelak sudah sangat berat untuk
dihilangkan.
“Ya Allah, berikanlah yang terbaik bagi hambamu Ya Allah, hanya kepadamu kami mohon dan hanya padamu kami minta pertolongan serta petunjuk. Ya Allah kalau memang Ustadz Kanta berjodoh denganku dekatkanlah Ya Allah dan kalau memang dia bukan jodoh hamba berikanlah yang terbaik bagi kami dan jauhkanlah kami dari segala fitnah. Amin” doa Aina dalam hati. Aina terlelap dan membawa mimpi indahnya bersama senyum manis sang ustadz yang semakin mempesona..
#MariSalingMemotivasiDanMenginspirasiDemiKebaikan Negeri
#PagiDiPasadena
Search
Video
Kurtilas
Kategori
Arsip Blog
-
▼
2021
(54)
-
▼
Februari
(22)
- Sabtu Pagi di Pasadena
- GURIT SENDIKA (Antologi Geguritan)
- Tilik Sekolah
- DOMINEMA (Dongeng Mini Enam A) Persiapan Langkah d...
- CONTOH PIDATO TEMA PENDIDIKAN
- Prestasi (Bukan) Hanya Inteligensi
- Nenekku Pahlawanku
- Anak Gadis Bermata Sendu
- Komentar Cilla
- PIDATO TEMA TEKNOLOGI DALAM PEMBELAJARAN
- Pantun Nasihat Nur Rakhmat
- Aduhai Indah Kau Indahnya
- Senyum Manis Ustadz Kanta
- Belajar Nyata Maya
- Contoh pidato Lomba Mapsi
- Contoh Pidato Lomba Siswa Berprestasi
- Naskah. Simposium Guru 2016
- Tiga Kurcaci Pemberani
- Sepanjang Jalan Terkembang
- Parlemen Modern dan Edukasi Konstitusi
- Kasih Di Ujung Waktu
- Udan Isuk Iki
-
▼
Februari
(22)
Mantap Pak ,semoga Aina berjodoh dengan Ustadz Kanta
BalasHapusRangkaian kata2 bagus, pembaca terbawa. Bikin menunggu episode selanjutnya.
BalasHapusBagus pak, sangat menarik..
BalasHapus